Sukses

2 Kisah Eks 'Berandalan' Yakuza yang Tobat

Perpecahan kelompok mafia Yakuza terbesar di depan mata, bagaimana para eks anggota itu menanggapinya?

Liputan6.com, Tokyo Perpecahan klan Yakuza terbesar Yamaguchi-gumi telah terjadi pada September lalu. Kelompok baru yang memisahkan diri dari organisasi induk menamakan dirinya Kobe Yamaguchi-gumi, diketuai oleh Kunio Inoue dari Yamaken-gumi. 

Mereka diusir karena menunjukkan ketidaksetiaan terhadap bos geng Yamaguchi-gumi,  Shinobu Tsukasa.

Atas perpecahan yang langka ini, polisi telah memperingatkan konflik kekerasan di antara para anggota pengikutnya.

Pada Oktober lalu, Yamaguchi-gumi membatalkan acara tahunan Halloween untuk anak-anak di seputaran Kobe. Dan ternyata, ketakutan polisi Jepang, terbukti benar. Pada Senin 16 November, petinggi kedua Yamaguchi-gumi, Tatsuyuki Hishida ditemukan dengan tangan dan kaki terikat.

Sebagian eks Yakuza melihat perpecahan itu merupakan akhir dari kelompok mafia Jepang yang telah berusia ratusan tahun. Benarkah? Bagaimana bisa? Simak penuturan dua mantan Yakuza yang kini kembali kemasyarakat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Eks Bodyguard Bos Tertinggi Yamaguchi-gumi


Satu dekade setelah memutuskan pensiun dari dunia hitam kriminal Yakuza, Satoru Takegaki kini habiskan hari-harinya membantu para eks gangster yang ingin tobat dari pekerjaannya dan ingin mendapatkan hidup baru yang halal.

Mantan bodyguard pemimpin tertinggi Yamaguchi-gumi ini berharap akan semakin banyak anggota Yakuza mendatanginya dan memutuskan untuk hidup lurus. Terlebih, tahun ini pada September, kelompok terbesar tempat ia mengadi dulu pecah.

Perpecahan itu mengingatkan pada tahun 1980-an yang mengakibatkan pertikaian berdarah di Jepang.

"Melihat ke belakang, tak ada yang menguntungkan dengan menjadi Yakuza, kecuali kesenangan sementara belaka," kata Takegaki seperti dilansir nst.com.my pada Oktober lalu. Suaranya berat, khas dengan aksen yang berhubungan dengan gangster Jepang itu.

"Kita sudah tidak lagi hidup di mana Yakuza bisa melakukan bisnisnya secara terbuka. Mereka tak dibutuhkan lagi," tutur Takegai yang berusia 64 tahun itu. Ia berbicara di rumahnya di kota Himeji, tak jauh dari Kobe di mana Yamaguchi-gumi bermarkas.

Para pengamat mengatakan bahwa turbulensi di tubuh organisasi kriminal itu membawa mereka banyak kehilangan anggota. Juga saingan kelompok kriminal lainnya yang non yakuza kini merambah ke daerah-daerah yang dikuasai geng tradisional Jepang itu. Selain itu, toleransi publik terhadap gangster yang berusia ratusan tahun itu menghilang.

"Perpecahan itu menunjukkan dua faksi Yakuza sama-sama lemah. Kalian tak bisa menolak bahwa mafia Jepang perlahan-lahan menghilang," kata Atsushi Mizoguchi, wartawan lepas dan ahli tentang organisasi kriminal Jepang.

Yakuza yang awalnya adalah sekelompok kriminal di jalan-jalan, berkembang pesat setelah kekalahan Jepang di Perang Dunia II. Mereka pandai mengubah situasi dan ekonomi mereka tidak hanya dengan tipu daya dan pemerasan kecil-kecilan namun mampu menghasilkan bisnis jutaan dolar di bisnis kerah putih.

Namun, kini mereka tak lagi menguasai seluruh lahan bisnis. Jumlah anggotanya pun menurun perlahan-lahan namun pasti tiap tahunnya. Tahun lalu, misalnya, ada 53 ribu. Angka ini menurun drastis dari dua tahun sebelumnya yang mencapai 180 ribu anggota.

Operasi Yakuza yang paling mengerikan terjadi pada 2007. Saat itu mereka berhasil membunuh walikota Nagasaki karena masalah dendam kesumat.

Yamaguchi-gumi kini memiliki anggota 23 ribu. Namun 10 persennya membelot ke faksi baru. Mereka meninggalkan kesetiaan kepada Kenichi Shinoda atau yang dikenal dengan Shinobu Tsukasa, karena ia memberi pajak yang tinggi kepada faksi-faksi afiliasi di bawahnya.

"Mirip Al Capone di Amerika Serikat, yang menaikkan uang  keamanan kepada seluruh ranting kelompoknya. Ia jatuh karena itu," kata Mizoguchi.  "Mereka yang memisahkan diri tentu tahu berapa banyak yang Tsukasa ambil untuk dirinya sendiri selama bertahun-tahun," bebernya lagi.

Kesetiaan kepada pemimpin tertinggi sudah luntur. Itu yang dikatakan oleh Takegaki yang kini banyak mengajar, menggambar dan menulis. Ia sedikit tertutup mengenai kehidupan 'baru'nya. Namun, ia memastikan, para eks yakuza setelah dibimbingnya, bisa kembali ke masyarakat.

Pada saat mantan bosnya Tsukasa ditahan pada 2011, ia sering mengirim surat bahwa dunia mafia tak lagi tepat untuk kehidupan modern.

"Saat Tsukasa ditahan karena pemilikan senjata api pada 2011, aku sering mengirimkan surat bahwa kesetiaan dan persaudaraan yang dimiliki Yakuza telah lama hilang," kata Takegaki yang pernah menjadi pengawal Tsukasa.

"Semua uang-uang dan uang saja. Bukan lagi 'giri' (tugas) atau 'ninjo' (kemanusiaan) lagi," ujar Takegaki yang mulai bergabung di usia 21 tahun.

"Aku berharap, perpecahan ini membuat para anggota Yakuza segera meninggalkan organisasi itu dan bisa bergabung dengan masyarakat dengan layak," tutupnya.

3 dari 3 halaman

Tatsuya Shindo, Tobat dan Jadi Pendeta

 
Tatsuya Shindo berkenalan dengan narkotika pada usia  17 tahun. Lalu bergabung dengan Yakuza di usia 28 tahun. 'Karirnya' melejit jadi salah satu bos yang bertanggungjawab untuk pemalsuan kartu kredit, yami kinyu (pinjaman gelap) dan mikajimereyo, uang proteksi yang harus diterima di hari ketiga setiap bulan dari klub erotis dan semacamnya.
 
Masalah akhirnya muncul pada Shindo yang ketagihan narkotik. Saat mengemudi dengan wanita, karena terpengaruh narkotika yang dikonsumsinya, mobilnya nabrak, dan ia pun ditahan polisi.
 
Sedikitnya, ia  7 kali ditahan polisi dan 3 kali masuk penjara. Lalu seorang wanita memberikan nasihat dan dia sadar akan kelakuan buruknya tersebut, termasuk meninggalkan organisasi kejahatan Yakuza.
 
Bulan Mei 2001, polisi sempat menemukan 130 obat narkotika berbentuk kristal meth di mobil BMW nya di Prefektur Shimane, ia kemudian ditangkap lagi dan itulah kejahatan yang ia buat untuk terakhir kalinya, seperti dilansir dari Japan Today.

"Banyak sekali kejahatan yang aku buat sejak berusia 17 tahun terutama narkotika. Tapi pada akhirnya aku bertobat dan akhirnya pada 2005 menjadi pastor atas bimbingan Tuhan," kata pria 45 tahun dari eks kelompok Sumiyoshi-kai, kelahiran Kawaguchi.

Kini ia memiliki jemaat sebanyak 50 orang di gereja yang ia pimpin di  Kawaguchi, Saitama -- 30 menit berkereta dari Tokyo. Kebaktian dilakukan setiap Sabtu dan Minggu juga dihadiri beberapa anggota mantan Yakuza yang telah bertobat, antara lain Tadashi Ono (senior Shindo di Sumiyoshi-kai) dan Yoshinori Ishido.

Di awal-awal jadi pendeta, jemaatnya sangat sepi. Hanya dia dan keluarganya saja yang menghadiri misa. Namun, makin banyak mereka datang ke gerejanya. Shindo juga membuat dua buku tentang tobatnya dia dari Yakuza.

Buku itu bercerita bahwa siapapun bisa bertobat dan yakin akan ada kelompok yang mau menerima mereka di masyarakat. (Rie/Ein)





 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.