Sukses

Pesawat AS Bermanuver Mencurigakan di Bawean

Sebuah pesawat komersil serta radar pertahanan wilayah udara RI memergoki lima pesawat Hornet F/A-18 milik AS terbang di wilayah Pulau Bawean, Jatim. Mereka melakukan manuver-manuver mencurigakan.

Liputan6.com, Madiun: Sebanyak lima pesawat tempur Hornet F/A-18 milik Angkatan Laut Amerika Serikat yang kepergok melintas di atas Pulau Bawean, Jawa Timur, sore dua hari silam, diyakini tak melanggar peraturan batas wilayah udara RI. Sebab, mereka telah meminta izin meski belum keluar karena kendala birokrasi. Namun, mereka salah dalam hal durasi waktu terbang yakni dua jam lebih atau melebihi ketentuan yang diizinkan. Peralatan-peralatan tempur asing itu juga melakukan manuver-manuver yang mencurigakan. "Setelah dipantau radar kita, mereka [pesawat Hornet F/A-18] nggak pergi-pergi. Jadi, radar kita curiga," kata Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Chappy Hakim di Madiun, Jatim, Sabtu (5/7).

Keberadaan kapal-kapal AS itu, lanjut Chappy, diketahui dari dekteksi radar yang menampilkan data adanya pergerakan penerbangan yang tak terjadwal dan nonkomersial. Lantas, dilakukanlah identifikasi visual oleh pesawat Indonesia. Karena dalam batas normal, pesawat-pesawat itu tak juga meninggalkan batas alur laut Kepulauan Indonesia, maka TNI AU segera mengirimkan satu flight--dua sampai tiga buah--pesawat F-16 Fighting Falcon Indonesia dari Lapangan Udara TNI AU Iswahyudi, Madiun untuk mengecek kelima pesawat asing tersebut.

Saat didekati, pesawat-pesawat asing itu sempat melakukan perlawanan. Menurut Kapten Penerbang Fajar Adriyanto--satu di antara pilot F-16--pesawat yang diterbangkannya sempat dikunci dalam satu blok udara bahkan sampai terancam ditembak oleh satu di antara pesawat Hornet F/A-18 tersebut. Setelah bermanuver melepaskan diri, kuncian tersebut berhasil lepas. Selanjutnya terjadi komunikasi antarpilot kedua pesawat sampai akhirnya kedua belah pihak pergi meninggalkan lokasi kejadian.

Melalui rekaman komunikasi itulah, para pilot F-18 menyatakan bahwa mereka adalah anggota AL AS yang terbang dari kapal induk perang dan sudah memiliki izin melintasi perairan Indonesia. Mereka juga dideteksi mengawal dua kapal jenis fregat dan satu kapal tanker. Setelah mengatakan informasi itu dan mengetahui posisi masing-masing, kemudian mereka pergi. Seluruh rangkaian pengecekan oleh F-16 ini terjadi selama sekitar lima menit, tanpa ada insiden.

Selain radar udara wilayah RI, keberadaan kelima pesawat Hornet F/A-18 itu juga dipergoki oleh penerbang pesawat komersil yang saat itu juga melintas di wilayah udara yang sama. Sang pilot pesawat kemudian melaporkan temuan itu kepada menara pemantau radar di Surabaya dan Jakarta. Saat ini, kelima pesawat asing itu sudah keluar dari wilayah udara Indonesia.

Lolosnya pesawat asing ini bukan kasus pertama. Menurut informasi yang dihimpun Liputan6.com, pada 16 September 1999 siang, dua Hawk-200 dan sebuah Hawk-100 dari Lanud El Tari Kupang, Nusatenggara Timur, juga menangkap basah dua pesawat Hornet F/A-18 berkeliaran ilegal di wilayah tersebut. Saat dikejar, pesawat-pesawat yang disinyalir dari Australia itu keburu melarikan diri. Ironisnya, malam harinya, delapan pesawat jenis yang sama terbang tepat di atas wilayah udara Lanud El Tari. Tapi lagi-lagi tak terdeteksi tujuannya karena keburu pergi.

Sistem pertahanan Wilayah laut dan udara RI yang membentang luas dari Sabang hingga Merauke dinilai memang lemah, sehingga dijadikan celah kekuatan asing untuk menerbangkan pesawatnya secara ilegal. Jumlah peralatan pertahanan yang dimiliki RI sudahlah tak memadai, kebanyakan bekas dan tua pula. Seperti 37 kapal perang eks Jerman Timur yang dibeli beberapa tahun silam. Di antara alat-alat pertahanan itu terdapat pula delapan pesawat F-16 yang berpangkalan di Lanud Iswahyudi dan beberapa skuadron Hawk-100 dan Hawk-200 yang berpangkalan di Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Ada pula beberapa skuadron A-4 Skyhawk yang berpangkalan di Lanud Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, sejumlah pesawat tempur dan latih F-5E Tiger II, dan beberapa pesawat tempur generasi 1970-an. Kekuatan pertahanan RI yang bisa diandalkan hanyalah beberapa unit pengawas udara berupa radar canggih. Itu pun tak tersebar rata, melainkan cuma di Atambua, Kabupaten Belu, Nusatenggara Timur, serta beberapa titik di tingkat pangkalan udara.

Padahal, posisi geografis Indonesia berada di tengah perlintasan militer, khususnya alur laut serta lintasan udara internasional. Posisi tersebut menyebabkan wilayah Indonesia menjadi daerah lintasan paling efektif bagi berbagai kepentingan militer di kawasan Asia Pasifik. Pesawat tempur AS maupun armada lautnya yang berpangkalan di lautan Pasifik dilaporkan kerap menuju kawasan Australia menggunakan wilayah laut dan udara Indonesia. Sebagai negara berdaulat, idealnya Tanah Air mempunyai kekuatan pertahanan sesuai luasnya wilayah agar kedaulatan Indonesia tak dipandang sebelah mata oleh negara lain.(MTA/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.