Sukses

Tabanan, Kendal, dan Banyuasin Krisis Air

Penyusutan debit air akibat musim kemarau membuat seribu hektare sawah di Kecamatan Selemadeg, Tabanan, Bali, mengering. Pemda Banyuasin didesak membangun bak penampung air.

Liputan6.com, Tabanan: Musim kemarau membuat debit air menyusut drastis. Kini, sekitar 1.000 hektare sawah di Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali, dilanda kekeringan hebat. Akibatnya, sekitar 304 hektare sawah yang sudah ditanami padi berumur satu hingga tiga bulan dipastikan gagal panen. Ratusan hektare lahan padi yang tengah disemai untuk persiapan musim tanam juga bakal gagal tanam.

Para petani di Desa Tegal Mengkeb, di wilayah Tabanan cuma pasrah melihat sawahnya kerontang. Mereka menduga kesalahan teknis pembangunan cek dam gabungan yang membendung Sungai Ye Ho sebagai penyebab menipisnya pasokan air. Kondisi ini membuat para petani kehilangan panen 5,1 ton setiap hektare. Mereka juga mengaku merugi sekitar Rp 900 ribu untuk pembibitan dan pengolahan tanah setiap hektare.

Sejumlah wilayah di Jawa Tengah juga mengalami krisis air, misalnya Kabupaten Kendal. Meski mendapat bantuan air bersih, masyarakat berharap pemerintah daerah membangun sumber air artesis agar kekeringan yang terjadi tiap tahun teratasi. Hingga awal September 2002, tercatat 93 desa di wilayah Kabupaten Demak dilanda kekeringan. Padahal, sebagian daerah tersebut sudah kesulitan mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari.

Situasi ini juga mengganggu produksi pertanian. Banyak tanaman yang gagal panen. Hingga akhir Agustus, lahan pertanian yang gagal panen mencapai lebih dari 35 ribu hektare, termasuk sekitar 30 hektare tanaman padi. Menanggapi situasi serba sulit ini, Bupati Demak Endang Sedianingsih mengaku, telah menyampaikan keluhan masyarakat ke Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Soenarno di Jakarta. Endang menyatakan, proposal untuk mengatasi masalah ini sudah diajukan untuk 14 kecamatan. Tapi, hingga kini belum direspon.

Krisis air bersih juga dikeluhkan penduduk kampung nelayan Desa Sungsang I, II, III, dan IV Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan. Hal yang sama juga melanda daerah transmigrasi Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel [baca: Ratusan Transmigran di Sumsel Kesulitan Air]. Untuk mendapatkan air bersih sehari-hari, warga Sungsang terpaksa menggunakan jasa angkutan sungai ke Palembang. Perjalanan ini memakan waktu empat jam.

Kesulitan mendapatkan air bersih di Sungsang terjadi sejak empat bulan silam. Penduduk terpaksa merogoh kocek Rp 500 untuk membawa jeriken berisi 35 liter air dan menambah 150 perak untuk jeriken ukuran 50 liter. Sedangkan satu drum dijual senilai Rp 1.500. Untuk mandi pun warga membatasi penggunaan air karena air sungai di kawasan itu tercampur air laut. Selain asin, bila dipakai mandi, air campuran itu akan membuat rambut mengeras dan kulit lebih kasar.

Camat Banyuasin Mulyadi yang berkunjung ke lokasi membenarkan, Pemda Sumsel telah mengirimkan bantuan satu tongkang berisi 100 ton air bersih. Bantuan ini akan disalurkan Dinas Perhubungan Sumsel. Dia mengimbau warga yang membutuhkan air bisa mengambil Dermaga Tanjungbuyut. Mulyadi menambahkan, Pemda Sumsel juga telah mengalokasikan dana Rp 2,3 miliar untuk membangun bak penampungan air hujan di Sungsang.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini