Sukses

Australia Pertimbangkan Tambah ADHD ke Skema Asuransi Disabilitas Nasional

Australia sedang mempertimbangkan untuk memperluas Skema Asuransi Disabilitas Nasional (NDIS) kepada mereka yang memiliki gangguan pemusatan perhatian (ADHD).

Liputan6.com, Jakarta Australia sedang mempertimbangkan untuk memperluas Skema Asuransi Disabilitas Nasional (NDIS) kepada mereka yang memiliki gangguan pemusatan perhatian (ADHD).

Dilansir dari Sydney Morning Herald, Menteri NDIS Bill Shorten telah bertanya kepada Badan Asuransi Disabilitas Nasional (NDIA) apakah mereka yang menderita ADHD harus memenuhi syarat untuk skema tersebut.

"Ada puluhan ribu orang [dengan ADHD] yang berada di skema yang didiagnosis dengan autisme sebagai kondisi utama mereka."

Bahkan sebagaimana yang telah dilaporkan SBS News, bahwa penulis presenter TV Em Rusciano, yang memiliki seorang putra dengan autisme, dan seorang putri dengan ADHD, yang juga didiagnosis dengan kondisi kronis tahun lalu, telah menganjurkan skema untuk mengakses dukungan.

Saat berbicara dengan National Press Club tahun lalu, Rusciano membuat permohonan emosional dan menyerukan 'pengakuan dan dukungan pemerintah yang tepat'.

“ADHD perlu dimasukkan dalam NDIS sebagai disabilitas primer,” tambahnya.

Meskipun ADHD diakui sebagai disabilitas di bawah Undang-Undang Diskriminasi Disabilitas tahun 1992, itu tidak termasuk dalam daftar kondisi yang didukung oleh agensi tersebut.

Namun, Shorten mengatakan bahwa NDIS tidak mencakup gangguan perkembangan saraf karena dapat menjadi tantangan bagi seseorang untuk memenuhi kriteria disabilitas parah maupun disabilitas permanen.

“Secara umum, seseorang akan memenuhi syarat untuk NDIS jika disabilitas mereka permanen dan secara signifikan mempengaruhi komunikasi, interaksi sosial, pembelajaran, mobilitas, perawatan diri atau kemandirian mereka.

“Orang yang disabilitasnya tidak tercantum dalam access list, seperti penyandang ADHD, tetap bisa menjadi peserta NDIS jika memenuhi persyaratan yang diatur dalam NDIS Act. Namun, tidak semua penyandang ADHD akan memenuhi persyaratan dalam NDIS Act. menjadi peserta,” jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Butuh Dukungan Pemerintah

Profesor ADHD Australia, Michael Kohn mengatakan bahwa lebih banyak ahli dan keluarga menuntut lebih banyak dukungan pemerintah.

Ia menambahkan bahwa kurangnya dukungan keuangan telah menyebabkan lonjakan 80 persen pada anak-anak yang diberi pengobatan untuk kondisi tersebut.

"Jumlah itu bisa jauh lebih rendah, akan jauh lebih mudah jika orang tua dapat mengakses terapi alternatif itu jika mereka mau," ujar Kohn.

Padahal, jika menurut Deloitte, gangguan perkembangan saraf telah mempengaruhi lebih dari 800.000 orang di Australia saat ini.

3 dari 4 halaman

Apa Itu ADHD?

Menurut Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Anak dan Remaja di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, Anggia Hapsari, Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas yang cukup sering dijumpai pada anak, terutama pada anak usia sekolah.

"ADHD termasuk gangguan dalam perkembangan anak di masa janin yang memengaruhi cara kerja otak. Hal ini ditandai dengan perilaku yang hiperaktif, sulit fokus, dan tindakan impulsif lainnya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

Menurut American Psychiatric Association, ADHD pada anak dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe inatensi, tipe hiperaktif atau impulsif, dan tipe gabungan. "Dibutuhkan penanganan medis yang berbeda-beda atas ketiga tipe ADHD tersebut."

Tipe Inatensi

- Anak tidak memperhatikan detail-detail tertentu serta melakukan tindakan ceroboh saat menjalankan tugas dari sekolah atau pekerjaan dari orang tuao Anak kesulitan untuk fokus pada tugas atau kegiatannya

- Anak tidak mendengar atau memperhatikan saat diajak bicarao Anak tidak menjalankan instruksi serta tidak menyelesaikan tugas sekolah

- Anak kesulitan mengatur tugas dan pekerjaano Anak menghindar dan cenderung tidak suka dengan tugas yang membutuhkanupaya mental berkelanjutan, seperti menyiapkan laporan dan mengisi formulir

- Anak sering kehilangan barango Anak tidak fokus dan perhatiannya mudah tergangguo Anak sering melupakan tugas sehari-hari

Tipe Hiperaktif atau Impulsive

- Anak sering gelisah, gejalanya ditandai dengan sering mengetukkan tangan, mengetukkan kaki, atau menggeliat di kursi

- Anak sering berlari atau memanjat

- Anak tidak dapat bermain atau melakukan aktivitas dengan tenang

- Anak terlalu banyak berbicara

- Anak sering memotong pembicaraan orang lain atau tidak sabar untuk berbicara

- Anak kesulitan menunggu gilirannya

- Anak sering memotong aktivitas atau mengganggu orang lain

- Anak lebih sering mengalami cedera atau kecelakaan

Tipe Kombinasi

Anak yang mengidap ADHD tipe ini dapat mengalami gejala kombinasi antara tipeinatensi dan hiperaktif. Pada tipe ini, anak akan cenderung impulsif, hiperaktif, serta tidak memiliki fokus yang baik.

 

4 dari 4 halaman

ADHD Bisa Dideteksi Sejak Usia Dini

Anggia menyampaikan, ADHD pada anak dapat dideteksi sejak usia dini atau ketika beranjak ke usia lebih besar. Jika menderita ADHD pada usia dini, anak akan menunjukkan tanda atau ciri-ciri berikut:

- Sensitif terhadap suara dan cahaya

- Sering menangis

- Suka menjerit

- Kesulitan untuk tidur

- Sulit mengonsumsi ASI

- Tidak senang jika digendong

Keluhan biasanya akan bertambah setelah anak memasuki usia sekolah dan harus belajar di sekolah formal. Saat ada tuntutan untuk berkonsentrasi tinggi dan memusatkan perhatian terhadap apa yang diajarkan, masalah pada anak mulai terlihat.

"Anak sering kali dianggap bodoh, nakal, selalu memiliki kesulitan, dan pembuat onar karena kurang memiliki daya konsentrasi, serta rendahnya kemampuan untuk fokus dan patuh terhadap tata tertib yang berlaku," ujar Anggia.

Walaupun gejala ADHD pada umumnya sudah terlihat sejak anak berusia 3 tahun, tetapi sangat sulit untuk menegakkan diagnosis ADHD pada populasi anak di bawah usia 5 tahun, lanjutnya.

"Hal ini dikarenakan pada rentang usia tersebut biasanya perilaku anak masih sangat bervariasi, sehingga sedikit banyak menyerupai gejala pada ADHD. Akibatnya, sering timbul kesalahan dalam diagnosis," jelasnya.

"Beberapa hal yang dapat menjadi catatan sebelum memberikan diagnosis adalah memastikan bahwa gejala sudah dideteksi sebelum anak berusia 12 tahun dan berlangsung lebih dari enam bulan. Selain itu, gejala juga harus muncul dalam dua atau lebih situasi, misalnya saat anak di sekolah sekaligus di rumah. Gejala-gejala tersebut sebaiknya terbukti mempengaruhi fungsi hidup sehari-hari pada anak," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.