Sukses

Habilitasi Pendengaran Bukan Sulap, Tergantung Penyebab Tuli dan Alat Tidak Selalu Membantu

Dokter ahli telinga hidung tenggorokan (THT) Rumah Sakit Universitas Indonesia Fikri Mirza Putranto menyampaikan perbedaan keluhan pasien di Indonesia dengan negara lain tentang masalah pendengaran atau disabilitas tuli.

Liputan6.com, Jakarta Dokter ahli telinga hidung tenggorokan (THT) Rumah Sakit Universitas Indonesia Fikri Mirza Putranto menyampaikan perbedaan keluhan pasien di Indonesia dengan negara lain tentang masalah pendengaran atau disabilitas tuli.

Menurutnya, orangtua di Indonesia membawa anaknya ke dokter THT dengan pertanyaan terkait keterlambatan bicara. Hal ini tidak terjadi di negara lain karena umumnya ketika anak lahir, sebagian besar sudah dilakukan evaluasi pendengaran sebelum keluar dari rumah sakit.

“Tapi kalau di Indonesia umumnya orangtua datang dengan cerita ‘kok belum bisa ngomong ya dok?’ tidak bisa ngomong ini kalau dilihat dari sisi fisiologi tentu bisa ada masalah di input, processing, dan masalah dari pembentukan bahasa,” ujar Fikri dalam webinar Konekin, ditulis pada Selasa (27/10/2020).

Ia menambahkan, masalah input, processing, dan pembentukan bahasa harus dilihat secara utuh ketika seseorang akan berkomunikasi secara auditori verbal.

“Ketika diagnosis gangguan pendengaran didapat maka saya akan tanya pada orangtua pasien apa harapan mereka. Karena habilitasi pendengaran bukan sulap, tapi suatu proses panjang yang outcome-nya dapat sangat bervariasi tergantung pada individu.”

“Satu hal yang saya dapatkan dari perjalanan karir saya adalah, jangan jadikan anak Anda mendengar tidak, tuli pun tidak. Karena begitu kita masuk pada proses habilitasi pendengaran, maka konsekuensi logisnya tentu harapan orangtua ingin anaknya bisa mendengar tapi hasilnya bisa saja bukan seperti yang diharapkan.”

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alat Tidak Selalu Membantu

Menurut Fikri, tidak semua anak tuli bisa langsung mendengar jika diberi alat. Hal ini dikarenakan banyak hal yang dapat terjadi selain masalah desibel.

“Jadi ada 20 persen anak dengan gangguan pendengaran itu mengalami kelainan pada sisi anatomi seperti pada rumah siputnya. 20 hingga 40 persen kelainan juga terjadi pada otak yang memengaruhi kemampuan belajar bicara. Sekian persen juga bisa disebabkan kelainan tumbuh kembang.”

Semua kelainan tersebut akan memengaruhi hasil dari habilitasi pendengaran pada anak. Ia kembali menyimpulkan, penggunaan alat tidak selalu efektif untuk anak tuli, karena tuli dan sulit bicara tidak selalu tentang masalah desibel. Sedang, alat hanya bisa mengatasi gangguan pendengaran akibat kelainan terkait desibel.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.