Sukses

BRI Liga 1 dan Spirit Perlawanan Lewat Kompetisi

BRI Liga 1 'mengulang sejarah' perlawanan yang dahulu dilakukan PSSI sebelum kemerdekaan.

Liputan6.com, Jakarta - Sepak bola punya saham menyebarkan semangat kebangsaan di era penjajahan kolonial Belanda. Saham pertama yang ditanamkan sepak bola adalah pendirian Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 19 April 1930 di Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta.

Seperti dikutip dari buku Eddie Elison, Soeratin Sosrosegondo Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak Bola Kebangsaan (Penerbit Ombak: 2014), pertemuan tersebut diwartakan harian Sedio-Tomo, 22 April 1930.

“Djam 9 voorzitter PSM Teoan Daslam Boeka vergadering seperti biasa. Speaker merasa gembira, bahwa ia poenya seroean boeat adakan satoe badan persatoean dari voetbal-bonden Indonesiers telah dapat perhatian penoeh. Ia pertjaja itu tjita-tjita sekali ini tentoe tidak gagal lagi. Lebih djaoeh diterangkan goenanja sport jang dalam pribahasa Djawa dipandang djoega kekoeatan kan tjapai kemadjoean bangsa,”

Pada waktu itu, PSSI (semula bernama Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) didirikan dengan semangat melawan diskriminasi dari Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang kemudian berganti nama menjadi NIVU. NIVU adalah asosiasi sepak bola bentukan pemerintah kolonial Belanda. Saat hendak mengadakan pertandingan amal, panitia terganjal kebijakan NIVU yang melarang klub anggotanya ikut serta. “Anggota NIVB dilarang bermain dengan perkumpulan sepak bola inlander yang belum tentu baik,”

Berawal dari penghinaan itu, bersama dengan tujuh persatuan sepak bola, PSSI didirikan di Yogyakarta. Ketujuh voetbal bond itu adalah Voetbal bond Indonesische Jakarta (VIJ), Bandoengsche Voetbal Bond (BIVB), PSM Yogyakarta, Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB), Madioensche Voetbal Bond (MVB), Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM), dan Soerabayasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Ir. Soeratin kemudian terpilih sebagai Ketua PSSI pertama.

Dalam perjalanannya, Soeratin dengan PSSI-nya menyadari pentingnya kompetisi untuk menyebarkan semangat kebangsaan. Selain itu, PSSI juga bercita-cita membentuk tim nasional Indonesia yang waktu itu bernama PSSI Elftal. Pembentukan tim nasional dianggap penting demi menunjukkan bahwa orang pribumi juga bisa bermain sepak bola. Cita-cita membentuk tim nasional Indonesia baru terwujud pada 1937.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

PSSI Elftal

Pada 7 Agustus 1937, PSSI membentuk ‘tim nasional’ pertamanya. Di tahun tersebut, kompetisi PSSI sudah berlangsung sekitar usia enam tahun, diawali dari tahun 1931 saat VIJ keluar sebagai juara.

Ketika itu, PSSI mendapat kesempatan bertanding melawan Nan Hwa dari Tiongkok. Sebelas pemain yang mewakili PSSI waktu itu adalah Maladi, Ahoed, Soemarjo, Soewarno, Handiman, Kemi, Soeharto, Soetris, Moestaram, Djawad, Jazid (Eddie Elison 2014:43).

Hasilnya, tim PSSI menahan imbang Nan Hwa 2-2. Padahal, dua hari sebelumnya Nan Hwa yang lebih dahulu bertanding menang 4-0 melawan NIVU. Hasil tersebut menjadi bukti kalau tim binaan PSSI lebih baik daripada tim binaan NIVU.

Hasil itu pula tampaknya yang membuat NIVU batal menyertakan para pemain dari tim-tim binaan PSSI untuk diikutsertakan dalam tim yang akan berlaga di Piala Dunia 1938. NIVU takut para pemain dari klub-klub anggota PSSI tampil lebih bagus daripada para pemain binaanya.

NIVU pada akhirnya memilih pemain dari tim-tim anggota mereka plus klub milik warga Tionghoa. Meskipun, para pemain tersebut masih terbilang pribumi juga.

“Jika diadakan seleksi, menurut Maladi, bukan mustahil dirinya, Soemo, Kemi Mustaram, Djawad, Jazid dan lain-lain akan terpilih,” demikian tertulis dalam buku Kenang-kenangan PSSI 50 Tahun (Eddie Elison 2014:46).

Terlepas dari hal tersebut, kompetisi yang dibuat PSSI dengan spirit perlawanan itu menjadi tonggak awal kompetisi sepak bola di Indonesia. Kompetisi kemudian menjadi tempat lahirnya para legenda legenda sepak bola Tanah Air mulai dari era Ramang, Anjas Asmara, Roni Pattinasarany hingga Kurniawan Dwi Yulianto.

3 dari 4 halaman

Era Kini

L’Histoire se Répète, begitu kata pepatah Prancis yang artinya sejarah mengulang dirinya sendiri. Jika dahulu kompetisi diadakan dengan semangat spirit melawan kolonialisme, maka pada 2021 kompetisi bergulir lagi dengan semangat melawan pandemi covid-19.

Seperti diketahui, pada 2021, sepak bola Indonesia mendapat ujian serius. Pandemi covid-19 memaksa kompetisi sepak bola di Tanah Air terhenti satu tahun lebih. Penularan covid-19 yang tinggi menjadi alasannya.

Padahal, sejumlah agenda penting menanti tim nasional Indonesia. PSSI juga baru melantik Shin Tae-yong sebagai pelatih timnas Indonesia per Desember 2019.  Akibatnya, juru taktik asal Korea Selatan itu sempat mengeluh kesulitan mencari pemain.

'Saya membutuhkan kompetisi Liga 1 dan Liga 2 diputar lagi untuk bisa memantau secara langsung perkembangan pemain di klub masing-masing,” kata Shin Tae-yong seperti dikutip situs resmi PSSI, Oktober 2020 silam.

"Kalau tidak ada kompetisi Liga 1 dan Liga 2, bagaimana saya bisa memantau pelaksanaan program yang sudah saya siapkan?'' katanya menambahkan.

Hasrat Shin Tae-yong mendapatkan pemain lewat kompetisi baru terkabul pada Agustus 2021. Liga 1 resmi bergulir lagi dengan BRI yang menjadi sponsor baru. Masuknya BRI tentu mengundang tanda tanya.

Maklum, kompetisi Liga 1 digelar di tengah covid-19 dan tanpa penonton. Di samping itu, reputasi sepak bola nasional juga bukan tanpa cela. Namun demikian, BRI pada akhirnya tetap menjadi sponsor.

Alfeandra Dewangga (kanan) selalu dipercaya oleh Shin Tae-yong di lini bek tengah Timnas Indonesia. Dalam 360 menit, Dewangga mampu melakukan 4 tekel sukses, 15 sapuan, 3 block, dan 16 intersep. Ia juga tercatat membuat 1 assist, 2 umpan kunci, dan 2 dribel sukses selama fase grup. (Dok. PSSI)

“BRI punya visi yaitu, melayani masyarakat seluas mungkin, memasarkan produk, membangkitkan UMKM, membantu PSSI menciptakan timnas, hingga suntikan moral bagi masyarakat di tengah pandemi," kata Direktur Utama Bank BRI, Sunarso dalam jumpa pers Agustus 2021 silam.

Sesuai dengan semangatnya, BRI Liga 1 pun berbuah manis untuk timnas Indonesia. Para pemain seperti Alfeandra Dewangga, Ramai Rumakiek, Pratama Arhan, dan Ricky Kambuaya menjadi tulang punggung tim nasional Indonesia di Piala AFF 2020.

Mayoritas pemain tim nasional Indonesia racikan Shin Tae-yong itu pun masih berusia muda sekitar 24 tahun. Tercatat, hanya Victor Igbonefo (36) dan Fachruddin Aryanto (30) yang berusia kepala tiga.

Sayangnya, tim nasional Indonesia kalah di final melawan Thailand. Namun demikian semangat dan gairah sepak bola di Tanah Air kembali muncul. Apalagi, permainan tim nasional Indonesia di Piala AFF 2020 terbilang atraktif dan enak ditonton.

Buah manis BRI Liga 1 tak hanya dirasakan tim nasional Indonesia. Berkat penampilan cemerlang saat berkostum Merah Putih, beberapa pemain muda itu pun mendapat tawaran bermain di luar negeri. Pratama Arhan misalnya, yang sudah resmi bergabung dengan Tokyo Verdy asal Jepang.

4 dari 4 halaman

Baru Awal

Pratama Arhan, Alfeandra Dewangga, dan Ricky Kambuaya sebagai buah manis dari BRI Liga 1 bisa dibilang hanya awal. Pasalnya, nama-nama baru terus bermunculan di BRI Liga 1 seperti Ronaldo Kwateh (17 tahun, Madura United), dan Marselino Ferdinan (17 tahun, Persebaya Surabaya).  

Klub-klub BRI Liga 1 pun memasukkan talenta muda ke dalam timnya di musim ini. Mengutip Transfermarkt Indonesia, rata-rata usia pemain di 18 tim BRI Liga 1 yakni 26,6 tahun.

 

Marselino Ferdinan dalam duel Persebaya Surabaya Vs Barito Putera pada pekan ke-15 BRI Liga 1 di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (4/11/2021) malam. (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Persebaya Surabaya menjadi tim dengan rataan usia termuda yakni 24,2 tahun. Sementara rataan skuat tertua menjadi milik Bali United yakni 28.8 tahun.

Di tahun 2022 ini ada sejumlah agenda krusial yang menanti tim nasional Indonesia.  Beberapa di antaranya adalah SEA Games (12-23 Mei), Asian Games 2022 (10-25 September), dan Piala AFF 2022 (Desember).

Shin Tae-yong sendiri pernah menyatakan komitmennya untuk memakai pemain muda di tim nasional Indonesia. Ia ingin akar sepak bola Indonesia kuat dan tak terlalu menitikberatkan kepada prestasi.

Banyaknya pemain muda di BRI Liga 1 kiranya bisa menjadi pondasi awal tim nasional Indonesia yang kuat di masa depan.

“Untuk menciptakan kesinambungan dan meningkatkan prestasi sepak bola nasional, Indonesia harus memiliki kompetisi yang sehat, sehingga liga memang harus bergulir. Tidak hanya itu, kita harus punya visi, tim juara harus dibangun dan dipersiapkan dari jauh hari," kata Sunarso.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.