Sukses

Geopolitik Tak Pasti, Pemerintah Pede Kejar PDB Rp 148 Kuadriliun di 2045

Dalam berbagai pertemuan internasional semisal OECD maupun Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melaporkan, Indonesia diklaim telah mencapai tiga dari empat pilar utama IPEF.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis bisa mencapai misi Indonesia Emas 2045. Antara lain, pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar USD 9 triliun atau setara Rp 148,095 kuadriliun (kurs Rp 16.455 per dolar AS) serta pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita USD 30.000, atau setara Rp 493,65 juta.

Menko Airlangga yakin target itu bisa digapai, meskipun situasi dunia saat ini semakin tak pasti. Pasalnya, dunia kini dihadapkan terhadap tensi geopolitik tak menentu, ancaman kenaikan suku bunga acuan dari berbagai bank sentral negara maju semisal The Fed Amerika Serikat, hingga pelemahan ekonomi China.

"Terkait ekonomi global, jangka panjang diperkirakan pertumbuhannya masih rendah di 3,4 persen, dengan downside risk baik itu geopolitik maupun geoekonomi, pelemahan ekonomi Tiongkok, dolar yang menguat, jadi ini kelihatannya masih panjang," ujar Airlangga dalam rapat kerja bersama Banggar DPR RI, Senin (24/6/2024).

"Kemudian, suku bunga tinggi di negara maju dan pengetatan fiskal di negara maju, tensi geopolitik dalam kunjungan ke luar negeri kelihatan bahwa baik itu di Timur Tengah maupun di Rusia-Ukraine kelihatannya akan panjang, belum ada titik temu antara pihak yang bertikai," bebernya.

Oleh karena itu, Airlangga mengingatkan bahwa pemerintah wajib menjaga pertumbuhan ekonomi resilien. Ia pun bersyukur ekonomi Indonesia masih tumbuh sesuai sasaran di atas 5 persen, inflasi terkendali di angka 2,84 persen, dan angka kemiskinan serta pengangguran terus menurun.

"Ini jadi modal solid untuk misi Indonesia ke depan, yaitu Indonesia 2045 dimana kita berharap bahwa pertumbuhan di kisaran 6-7 persen, dan pendapatan per capita menjadi USD 30.000," kata Airlangga.

Dalam berbagai pertemuan internasional semisal OECD maupun Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), ia melaporkan, Indonesia pun diklaim telah mencapai tiga dari empat pilar utama IPEF.

Adapun empat pilar utama IPEF, yakni perdagangan (trade), rantai pasokan (supply chain), ekonomi bersih (clean economy), dan ekonomi adil (fair economy). Namun, Airlangga tidak merinci apa tiga pilar yang sukses didapat.

"Saya sampaikan bahwa pertumbuhan kita kalau di angka USD 30.000 dengan penduduk 320 juta di tahun 2045, maka ekonomi kita menjadi USD 9 triliun. Ini mendapat apresiasi dari berbagai negara," tutur dia.

 

2 dari 3 halaman

Ini Dia Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Melesat di 2024

Sebelumnya, pada kuartal pertama 2024, kawasan Asia Tenggara mengalami pertumbuhan ekonomi yang beragam di masing-masing wilayahnya. Berbeda dengan Vietnam yang pertumbuhan ekonominya menurun dari 6,7 persen di kuartal keempat 2023 menjadi 5,6 persen, Indonesia termasuk yang masih bertumbuh positif.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama 2024 ada di angka 5,1 persen, sedikit lebih tinggi dari kuartal keempat 2023 yang mencatat angka pertumbuhan di 5 persen. Tahun 2024, pertumbuhan kawasan Asia Tenggara ini didukung oleh peningkatan konsumsi domestik, ditambah dengan permintaan yang lebih kuat di sektor elektronik.

Hasil proyeksi pertumbuhan di kuartal pertama 2024 ini terungkap dalam sebuah riset Oxford Economics yang digagas oleh Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), sebuah lembaga internasional yang menaungi para chartered accountant. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama sebesar 5,1 persen y/y ini didorong oleh konsumsi domestik, terutama dengan pengeluaran terkait pemilu di sektor publik, yang juga terbantu oleh transaksi Ramadan dan Idulfitri. Tentunya hasil positif di kuartal pertama 2024 ini menandai hasil terbaik Indonesia sejak kuartal dua tahun lalu, bahkan melampaui ekspektasi.

Seperti negara tetangga Singapura, yang juga mengalami pertumbuhan di sisi konsumsi domestik karena kenaikan penjualan ritel, konsumsi rumah tangga di Indonesia juga diperkirakan akan terus meningkat. Meskipun konsumsi rumah tangga disinyalir akan mengalami kesulitan karena hambatan terkait kebijakan moneter, namun diharapkan konsumsi rumah tangga dapat tetap menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

"Perekonomian Asia Tenggara masih menunjukkan hasil yang relatif kuat, terutama di Indonesia dibandingkan dengan paruh keempat tahun lalu. Melalui riset ini, kami berharap setiap pihak yang terlibat dan berperan dalam menggerakkan roda ekonomi bisa memanfaatkan setiap peluang dan sekaligus mengambil langkah-langkah cermat  yang dapat membantu menggerakkan pertumbuhan ekonomi ASEAN ke arah yang lebih baik dan stabil di masa depan," ungkap ICAEW Head of Indonesia Conny Siahaan dalam keterengan tertulis di Jakarta, Rabu (19/6/2024).

3 dari 3 halaman

Ekspor Mulai Pulih, Namun Masih Terkendala Pembatasan

Berdasarkan hasil riset Oxford Economics, ditemukan tren stabilitas ekspor elektronik Asia Tenggara selama kuartal pertama tahun ini. Penjualan semikonduktor global meningkat sebesar 15,3 persen y/y, menyokong pertumbuhan perekonomian Vietnam, dengan pertumbuhan ekspor yang melonjak hingga 16,8 persen y/y. 

Malaysia juga diperkirakan akan mendapatkan manfaat dari pemulihan sektor elektronik pada paruh kedua tahun ini, mengingat posisi Malaysia yang lebih banyak terlibat dalam tahap akhir produksi elektronik.

Namun, jika dibandingkan dengan negara Asia lain seperti Taiwan dan Korea Selatan, pemulihan sektor elektronik di Asia Tenggara tergolong lesu. Di sisi lain, Singapura mengalami peningkatan ekspor non-migas, menandai perubahan positif setelah enam kuartal berturut-turut mengalami penurunan.

Walaupun indikasi positif mulai terlihat, kebijakan moneter global yang ketat diperkirakan akan meredam permintaan eksternal untuk produk dari kawasan ini, sehingga pemulihan ekonomi kemungkinan tidak bisa terjadi dengan cepat atau dalam skala besar.

Dengan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2024 sebesar 2,6 persen, di bawah tingkat sebelum pandemi, dan pertumbuhan ekspor di kawasan ini kemungkinan besar akan tetap lemah.