Sukses

Pekerja Bergaji Rp 15 Juta Siap-Siap Dapat KPR Subsidi, Begini Skemanya

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo merespon usul PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, alias BTN yang ingin memperluas penerima kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi ke segmen pekerja dengan rentang gaji Rp 8-15 juta.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo merespon usul PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, alias BTN yang ingin memperluas penerima kredit pemilikan rumah atau KPR bersubsidi ke segmen pekerja dengan rentang gaji Rp 8-15 juta.

Kementerian BUMN disebutnya tengah mengkaji untuk menaikan batas orang yang berhak menerima KPR subsidi, yakni kelompok masyarakat berpendapatan rendah (MBR) dengan gaji pokok tidak boleh melebihi Rp 8 juta.

"Kita lagi skemakan. Sekarang kan memang yang (berhak) dapat (KPR subsidi) MBR. Kita lagi lihat, memang di antara MBR ke atas ini kan ada juga yang butuh kebutuhan (pembiayaan rumah)," ujar dia di Cengkareng, Jakarta, Senin (13/5/2024).

Pria yang akrab disapa Tiko ini juga bakal mengusulkan untuk memberikan keringanan bunga bagi kelompok masyarakat yang berhak mendapat KPR subsidi.

"Kalau sekarang kan KPR ada skema komersial. Kalau di bawah memang ada model MBR dengan FLPP, mungkin kita tambah skema baru ke depan. Nanti kita usulkan skema pengurangan bunga di desil menengah ini," jelasnya.

Skema Subsidi KPR

Sebelumnya, Direktur Utama BTN Nixon Napitulu sempat menyampaikan ide agar skema subsidi KPR bisa diberikan kepada pekerja dengan pendapatan di atas Rp 8 juta. "Kalau ini terjadi, maka daya jangkau masyarakat lebih besar," kata Nixon dalam paparan kinerja kuartal I 2024, beberapa waktu lalu.

Selain itu, BTN juga mengusulkan skema KPR baru melalui dana abadi, sejalan dengan target yang dicanangkan Prabowo-Gibran untuk membangun 3 juta rumah per tahun.

Nixon menyampaikan, subsidi KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) perlu diubah menjadi dana abadi, dengan tujuan untuk meringankan beban APBN.

"Ini sudah dibahas dengan pemerintah, kombinasi antara FLPP, yaitu kalau pemerintah dalam tiap tahun kasih FLPP sekitar Rp19 triliun-25 triliun, dengan uang yang sama dijadikan dana abadi," ungkapnya.

Menurut dia, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) perlu memutar dana abadi tersebut untuk diinvestasikan pada instrumen tertentu. Dengan imbal hasil dari investasi, dana tersebut pada akhirnya bisa dipakai untuk membayar selesih bunga KPR.

"Misalnya, kita taruh (dana FLPP) ke surat utang negara dengan return 6 persen. Dengan return 6 persen saja, maka dia akan bisa menutupi KPR dengan pola subsidi selisih bunga," terangnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Wamen BUMN Beri Bocoran Pembentukan Kementerian Perumahan Kabinet Prabowo

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodno menyinggung soal wacana pembentukan Kementerian Perumahan. Dengan maksud agar pemerintah dan pengembang bisa lebih fokus membangun sektor hunian bagi masyarakat.

"Saya dengar ini mungkin ke depan akan ada pemisahan, bahwa ada Kementerian Perumahan lagi ke depan. Jadi benar-benar fokusnya diubah ke agenda perumahan lagi, kita bisa lebih dekat dengan pemerintahan untuk membangun konsep development yang lebih teregulasi," ujarnya di Apartemen Samesta Sentraland Cengkareng, Jakarta, Senin (13/5/2024).

Pasalnya, pria yang akrab disapa Tiko ini menyoroti angka backlog perumahan saat ini bukannya turun, tapi justru semakin membesar.

"Dulu seingat saya pernah 10 juta waktu awal-awal 2015, sekarang malah 12 juta karena covid. Karena waktu covid mungkin pengembang-pengembang sangat terbatas," imbuh Tiko.

Oleh karenanya, ia meminta untuk dilakukan transformasi pola subsidi sektor perumahan dari dukungan pemerintah. Khususnya untuk mendukung pendanaan bagi pengembang semisal Perum Perumnas.

"Karena waktu saya masuk Perumnas, saya bingung juga. Ini Perum, tapi kok enggak ada dukungan pemerintah. Ini kita dorong terus, bagaimana konsep Perum ini, apa dukungan pemerintah," ungkap Tiko.

"Dan memang saya selama 2-3 tahun ini sama pak Budi (Saddewa Soediro, Dirut Perumnas), pak Nixon (LP Napitpulu, Dirut BTN) bingung juga. Karena ekosistem perumahan ini banyak pemainnya, ada Bapertarum, segala macam, tapi produk pendanaan developernya enggak ada," sambungnya.

 

3 dari 3 halaman

Konsep Fasilitas Likuiditas

Tiko juga mengaku sudah berdiskusi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk memperluas konsep fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) agar seperti model Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Tak hanya untuk konsumen, ia juga mendorong Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati agar lebih bisa mendukung pola pembiayaan bagi pihak pengembang.

"Tapi yang harus disampaikan ke pak Basuki dan Bu Menkeu, tidak ada model pendanaan buat developer-nya. Maka developer ini membutuhkan dukungan capital yang besar untuk bisa menghasilkan unit secara konsisten dengan skala besar dan dengan efisiensi. Oleh karena itu nanti kita terus dorong," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini