Sukses

Tembus 16.000 per USD, Rupiah Bakal Makin Anjlok Imbas Konflik Iran dan Israel?

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS telah melemah hingga menembus level Rp 16.000 per dolar AS. Selama libur Lebaran 2024, rupiah cenderung lesu terhadap dolar AS, lantas bagaimana potensi Rupiah dengan adanya konflik Israel dengan Iran?

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS telah melemah hingga menembus level Rp 16.000 per dolar AS. Berdasarkan data Google Finance, Senin, 15 April 2024 pukul 12.30, Rupiah menyentuh level Rp 16.071 per dolar AS).  

Selama libur Lebaran 2024, rupiah cenderung lesu terhadap dolar AS, lantas bagaimana potensi Rupiah dengan adanya konflik Israel dengan Iran

Ekonom sekaligus Mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019-2021 Bambang Brodjonegoro menjelaskan Rupiah telah melemah sebelum ada isu Iran dan Israel karena Dolar AS terus menguat dibandingkan mata uang lain, semua pihak menyangka The Fed akan segera menurunkan suku bunga, tetapi tidak.

“Saya sendiri prediksi The Fed tidak mungkin menurunkan suku bunga sampai tengah tahun ini karena tingkat inflasi AS masih di atas target. Intinya secara eksternal kita akan menghadapi tantangan serius. Ini bisa membuat Rupiah tertekan. Sampai level berapa tentu sulit,” kata Bambang dalam webinar Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter, Senin (15/4/2024). 

Bambang menambahkan, situasi yang terjadi saat ini adalah The Fed belum menurunkan suku bunga dan adanya konflik Iran dan Israel membuat Dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang lainnya. 

Adapun menurut Bambang, Bank Indonesia (BI) saat ini harus bisa menahan agar fluktuasi nilai tukar Dolar AS bisa lebih stabil. Sebagai langkah antisipasi dampak suku bunga The Fed, BI diperkirakan akan tetap melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah. 

Ia menambahkan, keputusan untuk menaikan suku bunga BI,  juga bukan merupakan langkah yang tepat mengingat kondisi dolar AS saat ini yang menguat terhadap hampir semua mata uang negara lainnya. 

"Intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius, dan ini yang bisa membuat rupiah menjadi tertekan. Tapi juga BI tidak mungkin menggunakan cadangan dolar begitu saja untuk melakukan intervensi karena akibatnya akan fatal," jelasnya. 

Adapun, akibat konflik Iran dan Israel ini, investor akan beralih pada aset safe haven. Menurutnya, tempat paling aman itu selalu dua yaitu Dolar AS dan obligasi AS.  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Imbas Perang Iran vs Israel, Ekonomi Indonesia 2024 Diramal Tumbuh di Bawah 5%

Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 berpotensi meleset dari target 5 persen yang ditetapkan pemerintah.

Menyusul, meningkatnya ketegangan geopolitik di  Timur Tengah akibat konflik Iran dan Israel.

"Sebenarnya sebelum ada eskalasi iran Israel, semua pihak yakin 5 persen tercapai. Tapi barangkali, kalau eskalasi ini lebih besar dan lebih lama dan membuat gamang banyak pihak, mungkin target 5 persen akan challenging (menantang)," katanya dalam webinar Dampak Konflik Iran - Israel ke Ekonomi RI di Jakarta, Senin (15/4).

Bahkan, ekonomi Indonesia 2024  diprediksi hanya tumbuh di rentang 4,6 sampai 4,8 persen di tahun ini jika konflik antara Iran dan Israel terus berlanjut.

"Mungkin akan bisa terdorong ke bawah, sekitar 4,6 sampai 4,8 persen karena gangguan dari itu," ujar Bambang.

Dia mencontohkan, sejumlah sinyal buruk yang telah dirasakan ekonomi Indonesia adalah tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Merujuk data real time Google Finance, nilai tukar rupiah mencapai Rp16.096 per USD pada penutupan perdagangan Jumat (12/4).

"Jadi, intinya secara eksternal memang kita akan menghadapi tantangan yang serius. Dan ini yang bisa membuat Rupiah menjadi tertekan," bebernya.

 

3 dari 3 halaman

Konflik Iran dan Israel

Selain itu, konflik antara Iran dan Israel juga berpotensi mendorong laju inflasi yang lebih tinggi. Inflasi ini dipicu oleh kenaikan berbagai bahan pangan hingga minyak mentah asal impor akibat meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah.

"Jadi perkiraan saya inflasi akan lebih tinggi. Satu karena memang ada masalah di dalam negeri yaitu harga pangan bergejolak. Dua, inflasi yang kemungkinan berasal dari harga yang diatur pemerintah. Apakah itu BBM, apakah elpiji, atau yang lainnya," ungkap Bambang.

Dia meminta pemerintah untuk memastikan sektor konsumsi domestik tetap terjaga untuk menopang perekonomian nasional. Antara lain dengan mengoptimalkan penyelenggaraan pilkada serentak hingga menjalankan pembangunan infrastruktur fisik di sejumlah daerah. 

"Jadi harapan satu-satunya agar pertumbuhan ekonomi masih bisa 5 persen adalah dampak dari pilkada. Kemudian, barangkali intensitas konsumsi yang sifatnya fisik masih akan terjadi," ujar Bambang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini