Sukses

Perang Ukraina Ternyata Ganggu Pertumbuhan Penjualan Minuman Ringan

Krisis geopolitik, termasuk dinamika terkait perang Rusia-Ukraina yang berimbas pada melonjaknya biaya logistik dan menganggu rantai pasokan global. Hal ini membuat pertumbuhan penjualan minuman terganggu.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo, mengungkapkan tingkat pertumbuhan penjualan minuman ringan secara umum tahun 2023 masih rendah yakni 3,1 persen. Hal itu dipengaruhi oleh 3 faktor.

Faktor pertama yakni krisis geopolitik, termasuk dinamika terkait perang Rusia-Ukraina yang berimbas pada melonjaknya biaya logistik dan menganggu rantai pasokan global.

"Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan kami, ada geopolitik yang berimbas pada biaya logistik dan supply chain," kata Triyono dalam Konferensi Pers bertajuk “Kinerja Industri Minuman di Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024” di Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2024).

Selanjutnya, faktor kedua adalah kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku. Sebagai contoh, harga gula mengalami kenaikan sebesar 16,48 persen dari 2022 ke tahun 2023.

Faktor ketiga yakni laju tingkat inflasi komponen harga pangan mencapai 8,47 persen pada Februari 2024, lebih tinggi dari laju inflasi secara umum yaitu 2,61 persen (yoy). Hal ini berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, di mana fokus konsumen yang tersita oleh kebutuhan primer.

"Kemudian kemarau berkepanjangan dan laju inflasi yang cukup tinggi, sehingga menjadi tantangan bagi kami di tahun 2024," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sustainable

Di sisi lain, kata Triyono, pertumbuhan industri minuman masih belum mencapai level atau tingkat yang "Sustainable".

"Kita lihat kinerjanya masih belum baik. Kita lihat pertumbuhan industri minuman belum sustainable, kita pikir ulang bagaimana agar bisa lebih baik," ujarnya.

Lalu, preferensi konsumsi konsumen Indonesia masih pada makanan dan minuman non olahan atau Non Alcoholic Ready to Drink (NARTD) belum menjadi pilihan primer.

"Konsumen Indonesia masih fokus pada non olahan, artinya ada PR agar bagaimana konsumen mau membeli produk kami," katanya.

Kendati demikian, pelaku usaha minuman ringan optimis tahun 2024 merupakan kesempatan bagi industri minuman untuk bangkit dari keterpurukan dampak covid.

"Kami melihat 2024 kesempatan untuk rebound karena covid sudah lewat dan orang-orang sudah bebas, tapi memang ada tantangan karena ada Pilpres sehingga sedikit membuat kami berpikir ke depannya bagaimana policy nya," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.