Sukses

Ekonomi Jepang Mulai Pulih Usai Selamat dari Resesi, tapi Masih Loyo

Jepang mencatat pertumbuhan ekonomi 0,4 persen secara tahunan pada kuartal terakhir 2023.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda mengungkapkan bahwa perekonomian Jepang telah memasuki proses untuk pulih secara moderat, namun ada beberapa pelemahan yang terlihat pada data ekonomi terbaru.

"Kami fokus pada apakah siklus inflasi upah yang positif akan dimulai, dalam menilai apakah pencapaian target inflasi kami yang berkelanjutan dan stabil sudah mulai terlihat," kata Ueda kepada parlemen Jepang, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (12/3/2024).

Dalam konferensi pers sebelumnya, Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki mengatakan bahwa negara tersebut belum berada pada tahap dapat dinyatakan deflasi, meskipun ada beberapa perkembangan positif seperti kenaikan upah yang tinggi dan belanja modal perusahaan yang mencapai rekor tinggi.

Dalam pernyataannya kepada wartawan, Suzuki mengatakan dia mengetahui bahwa Deputi Gubernur Bank of Japan Shinichi Uchida akan melanjutkan pengaturan moneter yang akomodatif bahkan setelah bank sentral mengakhiri kebijakan suku bunga negatifnya.

Diwartakan sebelumnya, Jepang mengoreksi data kinerja ekonominya yang kini mencatat pertumbuhan 0,4 persen secara tahunan pada kuartal terakhir 2023 dibandingkan kuartal sebelumnya, lebih baik dari perkiraan awal yang memperkirakan kontraksi 0,4 persen, menurut data pemerintah negara itu.

Data baru ini berarti perekonomian Jepang, yang kini merupakan perekonomian terbesar keempat di dunia setelah Jerman, terhindar dari resesi teknis berkat belanja perusahaan yang lebih besar dari perkiraan untuk pabrik dan peralatan.

Pada basis kuartal-ke-kuartal, PDB Jepang tumbuh sebesar 0,1 persen, dibandingkan dengan penurunan awal sebesar 0,1 persen dan perkiraan median untuk kenaikan sebesar 0,3 persen.

Revisi angka ekonomi Jepang terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi pasar terhadap Bank of Japan untuk menghentikan suku bunga negatif awal bulan ini, sebagian dipicu oleh komentar hawkish anggota dewan baru-baru ini bahwa Jepang bergerak menuju target inflasi bank sentral sebesar 2 persen,

BOJ dijadwalkan mengadakan pertemuan penetapan kebijakan selama dua hari pada 18 dan 19 Maret mendatang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

IMF Was-Was, Resesi Jepang Berpengaruh ke Dunia

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa pihaknya mengamati perkembangan resesi yang terjadi pada perekomonian Inggris dan Jepang.

IMF menyoroti kinerja ekonomi Jepang yang lemah pada tahun 2023, yang dikhawatirkan. menambah risiko penurunan pada tahun 2024.

Sementara itu, ada indikator-indikator pemulihan di Inggris pada tahun ini, menurut IMF.

Mengutip US News, Selasa (27/2/2024) jutu bicara IMF Julie Kozack mengatakan kepada wartawan bahwa ituakan mempertimbangkan informasi baru mengenai perekonomian Jepang dan Inggris, ketika mereka menyiapkan perkiraan ekonomi global baru yang akan dirilis pada bulan April mendatang.

Kozack mencatat bahwa inflasi di berbagai negara telah mereda, namun "pekerjaan kebijakan moneter belum selesai.

IMF pun mendesak bank-bank sentral dunia untuk berhati-hati terhadap pelonggaran suku bunga yang terlalu dini.

Tetapi Kozack juga mengakui bahwa “Ketika inflasi dan ekspektasi inflasi jelas dan tegas bergerak menuju tingkat target, beberapa penyesuaian kebijakan moneter “mungkin diperlukan”.

Seperti diketahui, Jepang secara tak terduga tergelincir ke dalam resesi pada akhir 2023 lalu, menggesernya dari  predikat sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia.

Beberapa analis memperingatkan akan adanya kontraksi lagi pada kuartal ini karena lemahnya permintaan di China, lesunya konsumsi dan terhentinya produksi di salah satu unit Toyota.

3 dari 4 halaman

IMF: Ekonomi Jepang Loyo Imbas Pelemahan Konsumsi

Kozack mengatakan output Jepang yang lebih lemah dari perkiraan pada paruh kedua didorong oleh lemahnya konsumsi domestik dan investasi, meskipun pertumbuhan pada tahun 2023 secara keseluruhan tetap kuat berkat ekspor yang kuat.

"Kami melihat kinerja yang lebih lemah pada tahun 2023 dapat menambah risiko penurunan perekonomian Jepang," tambahnya.

Sementara itu, IMF tidak memperkirakan protes petani yang sedang berlangsung di Prancis, Spanyol, dan negara-negara lain di Eropa akan berdampak besar pada output perekonomian negara-negara tersebut mengingat kecilnya peran pertanian di sana.

Namun dia mengatakan mungkin ada "dampak signifikan" terhadap harga jika protes terus berlanjut selama beberapa waktu.

4 dari 4 halaman

Jepang dan Inggris Resesi, Bos BI Cemas Ganggu Ekonomi Dunia

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Jepang dan Inggris yang memasuki resesi dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia ke depan.

Diketahui, Produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi 0,4 persen, dan produk domestik bruto negara Inggris menyusut 0,3 persen keduanya mengalami resesi.

"Kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam 2 triwulan berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia kedepan," kata Perry dalam konferensi pers RDG Februari 2024, Rabu (21/2/2024).

Padahal kata Perry, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.

Ekonomi global diperkirakan tumbuh sebesar 3,1 persen pada tahun 2023 dan 3 persen pada tahun 2024, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya yang 3 persen dan 2,8 persen.

Menurutnya, meningkatnya prediksi tersebut dipengaruhi oleh perbaikan yang utamanya ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat dan India sejalan dengan investasi dan konsumsi yang tinggi.

Ekonomi Tiongkok Lemah

Sementara itu, BI mencatat pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih lemah, apalagi ditambah dengan adanya kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang masuk dalam jurang resesi dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dunia.

Disisi lain, eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut juga dapat mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunan inflasi global.

"Perkembangan ini mengakibatkan ketidakpastian di pasar keuangan dunia masih tinggi," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini