Sukses

Harga Minyak Mentah Naik, Pemerintah Belum akan Dongkrak Harga BBM Subsidi

Pemerintah menyiapkan dana cukup besar untuk subsidi energi di tahun 2024 ini. Angkanya mencapai Rp 186,9 triliun, baik untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquified Petroleum Gas (LPG), dan listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia terus mengalami kenaikan sejak adanya konflik di Timur Tengah. Kenaikan harga minyak mentah ini membuat sejumlah pihak khawatir akan mendorong kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. 

Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM dalam waktu dekat ini terutama untuk BBM subsidi.  "Tidak ada kenaikan dalam waktu dekat," ujar Airlangga di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).

Menko Airlangga menekankan, saat ini anggaran pemerintah untuk program BBM subsidi masih tersedia. Pemerintah sendiri baru akan melakukan evaluasi harga BBM dalam kurun waktu 6 bulan. "Kita lihat kita bisa evaluasi 6 bulan, tapi anggarannya (subsidi) masih cukup tersedia," ucapnya.

Kenaikan harga minyak mentah masih bersifat fluktuatif di awal 2024. Di sisi lain, ruang fiskal masih yang dimiliki pemerintah masih cukup memadai dalam merespon kenaikan harga minyak mentah dunia.

"Pertama ini masih bulan Januari/Februari jadi ruangan fiskal masih cukup luas, jadi tidak ada kenaikan dalam waktu dekat, dan ke depan kita masih melihat fluktuasi harga bbm karena harga belum stabil," pungkasnya.

Untuk diketahui, pemerintah menyiapkan dana cukup besar untuk subsidi energi di tahun 2024 ini. Angkanya mencapai Rp 186,9 triliun, baik untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquified Petroleum Gas (LPG), dan listrik.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan angka alokasi subsidi energi itu berkaca pada realisasi subsidi di 2023. Tercatat ada realisasi sebesar Rp 159,6 triliun, dengan Rp 95,6 triliun untuk BBM dan LPG, serta Rp 64 triliun untuk subsidi listrik.

"Kemudian di 2024 targetnya itu untuk BBM dan LPG sebesar Rp113,3 triliun, kita liat ini tren (konsumsi) meningkat," ujar Arifin dalam Konferensi Pers Capaian Sektor ESDM Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (16/1/2024).

"Ini tentu saja kita antisipasi harga bahan baku minyak mentahnya juga demand yang juga cukup meningkat, dan kita liat juga listrik juga meningkat menjadi Rp73,6 (triliun). Totalnya subsidi ini Rp186,9 triliun," imbuhnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pakai BBM Nonsubsidi

Guna mengoptimalkan porsi kucuran subsidi, Arifin berharap harga bahan baku seperti minyak dunia bisa berangsur turun. Dengan begitu, harapannya, beban terhadap dana subsidi menjadi lebih ringan dan efisien.

"Kita berharap juga bahwa adanya perubahan-perubahan keadaan di global yang memang bisa memberikan dampak positif yang bagus untuk pengehmatan subsidi kita dalam negeri," ucapnya.

Sementara itu, di sisi lain, Arifin meminta masyarakat turut bisa terlibat dalam mengurangi beban subsidi ini. Caranya, bisa dengan menggunakan BBM non subsidi.

"Intinya bagaimana kita bisa mengefesiensikan subsidi energi tanpa mengurangi kebutuhan, itu harus dari semua pihak berpartisipasi. Nah ini perlu masyarakat juga untuk bisa membantu kan lebih bagus kita hemat biaya subsidinya dan bisa dimanfaatkan untuk sektor lainnya yang masih membutuhkan," tutur Arifin.

Dengan dukungan regulasi nantinya, dia berharap hanya kelompok yang berhak saja yang mendapatkan alokasi subsidi.

"Inilah yang memang kita harus lakukan dan harus kita selesaikan ke depan, tapi memang konsistensi program harus bisa dilanjutkan," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Pembatasan Pertalite

Sebelumnya, Pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM)bersubsidi jenis Pertalite masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Hal tersebut diungkap oleh Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (disingkat BPH Migas) Erika Retnowati.

“Jadi kita tunggu, nanti kalau sudah ada terbit dari revisi Perpresnya, kita baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan Pertalite,” kata Erika dikutip dari Antara, Selasa (9/1/2024).

Perlu ada pengaturan yang lebih rinci terkait klasifikasi konsumen pengguna Pertalite. Saat ini, regulasi yang berlaku, yakni Perpres Nomor 191 tahun 2014, baru mengatur konsumen pengguna untuk Solar. Revisi Perpres tersebut dibutuhkan karena di dalamnya akan ditetapkan siapa saja konsumen yang berhak menggunakan Pertalite.

BPH Migas mengakui bahwa saat ini telah mengusulkan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 agar memiliki landasan hukum yang jelas terkait ketentuan penggunaan Pertalite.

“Jadikan pengaturan untuk BBM bersubsidi itu akan diatur di dalam Perpres. Di dalam Perpres akan ditetapkan siapa konsumen penggunanya,” kata Erika.

“Kalau sudah ada terbit dari revisi Perpresnya baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan pertalite,” ucap Erika menambahkan.

Usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan 2022 lalu. Revisi Perpres tersebut dinilai penting oleh berbagai pihak untuk mengendalikan konsumsi BBM subsidi Pertalite agar tidak melampaui kuota yang ditetapkan dalam APBN.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.