Sukses

Jumlah Pemungut Bertambah 4, Setoran PPN PMSE Tembus Rp 12,2 Triliun

Dari keseluruhan pemungut pajak PPN PMSE yang telah ditunjuk tersebut, 129 di antaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran sebesar Rp 12,2 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menunjuk 148 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sampai dengan 30 April 2023. Ada tambahan 4 pelaku usaha pemungut PPN PMSE jika dibandingkan dengan bulan lalu.

Adapan keempat pelaku usaha yang ditunjuk pada April ini, yakni Agoda Company Pte. Ltd, Tencent Music Entertainment Hong Kong, Supercell Oy dan WPEngine, Inc.

Dari keseluruhan pemungut pajak yang telah ditunjuk tersebut, 129 di antaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran sebesar Rp 12,2 triliun.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, dan Rp 2,04 triliun setoran tahun 2023,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta (3/5/2023).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022, pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.

Selain itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

Ke depan, untuk terus menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

Kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE yakni, nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan; dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tarif PPN bakal Naik 12 Persen di Tahun Politik?, Ini Kata Kemenkeu

Menjelang tahun politik, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengungkapkan ada kemungkinan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinaikkan menjadi 12 persen.
 
"(Ada tahun politik) pasti lah (PPN naik jadi pertimbangan), tapi tentu ada pembicaraan lebih lanjut kapan dinaikkan," kata Yon Arsal saat ditemui di acara Asia Pasific Tax Forum, di Hotel Arya Duta, di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
 
Yon menegaskan, sebagaimana ketetapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.
 
"Tapi Undang-Undang nya di UU bunyinya paling lambat 1 januari 2025. Kapan? itu harus ada pertimbangan yang mendalam kapan akan dilakukan. Kita lihat situasinya," ujarnya.
 
Sebagai informasi, tarif PPN sendiri telah ditetapkan pemerintah Indonesia menjadi 11 persen sejak 1 April 2022 lalu dan akan dinaikkan secara bertahap sampai dengan 12 persen di tahun 2025. 
 
Hal ini disebut dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN. 
 
Sedangkan dalam pasal 7 ayat (3) dijelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah paling tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen dan perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif PPN ini mengalami kenaikan sebesar 1 persen dimana sebelum perubahan ditetapkan sebesar 10 persen.
 
Adapun kebijakan untuk menaikkan tarif PPN adalah salah satu usaha pemerintah, guna meningkatkan jumlah penerimaan negara di sektor pajak. 
3 dari 5 halaman

Pemerintah Atur Ulang Pajak Emas, Simak Rinciannya

Pemerintah mengatur ulang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan/penyerahan emas dan jasa terkait penjualan/penyerahan atas emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis.

Pengaturan ulang lainnya juga dilakukan pada jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh Pabrikan dan Pedagang Emas Perhiasan serta Pengusaha Emas Batangan.

Mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, Rabu (3/5/2023) Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Dwi Astuti mengatakan bahwa pengaturan ulang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, kesederhanaan, serta penurunan tarif.

"Penurunan tarif dimaksudkan sebagai alat untuk mendorong semua pelaku usaha industri emas perhiasan masuk dalam sistem sehingga tercipta level playing field di semua lapisan ekosistem industri emas perhiasan," jelas Dwi.

Dwi menjelaskan mekanisme baru pengenaan pajak atas emas dan jasa, diantaranya adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pabrikan Emas Perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran sebesar 1,1 persen dari harga jual, untuk penyerahan kepada Pabrikan Emas Perhiasan lainnya.

Adapun pungutan  1,65 persen dari harga jual untuk pedagang Emas Perhiasan dalam penyerahan kepada konsumen akhir, serta wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual dalam hal PKP memiliki Faktur Pajak/dokumen tertentu lengkap atas perolehan/impor emas perhiasan, atau 1,65 persen dari harga jual dalam hal tidak memilikinya.

Khusus penyerahan oleh PKP Pedagang Emas Perhiasan kepada Pabrikan Emas Perhiasan, besaran tertentu ditetapkan sebesar 0 persen dari harga jual.

Dwi mengatakan, tarif tersebut turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK-30/PMK.03/2014, dimana PKP Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan terutang PPN sebesar 10 persen dikali Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 20 persen dari harga jual atau penggantian (tarif efektifnya 2 persen dari harga jual atau penggantian).

 

4 dari 5 halaman

Emas Batangan Kepentingan Devisa Tak Dikenakan PPN

Di sisi lain, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara tidak dikenai PPN. 

Sementara untuk emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara, diberikan fasilitas PPN tidak dipungut dalam hal memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam PP49/2022.

Untuk pengusaha Emas Batangan, mereka juga wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga jual, kecuali penjualan emas batangan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final cfm. PP-55/2022 (eks PP-23/2018).

Wajib Pajak yang memiliki SKB pemungutan PPh, Bank Indonesia, atau penjualan melalui pasar fisik emas digital sesuai ketentuan mengenai perdagangan berjangka komoditi.

PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan.

Tarif PPh Pasal 22 ini terhitung turun jika dibandingkan pengaturan sebelumnya dalam PMK34/PMK.010/2017, dimana sebelumnya, dipungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45 persen dari harga jual.

Namun, pendekatan pengaturan baru ini tidak hanya memperhatikan dari sisi emas perhiasan saja, tetapi juga memperhatikan dari sisi Pengusaha Emas Perhiasan.

Oleh karena itu, apabila PKP Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan juga menjual perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis, kini perlakuan PPN-nya sama dengan emas perhiasan.

5 dari 5 halaman

PKP Pedagang Emas Perhiasan Wajib Memungut PPN

Sementara itu, PKP Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari harga jual.

Selain itu, sama seperti pengusaha emas batangan, Pabrikan dan Pedagang Emas Perhiasan juga wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persendari harga jual, kecuali penjualan kepada konsumen akhir, WP yang dikenai PPh final cfm. PP-55/2022 (eks PP-23/2018), atau WP yang memiliki SKB pemungutan PPh.

PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan.

PKP Pabrikan dan PKP Pedagang Emas Perhiasan juga wajib memungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 1,1 persen dari penggantian atas penyerahan jasa yang terkait dengan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, dan/atau batu permata dan/atau batu lainnya yang sejenis.

Kemudian, atas imbalan jasa tersebut, dipotong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 sesuai ketentuan umum oleh pihak yang membayarkan imbalan jasa, kecuali WP penerima imbalan merupakan WP yang dikenai PPh final cfm. PP-55/2022 (eks PP-23/2018), dan WP yang memiliki SKB pemotongan PPh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini