Liputan6.com, Jakarta Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, mengatakan terdapat dua dimensi Over Dimensi dan Overloading atau disingkat Truk ODOL, yakni dimensi kebijakan dan dimensi teknis.
Permasalahan sering terjadi dari sisi teknis, lantaran para pengusaha angkutan kurang memahami kondisi kendaraannya. Seharusnya, mereka dibekali kompetensi mengenai sistem rangka kendaraan utamanya truk agar tidak terjadi ODOL.
"Di sisi teknis ini kalau kita perhatikan para pengusaha angkutan, kita mohon maaf ini perlu dibekali kompetensi. Jadi mereka itu harus paham mengenai sistem rangka, mereka harus paham," kata Ahmad Wildan dalam Forum Group Discussion Moda LLAJ KNKT "Permasalahan ODOL dan Masa Depan Angkutan Barang di Indonesia", Rabu (15/3/2023).
Advertisement
Bahkan kata Wildan, banyak pengusaha angkutan tidak paham dalam membedakan ban truk. Biasanya mereka asal dalam menggunakan ban pada saat mengangkut muatan berlebih. Alhasil banyak truk ODOL yang mengalami kecelakaan di jalan tol akibat gear ban patah.
"Mereka tidak paham ban. Ban aja mereka banyak salah tafsir, ban itu peruntukannya beda-beda tergantung jalan dan tergantung lainnya belum lagi kalau kita bicara transmisi final gear dan sebagainya kemudian daya motor dan sebagainya ini menjadi masalah besar, mereka nggak ngerti," ujarnya.
Tak Mau Ganti Ban
Tak hanya itu saja, pengusaha angkutan truk juga kerap mengakali dengan mengencangkan baut roda ban, dibanding mengganti dengan ban yang bagus. Hal itu dilakukan untuk menekan biaya logistik. Namun ternyata dampaknya sangat berbahaya bagi supir truk dan tentunya pengguna jalan, karena bisa menyebabkan kecelakaan.
"Saya menemukan ketika mereka melakukan overloading yang mereka lakukan justru mengencangkan baut roda dengan impact. Kemudian banyak dikuatin, bannya dimaksimalkan akhirnya saya seringkali menemukan baut roda patah dan kadangkala teman-teman dishub itu tidak bisa membedakan patahannya," ujarnya.
Muatan Berlebih
Baut roda yang patah itu disebabkan tekanan angin dan muatan yang berlebihan, sehingga menyebabkan ban pecah dan menekan baut roda kemudian menjadi patah.
"Namanya ban terbuatnya dari strukturnya benang nilon bukan dari kawat. Makanya pecah pada ban radial karena tekanan anginnya kurang itu dilakukan oleh semua orang yang over loading ketika tekanan anginnya berlebihan benangnya tidak kuat putus pecah," jelasnya.
Memang truk masih bisa jalan jika membawa muatan berlebih, tapi truk tersebut tidak bisa melaju dengan normal. Alhasil menyebabkan masalah terhadap tekanan ban. Tak hanya itu saja, karena laju truk odol yang lambat juga menyebabkan antrian panjang di jalan tol, bahkan kemungkinan buruknya menyebabkan kecelakaan.
"70 ton bisa jalan nggak bisa tapi yang masalahnya tidak bisa lari, karena gearnya sudah kesedot ke ban. Jadi kendaraan itu sebenarnya daya motornya diperuntukan dua hal yaitu untuk gendong dan untuk lari ketika yang digendong itu berat maka tenaganya habis untuk gendong," pungkasnya.
Advertisement
Pemerintah Diminta Tindak Tegas Pengusaha dan Sopir Truk ODOL
Investasi asing bisa menyinggung persoalan nasionalisme jika kehadirannya justru ikut berperan besar menambah masalah di Indonesia, khususnya di sektor kerusakan infrastruktur jalan.
Tak main-main, Kerugian negara berupa kerusakan infrastruktur jalan nasional mencapai Rp 43 triliun per tahun, akibat truk yang melanggar aturan Over-Dimension Overload (ODOL) atau truk kelebihan muatan.
“Penegakan hukum harus ditujukan ke para pemilik barang, termasuk perusahaan multinasional yang di negara asalnya mereka justru patuh pada peraturan perundangan,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Riset Lingkungan Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin di Jakarta, Kamis (2/1/2023).
“Kalau bukan dimiliki lokal, biasanya perusahaannya terikat dengan perusahaan prinsipal di negara asalnya yang terikat erat dengan peraturan perundangan,” lanjut dia.
Bila pengusaha lokal saja tidak peduli nasionalisme karena telah melakukan perusakan fasilitas publik strategis, jangan heran bila pelaku usaha asing pun memanfaatkan kondisi hukum di negara dunia ketiga seperti Indonesia yang dinilai masih lemah.
“Kemenhub dalam konteks ini harus tegas untuk memproses hukum pidana berat para pelaku ODOL, termasuk para pemilik truk dan sopirnya. Karena kalau ODOL-nya saja itu tindak pidana ringan,” katanya.
Menanggapi rencana untuk menghentikan operasi armada truk ODOL ini, Ahmad menegaskan bahwa masyarakat sipil berada di belakang pemerintah dalam melindungi keselamatan warga masyarakat dan juga aset-aset negara dari kerusakan.