Sukses

Ekspor Indonesia di Desember 2022 Turun 1,10 Persen Jadi USD 23,83 Miliar

Beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan ekspor antara lain bahan bakar mineral sebesar 9,44 persen dan lemak dan minyak hewan (nabati) 9,47 persen.

Liputan6.com, Jakarta Nilai ekspor Indonesia pada Desember 2022 tercatat USD 23,83 miliar. Angka ini turun 1,10 persen jika dibandingkan dengan November 2022 yang tercatat USD 24,12 Miliar.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menjelaskan, ekspor pada Desember 2022 mengalami penurunan dorong oleh melorotnya ekspor nonmigas yang sebesar USD 22,35 miliar. Angka ini turun 2,73 persen jika dibandingkan dengan November 2022 yang tercatat USD 22,99 miliar.

"Jadi 4 bulan berturut-turut ini menurun baik dari sisi nilai ataupun volume," jelas Margo dalam acara konferensi pers di Gedung BPS, Senin (16/1/2023).

Beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan ekspor antara lain bahan bakar mineral sebesar 9,44 persen, lemak dan minyak hewan (nabati) 9,47 persen, barang dari besi dan baja turun 50,47 persen dan logam mulia dan perhiasan 11,61 persen.

Kendati begitu, ekspor migas masih mengalami peningkatan sebesar USD 1,49 miliar atau 32,45 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Kenaikan ekspor migas ini terutama didorong oleh peningkatan ekspor minyak mentah 73,24 persen dengan volume yang juga naik sebesar 95,70 persen. Kemudian hasil minyak 31,73 persen dengan volume 45,54 persen serta gas alami peningkatan 28,18 persen dan volume 24,12 persen.

Ekspor secara kumulatif Januari hingga Desember 2022 mencapai USD 291,98 miliar atau meningkat 26,07 persen dibandingkan tahun 2021. "Ekspor kita meningkat secara tahunan," kata Margo. 

Sedangkan perkembangan ekspor sepanjang 2022 menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Desember 2022 naik 16,45 persen dibanding periode yang sama tahun 2021, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 10,52 persen, serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 71,22 persen.

Disisi lain ekspor nonmigas Desember 2022 terbesar adalah ke Tiongkok, yaitu sebesar USD 5,79 miliar, disusul Jepang sebesar USD 2,08 miliar dan Amerika Serikat sebesar USD 2,06 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 44,39 persen. Sementara itu, ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa masing-masing sebesar USD 4,28 miliar dan USD 1,64 miliar.

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perkuat Pasar Ekspor jadi Senjata Mendag Hadapi Ancaman Resesi 2023

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengaku tak takut menghadapi ancaman resesi 2023 yang diprediksi oleh beberapa pihak.

Sebab, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mempersiapkan skema baru dalam menghadapi ancaman tersebut, yakni memperkuat pasar ekspor tradisional dan memperluas pasar baru melalui berbagai perjanjian perdagangan internasional.

"Kita mengembangkan potensi pasar non tradisional yang potensinya besar sekali seperti Afrika, dan India, orangnya banyak," kata Mendag saat ditemui di SCTV Tower, Kamis (12/1/2023).

Adapun saat ini Indonesia juga memiliki sejumlah perjanjian perdagangan bilateral dengan negara nontradisional, diantaranya Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Mozambique Preferential Trade Agreement (PTA), Indonesia-Pakistan PTA.

"Pertama, kita mengembangkan pasar baru Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, Latin Amerika, Eropa Timur. Bagaimana caranya? kita kirim delegasi bisnis dan kita permudah tool way-nya dalam bentuk perjanjian, seperti trade agreement," ujar Mendag.

Dia menjelaskan, dengan upaya perluasan pasar yang lebih aktif dan dalam rangka pemulihan ekonomi pasca pandemi melalui pasar nontradisional, dilakukan dengan mencari dan memanfaatkan peluang di negara-negara nontradisional sebagai alternatif pasar ekspor.

 

3 dari 3 halaman

Kinerja Perdagangan Indonesia

Lebih lanjut Mendag melihat, kinerja perdagangan Indonesia terus menuju pada tren yang positif. Hal itu terlihat dari neraca perdagangan pada periode Januari−November 2022 surplus mencapai USD 50,59 miliar.

Surplus neraca perdagangan ini ditopang oleh surplus non migas sebesar USD 73,24 miliar dan defisit migas sebesar USD 22,65 miliar.

"Saya melihat tren kuartal pertama dan kedua respon kita trennya naik, kuartal ketiga memang melambat, tapi kita surplus sampai hari ini USD 50,59 miliar. Ekonomi kita tumbuh 5,72 persen tapi tren itu perlu kita pelajari, kita tahu langkah-langkah apa yang akan diambil," ujarnya.

Apalagi dengan adanya isu resesi, pertumbuhan ekonomi dunia juga diprediksi akan mengalami perlambatan. Tentu hal itu akan berpengaruh terhadap Indonesia, oleh karena itu harus diantisipasi agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terganggu.

"Pertumbuhannya melambat bahkan ada beberapa yang resesi pada 2022 kemarin, Jadi pertumbuhannya turun, perekonomiannya melambat, tentu akan berpengaruh kepada kita, ini harus diantisipasi agar kita tumbuhnya meningkat tidak turun, oleh karena itu kita mengembangkan potensi pasar non tradisional yang potensinya besar sekali," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.