Sukses

Inflasi Mulai Terkendali, OJK: Tapi Jangan Terlalu Gembira

OJK menilai inflasi sudah terlihat mulai ada tanda-tanda penurunan walaupun belum signifikan.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan inflasi sudah terlihat mulai ada tanda-tanda penurunan walaupun belum signifikan. Namun dia mengingatkan untuk jangan terlalu bersenang terlebih dahulu.

"Inflasinya itu sudah ada mulai tanda-tanda turun, belum signifikan jadi kita jangan terlalu gembira dulu tapi sudah mulai ada tanda-tanda moderating," ujar Mirza dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2023, Kamis (15/12).

Menurut Mirza kemungkinan suku bunga di tahun 2023 akan mulai turun. "Bulan Mei masih akan naik tetap mulai bulan Juni atau September atau bulan November suku bunga Amerika di tahun 2023 kemungkinan sudah mulai turun," jelasnya.

"Jadi disatu sisi kita masih menghadapi kenaikan suku bunga tetapi jika inflasinya terkendali," lanjutnya.

Lanjutnya, tentu inflasi terkendali tersebut ada faktor yang sangat tidak diperkirakan yaitu faktor Rusia dan Ukraina. Apabila perangnya merasa maka harga komoditi akan turun terus secara bertahan. Maka tekanan inflasi akan mulai turun sehingga tidak perlu lagi menaikan suku bunga lebih tinggi.

"Artinya bisa saj setelah suku bunga naik menjadi 5 persen atau 5,25 persen untuk Fed fund rate kemudian di akhir tahun 2023 akan terjadi mulai ada penurunan suku bunga," jelasnya.

Apabila Amerika Serikat terus menaikan suku bunga maka, mungkin indonesia masih akan harus menaikan suku bunga untuk mempertahankan stabilitas rupiah. Oleh karena itu ada risiko terhadap debitur-debitur yang menghadapi floating rate, misalnya terkait KPR.

"Negara seperti Indonesia maka sekitar 60 persen dari KPR di Indonesia itu floating rate jadi pasti bunga kpr juga akan meningkat. maka dari itu kepada debitur maupun kepada perbankan juga harus memonitor terkait daya beli dari debitur daya beli masyarakat dan juga daya bayar," tutup dia..

2 dari 3 halaman

BI Ramal Inflasi Indonesia Maksimal 3,5 Persen di 2024

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi akan turun ke level 1,5 persen sampai 3,5 persen pada tahun 2024, setelah kemungkinan berada dalam kisaran 2 persen sampai 4 persen pada 2023.

Adapun saat ini inflasi Indonesia berada pada level 5,42 persen per November 2022 dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

"Perkiraan ini didukung oleh adanya sinergi erat antara pemerintah dengan bank sentral," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Jakarta 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Dia menyebutkan sinergi meredam inflasi didorong oleh subsidi energi oleh pemerintah, kenaikan suku bunga BI yang terukur, langkah-langkah stabilisasi rupiah oleh BI, dan eratnya Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), termasuk Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Sinergi, koordinasi, dan kerja sama, lanjut Perry Warjiyo, menjadi kunci Indonesia selama ini bisa terhindar dari krisis, khususnya saat pandemi COVID-19 melanda dan akan mendukung keberlanjutan proses pemulihan ekonomi nasional.

Dengan sinergi yang ada, Gubernur BI itu optimistis proses pemulihan ekonomi domestik akan terus membaik di tengah gejolak global.

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 akan cukup baik, sekitar 4,5 persen (yoy) sampai 5,3 persen (yoy) dan akan meningkat lebih tinggi menjadi 4,7 persen (yoy) sampai 5,5 persen (yoy) pada 2024.

"Selain ekspor, kenaikan konsumsi dan investasi akan menjadi daya dukung pemulihan ekonomi nasional, serta didukung oleh program hilirisasi, pembangunan infrastruktur, masuknya penanaman modal asing, dan berkembangnya pariwisata," ucap Perry Warjiyo.

3 dari 3 halaman

Berapa Besar Dampak Cukai Rokok Naik ke Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi 2023?

Pemerintah resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 10 persen. Kenaikan cukai rokok ini mulai direalisasikan pada tahun 2023 dan 2024 mendatang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerbut kenaikan tarif cukai rokok tersebut akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam hitungannya, kenaikan tarif cukai ini akan berdampak 0,01 percentage point (ppt) hingga 0,02 ppt bagi tingkat inflasi.

"Dampak terhadap inflasi sangat terbatas yaitu +0,01 ppt sampai +0,02 ppt," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (12/12).

Tak hanya inflasi, kenaikan tarif cukai rokok juga memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Di memperkirakan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi sebesar 0,01 ppt sampai 0,02 ppt.

"Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar -0,01 ppt sampai -0,02 ppt," kata dia.

Sri Mulyani menjelaskan, dengan kenaikan tarif cukai tersebut, maka indeks kemahalan rokok menjadi 12,46 persen di 2023 dan 12,35 persen di tahun 2024.

Selain itu, kenaikan tarif cukai tembakau ini menargetkan penurunan prevalensi perokok anak. Targetnya prevalensi perokok anak turun menjadi 8,29 persen pada 2023 dan 8,79 persen di tahun 2024.

"Prevalensi merokok pada anak menjadi 8,92 persen di 2023 dan 8,79 persen di 2024," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.comÂ