Sukses

Inflasi di Depan Mata, Sri Mulyani Curhat Harga Taco dan Burrito di AS Tambah Mahal

Menkeu Sri Mulyani mencontohkan, satu menu taco atau burrito yang sebelumnya berharga USD 7,5-8 sekarang melonjak USD 12-13.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membagikan momen saat makan siang bersama tim Kementerian Keuangan di sela-sela perjalanan dinas di Washington DC, Amerika Serikat (AS).

Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani memutuskan untuk makan hidangan ala Meksiko yakni taco dan burrito. Kedua makanan itu, selain populer di kalangan masyarakat AS, namun rasanya juga sesuai dengan lidah orang Indonesia.

Makan siang dimana? Jeda waktu satu jam diantara padatnya acara di Washington DC. Saya mengajak tim Kemenkeu untuk makan di Chipotle, makanan casual ala Mexico dengan Taco dan Burrito, populer di kalangan masyarakat kebanyakan Amerika Serikat yang rasanya sesuai dengan lidah melayu kita,” kata Sri Mulyani di kutip dari Instagram pribadi @smindrawati, Selasa (18/10/2022).

Bendahara negara ini juga membahas mengenai inflasi dan kenaikan harga-harga pangan dan energi di seluruh dunia yang sangat terlihat dampaknya. Menkeu mencontohkan satu menu taco atau burrito yang sebelumnya berharga USD 7,5-8 sekarang melonjak USD 12-13.

Menurutnya, kenaikan harga yang sangat tinggi, menyebabkan Bank Sentral Amerika Serikat - The Fed (The Federal Reserve) menaikkan suku bunga secara drastis dan cepat dan mengetatkan likuiditas USD untuk mengendalikan sisi permintaan.

Kebijakan ini menyebabkan penguatan Dollar Amerika Serikat yang mempengaruhi seluruh perekonomian dunia,” ujarnya.

 

Lanjutnya, lonjakan harga (inflasi)di Amerika Serikat- diikuti kenaikan suku bunga the Fed - dan penguatan Dollar Amerika Serikat menyebabkan terjadinya pelemahan atau kelesuan ekonomi atau resesi ekonomi dunia.

Kondisi ini juga akan mengancam banyak negara-negara miskin dan negara-negara berkembang yang posisi APBN (Keuangan Negara) lemah akan mengalami krisis keuangan,” kata Menkeu.

Oleh karena itu, kata Menkeu, kompleksitas perkembangan ekonomi dunia dengan ancaman krisis pangan, energi dan krisis keuangan ini yang dibahas di forum G20 dan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.

Kita harus waspada dengan kondisi dunia yang memburuk- meskipun tetap optimis dengan momentum pemulihan ekonomi Indonesia. Mari jaga bersama perekonomian kita,” pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Siasat Agar ASEAN Tahan Guncangan Inflasi ala Sri Mulyani

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengajak gubernur bank sentral negara anggota ASEAN untuk menyeimbangkan antara menekan inflasi dan mendorong pemulihan ekonomi.

Pasalnya, ASEAN tergolong rentan terkena imbas kebijakan pengetatan moneter Amerika Serikat dan Uni Eropa. Oleh karenanya, ia memaparkan siasat dalam menggunakan kebijakan makroprudensial untuk menghadapi kebijakan normalisasi moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, serta burden sharing antara kebijakan fiskal dan moneter.

Dalam intervensinya, Sri Mulyani menyampaikan bahwa ASEAN harus terus melindungi perekonomian dari dampak negatif dinamika global.

"Dalam Laporan World Economic Outlook (Oktober 2022), IMF telah merevisi turun prospek pertumbuhan ASEAN-5 pada tahun 2023 sebesar 0,2 poin persentase menjadi 4,9 persen," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Senin (17/10/2022).

"Sebagian besar negara di kawasan ini diproyeksikan tumbuh lebih lambat pada tahun 2023 dari yang diperkirakan semula karena permintaan global yang melambat. Namun, secara keseluruhan prospek wilayah ini tetap relatif lebih baik daripada banyak wilayah lainnya," tegasnya.

 

3 dari 4 halaman

Daya Beli Rumah Tangga

Untuk mempertahankan pemulihan, ASEAN disebutnya harus terus memprioritaskan kebijakan yang melindungi daya beli rumah tangga di tengah kenaikan harga, memberikan kepercayaan kepada sektor bisnis, dan bertujuan membangun fondasi yang lebih kuat untuk pembangunan jangka menengah dan panjang melalui reformasi struktural.

Adapun pesan tersebut disampaikan Sri Mulyani saat melakukan sejumlah rangkaian kegiatan dalam kunjungannya dalam bertemu pakar ekonomi dunia pada rangkaian pertemuan tahunan IMF-World Bank di Washington DC, Amerika Serikat.

Dalam pertemuannya dengan Moody's Anne Van Praagh, dan Marie Diron, Sri Mulyani turut membahas mengenai prospek perekonomian Indonesia ke depan dengan adanya kondisi peningkatan risiko global

"Pada penilaian terakhir tahun ini, Moody’s yang merupakan lembaga pemeringkat terkemuka internasional memberikan Indonesia predikat sebagai negara dengan perekonomian yang cukup stabil di tengah situasi global yang bergejolak," ujar Sri Mulyani.

 

4 dari 4 halaman

Isu yang Jadi Perhatian

Sementara dalam 2022 Institute of International Finance (IIF) Annual Membership Meeting (AMM), Menkeu membahas berbagai isu yang menjadi perhatian Indonesia maupun dunia, yakni seputar marketoutlook, kepemimpinan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital.

Adapun dalam pertemuan dengan World Bank Regional Vice President for East Asia and Pacific, Manuela V Ferro dan Vice President for Human Development Mamta Murthi, Sri Mulyani membahas berbagai agenda penting Indonesia.

Antara lain, perkembangan dan prospek makroekonomi, reformasi sektor keuangan yang sedang dilakukan Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan, instrumen harga karbon, kesiapsiagaan pandemi dan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) yang dikelola World Bank, serta sistem perlindungan sosial.

Pertemuan Bilateral

Sri Mulyani juga melakukan pertemuan bilateral dengan dua Menkeu secara terpisah, Menteri Keuangan Luksemburg Laurent Backes dan Menteri Keuangan Selandia Baru Grant Robertson.

Dalam pertemuan dengan Menkeu Backs, kedua Menkeu membahas situasi geopolitik dan ekonomi saat ini, prioritas sektor keuangan, dan kerja sama keuangan berkelanjutan dalam Koalisi Menteri Keuangan untuk perubahan iklim yang saat ini diketuai bersama Indonesia dan Finlandia.

"Kami sepakat bahwa mitigasi perubahan iklim butuh komitmen kolektif yang kuat meski di tengah kondisi global yang tidak menentu. Kedua negara berkomitmen untuk memperkuat berkolaborasi mitigasi perubahan iklim dalam kerangka koalisi," bebernya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.