Sukses

Diancam Lonjakan Harga Energi, Jerman Rela Keluarkan Rp 961,2 Triliun Tekan Krisis Energi

Jerman menggelontarkan dana Rp 961,2 triliun dalam upaya meredam tekanan dari kenaikan biaya energi.

Liputan6.com, Jakarta - Negara ekonomi terbesar di Eropa, Jerman mengumumkan paket dana senilai 65 miliar euro atau setara Rp 961,2 triliun untuk mengurangi ancaman kenaikan biaya energi, karena Eropa berjuang dengan pasokan yang langka setelah perang Rusia-Ukraina.

Dilansir dari BBC, Senin (5/9/2022) dana yang jauh lebih besar dari dua pengeluaran sebelumnya, akan mencakup satu kali transfer pada masyarakat rentan dan keringanan pajak untuk bisnis padat energi.

Seperti diketahui, Eropa telah melihat lonjakan harga energi sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina, dan sedang berusaha untuk melepaskan diri dari ketergantungan impor energi dari Rusia.

Dua hari lalu, Rusia mengatakan akan menangguhkan ekspor gas ke Jerman melalui pipa Nord Stream 1 yang sudah beroperasi tanpa batas waktu.

Sanksi dari Barat terhadap Rusia telah membuat negara-negara di Eropa seperti Jerman untuk mencari persediaan Energi dari wilayah lain.

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan kepada wartawan bahwa Jerman akan melewati musim dingin tanpa hambatan, juga menyebutkan bahwa bahwa Rusia "tidak lagi menjadi mitra energi yang dapat diandalkan".

Dia mengatakan pemerintah Jerman akan melakukan pembayaran satu kali kepada masyarakat pensiunan, orang-orang yang menerima tunjangan dan pelajar. Juga akan ada batasan pada tagihan energi.

Sekitar 9.000 bisnis padat energi di Jerman akan menerima keringanan pajak sebesar 1,7 miliar euro, ungkapnya.

Pajak atas keuntungan perusahaan energi juga akan digunakan untuk mengurangi tagihan, kata Scholz.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rusia Setop Pasok Gas ke Jerman Sejak 31 Agustus 2022

- Rusia telah menghentikan pasokan gas ke negara ekonomi terbesar Eropa melalui pipa utama mereka, Nord Stream 1.

Dilansir dari US News, Kamis (1/9/2022) raksasa energi negara Rusia Gazprom mengatakan aliran gas Nord Stream 1 yang mengalir ke Jerman tidak beroperasi dari Rabu (31/8/2022) pukul 01.00 waktu setempat hingga Sabtu (3/9/2022) di jam yang sama.

Gazprom mengatakan penutupan terakhir diperlukan untuk melakukan perawatan pada kompresor pipa yang tersisa di stasiun Portovaya di Rusia. Perusahaan energi itu menerangkan, perbaikan ini hanya akan dapat dilakukan oleh spesialis dari perusahaan alat berat Jerman, Siemens.

Sementara itu, presiden regulator jaringan Jerman Klaus Mueller mengatakan bahwa negara itu akan mampu mengatasi pemadaman tiga hari jika memang aliran gas akan dilanjutkan pada hari Sabtu.

"Saya berasumsi bahwa kami akan mampu mengatasinya," kata Mueller dalam sebuah wawancara.

"Saya percaya bahwa Rusia akan kembali ke setidaknya 20 persen mulai Sabtu, tetapi tidak ada yang benar-benar bisa memastikannya," ujarnya. 

 

3 dari 3 halaman

Inflasi di Jerman Sentuh Angka Tertinggi dalam 50 Tahun

Rusia sebelumnya juga telah berhenti memasok gas ke Bulgaria, Denmark, Finlandia, Belanda dan Polandia, dan mengurangi aliran melalui pipa lainnya sejak perang Rusia-Ukraina memicu sanksi dari negara Barat.

Diketahui, krisis energi di Eropa akibat aliran gas Rusia yang terganggu telah memicu lonjakan harga gas grosir hingga 400 persen sejak Agustus lalu. Situasi tersebut menekan bisnis dan konsumen serta membuat pemerintah terpaksa mengeluarkan dana miliaran untuk meringankan beban.

Inflasi di Jerman sendiri, negara ekonomi terbesar di Eropa sudah melonjak ke level tertinggi dalam hampir 50 tahun pada Agustus 2022. Tingginya inflasi juga disertai dengan sentimen konsumen yang meningkat karena rumah tangga bersiap untuk lonjakan tagihan energi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.