Sukses

Arif Budimanta Ungkap 3 Faktor Utama Penyebab Kenaikan Harga

Dilihat dari perspektif ekonomi politik, setidaknya ada tiga faktor utama yang mendorong terjadinya kenaikan harga.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta, menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga saat ini. Dilihat dari perspektif ekonomi politik, setidaknya ada tiga faktor utama yang mendorong terjadinya kenaikan harga.

“Pertama, karena adanya imbalan properti ataupun resources atau tidak keseimbangan kepemilikan terhadap sumber daya. Ada sumber daya yang dimiliki oleh negara ada sumber daya yang dimiliki oleh private,” kata Arif dalam Diskusi Publik Megawati Institute, Minggu (10/7/2022).

Misalnya dalam konteks minyak aja, minyak di Norwegia dikuasai negara. Sedangkan di Amerika minyak itu dimiliki oleh privat. Maka kemudian tidak ada kesimbangan dalam konteks properti atau resources. Jadi negara tidak sepenuhnya menguasai sumber daya yang dibutuhkan publik secara umum.

Kedua, asimetri capital dan yang ketiga adalah imperfect market atau pasar yang tidak sempurna. Contoh untuk imperfect market, yaitu harga cabai tiba-tiba Rp 120.000 tapi mungkin harganya hanya Rp 40.000 atau Rp 50.000 di tingkat petani, artinya ada disparitas harga sebesar Rp 70.000.

“Memang problem kenaikan harga di dalam konteks negara itu tidak sepenuhnya karena masalah suplai demand, tidak karena memang permintaan dan penawaran. Tetapi ada karena masalah struktur ekonomi,” ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Struktur Ekonomi Tidak Sempurna

Struktur ekonomi yang tidak sempurna kemudian tidak seimbang, dan yang asimetri capital. Itulah yang kemudian menyebabkan terjadinya kenaikan harga yang secara terus-menerus dan tidak wajar.

Maka kemudian di beberapa negara Eropa, maupun di beberapa Asia termasuk negara Asia tenggara, terdapat pengawas persaingan usaha yang kuat dalam kerangka untuk menghindari tidak terjadinya ketidakseimbangan pasar untuk menghindari agar tidak terjadi oligopoly, kartel, dan seterusnya.

Selain itu, di negara Eropa maupun Asia mereka memiliki otoritas perdagangan dalam negeri yang juga kuat. Hal inilah untuk memastikan agar tidak terjadi praktik-praktik yang tidak wajar yang dilakukan pelaku ekonomi dalam pengambilan keuntungan yang berlebihan.

“Memang itu membutuhkan satu otoritas perdagangan dalam negeri yang kuat sekaligus otoritas persaingan usaha yang kuat. Di beberapa negara kesejahteraan di Jerman misalnya, itu otoritas komisi persaingan usahanya sangat kuat, di Jepang juga,” katanya.

 

3 dari 3 halaman

Perlu Institusi Negara yang Kuat

Adanya dua komponen itu, tentunya untuk memastikan seluruh proses transaksi mulai dari produsen sampai tingkat konsumen melalui distribusi dipastikan berjalan dengan adil, dengan keuntungan yang tidak berlebihan.

“Intinya untuk membangun suatu pembentukan harga yang sehat agar kemudian kenaikan harga itu tidak terjadi secara terus menerus dan tidak wajar, maka memang dibutuhkan institusi-institusi negara yang kuat seperti otoritas perdagangan dalam negeri yang kuat dan komisi pengawasan persaingan usaha,” pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.