Sukses

Bahan Bakar Ramah Lingkungan Jadi Faktor Krusial Penentu Kualitas Udara

78 hingga 80 persen kontributor polusi berasal dari kendaraan bermotor, menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Covid-19 masih melanda tanah air. Tak cuma berpengaruh ke ekonomi dan kesehatan, menyebarnya pandemi juga menentukan kualitas udara terutama di kota-kota yang menerapkan pembatasan sosial.

Selama pandemi, polusi udara dilaporkan berkurang. Hal ini dikarenakan 78 hingga 80 persen kontributor polusi berasal dari kendaraan bermotor, menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Oleh karenanya, bahan bakar yang ramah lingkungan jadi faktor krusial penentu kualitas udara, apalagi ketika kendaraan bermotor kembali beroperasi seperti sedia kala.

General Manager Pertamina MOR III Tengku Fernanda menyatakan, sebagai penyedia produk minyak dan gas, Pertamina berkomitmen untuk menyediakan bahan bakar yang rendah emisi.

"Kami merasa penting untuk kontribusi lebih besar terhadap pengurangan polusi udara dengan menciptakan bahan bakar yang ramah lingkungan, dan sempurna pembakarannya. Tuntutannya, kalau nggak sempurna, dia akan menimbulkan polusi," ujar Fernanda dalam acara livestreamin "Udara Bersih Langit Biru" yang diselenggarakan Liputan6.com, Kamis (23/7/2020).

Hingga saat ini, Pertamina terus mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, salah satunya Pertamax (termasuk Dex dan Turbo) yang kandungannya sesuai dengan rujukan yang tercantum di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No 20 Tahun 2017.

Di dalam PM, disyaratkan standar baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor sesuai dengan standar EURO 4 sehingga BBM yang digunakan untuk uji emisi agar minimal mengikuti RON minimal 91 atau CN minimal 51, dan Pertamax memenuhi kriteria tersebut.

Selain itu untuk rumah tangga, Pertamina juga mendorong penggunaan Bright Gas. Untuk pelumas, juga tersedia Fastron dan Enduro.

Ke depannya, Pertamina akan selalu mengevaluasi produk ramah lingkungan agar bisa terus dikembangkan seiring pergerakan teknologi kendaraan.

"Kita punya tim evaluasi yang selalu menjamin produk memiliki pembakaran yang baik dan diproduksi sesuai dengan spesifikasi kendaraan, sehingga polusi udara bisa dikurangi," kata Fernanda.

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertamina Uji Coba Produksi Avtur Campuran Minyak Sawit Akhir 2020

Pertamina tengah menyiapkan Kilang Cilacap untuk bisa uji coba memproduksi green avtur pada akhir tahun 2020. Hal ini menyusul suksesnya uji coba produksi Green Diesel D100 di Kilang Dumai sebesar 1000 barel per hari.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan, pada akhir 2020 Pertamina akan melakukan uji coba produksi Green Avtur yang pertama dengan Co-Processing injeksi 3 persen minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut.

Sehingga hilang getah, impurities dan baunya (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil / RBDPO) di fasilitas existing Kilang Cilacap.

“Uji coba green avtur ini merupakan bagian dari roadmap pengembangan biorefinery Pertamina dalam rangka mewujudkan green energi di Indonesia. Selain Kilang Dumai yang sudah berhasil mengolah 100 persen minyak sawit menjadi Green Diesel D100, Pertamina juga akan membangun 2 (dua) Standalone Biorefinery lainnya yaitu di Cilacap dan Plaju,” ujar Nicke dalam keterangan resmi, kamis (23/7/2020).

Standalone Biorefinery di Cilacap nantinya dapat memproduksi green energy berkapasitas 6.000 barel per hari. Sedangkan Standalone Biorefinery di Plaju dengan kapasitas 20.000 barel per hari. Kedua standalone Biorefinery ini kelak akan mampu memproduksi Green Diesel maupun Green Avtur dengan berbahan baku 100 persen minyak nabati.

“Pertamina terus melangkah sejalan dengan trend penyediaan energi dunia dengan mengupayakan hadirnya green energy. Selain Green Diesel dan Green Avtur yang akan diujicoba, Pertamina juga telah melakukan ujicoba Green Gasoline. Beberapa perusahaan dunia sudah dapat mengolah minyak sawit menjadi green diesel dan green avtur, namun namun untuk green gasoline Pertamina merupakan yang pertama di dunia," imbuh Nicke.

Green gasoline tersebut telah berhasil diuji cobakan di fasilitas Kilang Plaju dan Cilacap sejak 2019 dan 2020. Dimana Pertamina mampu mengolah bahan baku minyak sawit hingga sebesar 20 persen injeksi.

Menurut Nicke, ikhtiar Pertamina tersebut diwujudkan sesuai dengan arahan presiden untuk mengoptimalkan sumber daya dalam negeri untuk membangun ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional.

Nicke juga menambahkan, green energy akan memanfaatkan minyak sawit yang melimpah di dalam negeri sebagai bahan baku utama. Sehingga produk Green Energi memiliki TKDN yang sangat tinggi. Langkah ini juga positif karena akan untuk mengurangi defisit transaksi negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebelumnya pada pekan lalu, Pertamina menyampaikan keberhasilan uji coba produksi Green Diesel D-100 mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai.

D100 diproses dari 100 persen RBDPO dengan bantuan katalis yang dibuat oleh Research & Technology Center Pertamina dan ITB. Dalam uji coba performa melalui road test 200 km, D100 ini dijadikan bahan bakar yang dicampur dengan Solar serta FAME. Kemudian terbukti menghasilkan bahan bakar diesel yang lebih berkualitas dengan angka cetane number yang lebih tinggi, lebih ramah lingkungan dengan angka emisi gas buang yang lebih rendah, serta lebih hemat penggunaan bahan bakarnya.

“Terima kasih kepada Pemerintah dan seluruh pihak terkait atas dukungan penuhnya kepada Pertamina. Dari uji coba ini menunjukkan bahwa dari sisi teknis produksi Pertamina sudah siap, selanjutnya kita perlu memikirkan agar sisi keekonomiannya juga dapat tercapai,” pungkas Nicke.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.