Sukses

KEIN: Pengembangan Teknologi Bisa Persempit Defisit Transaksi Berjalan

Pengembangan Information and Communication Technologies (ICT) sendiri akan meningkatan investasi dan daya saing RI di tingkat global.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta, mengatakan bahwa Indonesia perlu melakukan gebrakan dalam pengembangan industri teknologi.

Menurut dia, pengembangan Information and Communication Technologies (ICT) sendiri akan meningkatan investasi dan daya saing RI di tingkat global. Itu disebabkan salah satu visi-misi pemerintahan Jokowi 2019-2024 ialah memudahkan iklim investasi.

"Kita harus berani mengembangkan industri ICT untuk pengembangan 5G dan 6G juga," tuturnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (15/7/2019).

Selain itu, Arif mengungkapkan, pengembangan di bidang teknologi penting mengingat salah satu kontribusi defisit transaksi berjalan berasal dari neraca jasa sektor teknologi yang tercatat semakin mendalam sejak 2011.

"Tidak kalah penting investasi dalam bidang industri ICT. Industri ini dalam neraca dagang kita sudah top 3 impornya di luar migas dan bahan pangan," ujarnya.

Oleh karena itu dia menjelaskan, investasi pada industri teknologi perlu ditingkatkan guna mengurangi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

"Selain itu, tentu saja ada juga yang perlu dikerjakan dalam konteks investasi petrokimia untuk pengambangan industri, lalu investasi logam dasar," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Neraca Dagang Indonesia Juni 2019 Surplus USD 200 Juta

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2019 mengalami surplus sebesar USD 0,2 miliar atau USD 200 juta. Realisasi surplus ini tipis dibandingkan dengan posisi Mei 2019 yang tercatat sebesar USD 0,21 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, nilai ekspor dan impor pada Juni 2019 memang mengalami penurun. Meski demikian nilai kinerja ekspor jauh lebih tinggi. Hal ini membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus.

Di mana nilai impor sebesar USD 11,58 miliar atau turun 20,70 persen dari bulan sebelumnya. Sedangkan ekspor tercatat sebesar USD 11,78 miliar atau turun 20,54 persen dari Mei 2019.

“Neraca perdagangan Juni 2019 tercatat tetap mengalami surplus sebesar USD 0,2 miliar" ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Pusat BPS, Jakarta, Senin (15/7/2019). 

Secara rinci, Kepala BPS membeberkan pada komoditas non migas tercatat surplus USD1,16 miliar. Sedangkan, migas mengalami defisit sebesar USD 966,8 juta. Defisit migas terdiri dari nilai minyak mentah yang mengalami defisit USD 263,8 juta dan hasil minyak defisit USD 933,4 juta. Namun pada gas tercatat surplus USD 230,4 juta.

3 dari 3 halaman

Masih Defisit Hingga Juni 2019

Adapun sepanjang Januari-Juni 2019 kinerja neraca perdagangan Indonesia masih tercatat defisit sebesar USD 1,93 miliar. Realisasi ini lebih baik dari periode Januari-Juni 2018 yang defisit sebesar USD 1,20 miliar.

Di mana laju komoditas non migas sepanjang paruh tahun 2019 tercatat surplus sebesar USD 2,84 miliar. Lebih rendah dari posisi Januari-Juni 2018 yang surplus USD 4,42 miliar.

Sedangkan untuk komoditas migas tercatat defisit sebesar 4,78 miliar, nilai itu lebih baik dari periode yang sama tahun lalu yang defisit sebesar USD 5,61 miliar. "Sepanjang Januari hingga Juni 2019 terlihat tren defisit pada migas mengalami penurunan, ini jadi mengecil," pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.