Sukses

Gaji Perawat di Jepang Hingga Rp 20 Juta per Bulan, Minat?

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang kini sepakat menjalin kerja sama di bidang penempatan tenaga kerja berketerampilan, salah satunya sebagai perawat.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang kini sepakat menjalin kerja sama di bidang penempatan tenaga kerja berketerampilan spesifik atau Specified Skilled Worker (SSW) untuk bekerja di Jepang.

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, ada sejumlah sektor yang dibutuhkan Jepang dalam kerjasama pengiriman SDM dari dalam negeri ini.

Itu salah satunya seperti perawat. Kemudian Building Cleaning Management; Machine Parts and Tooling Industries, Industrial Machiner, Industry Electric, Electronics, and Information Industries Construction Industries Shipbuilding and Ship Machinery Industr, Automobile repair and maintenance.

"Kalau kaya nurse ya bisa lebih tinggi dari menteri. Kisaranya bisa Rp 20 juta untuk skill worker per bulan," ujarnya di kantor Kemnaker, Selasa (25/6/2019).

Menteri Hanif menjelaskan, dari kerjasama dengan Jepang ini, RI dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) dengan pelatihan khusus dari pemerintah Jepang.

Selain itu, hal ini juga sejalan dengan visi-misi pemerintah RI dimana pada tahun ini dan mendatang fokus pada pembangunan manusia, khususnya tenaga kerja.

"Iya, Jepang kan saat ini tengah menghadapi aging society. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan usia produktif, Jepang harus merekrut tenaga kerja asing dan kita salah satunya," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Indonesia Targetkan Kirim 70 Ribu Tenaga Kerja Terampil ke Jepang

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang sepakat menjalin kerja sama di bidang penempatan tenaga kerja berketerampilan spesifik atau Specified Skilled Worker (SSW) untuk bekerja di Jepang.

Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Cooperation (MoC) oleh Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii.

“Kerja sama ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja usia produktif di Jepang. Ini kesempatan bagi kita untuk mengisi jabatan-jabatan di sektor formal yang banyak dibutuhkan di Jepang,” tuturnya di Kantor Kemnaker, Jakarta Selasa (25/6/2019).

Hanif menjelaskan, saat ini hingga beberapa tahun ke depan, Jepang akan mengalami shortagetenaga kerja dan aging society. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan usia produktif, Jepang harus merekrut tenaga kerja asing.

Untuk menghadapi masalah tersebut, pada tanggal 1 April 2019, Pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan baru terkait regulasi keimigrasian, yaitu residential status baru bagi SSW (TKA berketerampilan spesifik) yang akan bekerja ke Jepang.

"Melalui kebijakan residential status tersebut, Pemerintah Jepang membuka peluang kerja pada 14 sektor bagi tenaga kerja asing SSW. Total kuota SSW untuk seluruh negara, termasuk Indonesia adalah 345.150 tenaga kerja," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Sektor Industri

Adapun sektor-sektor pekerjaan yang dibutuhkan antara lain Care worker; Building Cleaning Management; Machine Parts and Tooling Industries, Industrial Machiner, Industry Electric, Electronics, and Information Industries Construction Industries Shipbuilding and Ship Machinery Industr, Automobile repair and maintenance.

Kemudian Aviation Industry, Accomodation Industry, Agriculture, Fishery and Aquaculture, Manufacture of food and beverages dan Food service industry.

“Berdasarkan arahan Pak Wakil Presiden Jusuf Kalla, Pemerintah Indonesia menargetkan agar tenaga kerja Indonesia dapat memenuhi 20 persen atau 70 ribu orang dari kuota tersebut,” jelas Hanif.

Dia melanjutkan, Kemnaker sendiri tengah fokus menggenjot peningkatan kompetensi SDM melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Optimalisasi ini dilakukan agar lulusan BLK mampu bersaing di dunia industri, baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk di Jepang.

"Kita harus menyesuaikan sistem dan kurikulum pelatihan di BLK dengan kebutuhan sektor industri di Jepang sehingga lulusan BLK sesuai dengan standar yang diharapkan, termasuk juga kemampuan Bahasa Jepang,” paparnya.

"Jadi Pemerintah Indonesia harus mengikuti standar kerja di Jepang sebagai standar kompetensi kerja (SKK) khusus yang akan menjadi standar dan pedoman dalam proses pelatihan maupun uji kompetensi bagi calon tenaga kerja yang nantinya akan bekerja di Jepang," tambah dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.