Sukses

Impor Jagung Jadi Polemik, Pemerintah Ingin Adil antara Konsumen dan Produsen

Perdebatan impor jagung dipicu adanya klaim produksi jagung surplus 13 juta ton tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta Polemik data pangan menjadi persoalan di antara kementerian dan lembaga. Salah satunya mengenai data jagung yang berujung pada keputusan impor demi memenuhi kebutuhan pakan para peternak.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono, mengatakan masalah data jagung ini terletak pada metode pengukuran kebutuhan konsumsi dalam negeri yang masih berfokus pada perusahaan pakan besar. Sehingga, belum ada data yang betul-betul akurat dalam persoalan ini.

"Kami dari Kemenko Perekonomian menilai sangat penting data dan neraca akurat terkait komoditi pangan strategis. Ini penting untuk jadi dasar pengambilan kebijakan. Kita butuh dasar pengambilan kebijakan yang akurat," ujar dia di Kantornya, Jakarta, Kamis (21/2/2019).

Susiwijono mengatakan, pengambilan keputusan harus dilakukan sangat hati-hati terkait kebijakan pangan seperti jagung. Pemerintah dalam hal ini mempertimbangkan dua, hal yakni antara kepentingan produsen dan konsumen.

"Perlu impor atau tidak yang kita jaga kepentingan produsen dan dari sisi konsumen. Ini tidak mudah karena ada kepentingan-kepentingan yang berbeda sehingga keputusan yang diambil harus menjaga balancing. Kalau harga terlalu tinggi akan memberatkan peternak kita dan komponen masyarakat kita juga," tutur dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution angkat suara terkait perdebatan impor jagung sebanyak 50.000 ton hingga 100.000 ton pada akhir 2018. Perdebatan dipicu adanya klaim produksi jagung surplus 13 juta ton tahun ini.

Menurut Darmin, impor jagung dilakukan atas permintaan Kementerian Pertanian (Kementan). "Rapatnya saja dibuat karena permintaan Menteri Pertanian, surat usulannya juga Menteri Pertanian. Jangan mereka mulai membelok-belokan. Jadi sederhana saja," ujarnya beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, meskipun ada klaim produksi surplus namun kenyataannya harga di pasaran naik. Hal ini kemudian memicu kegelisahan masyarakat yang mengancam akan melakukan demo.

"Begini, yang melakukan impor itu Mendag, tapi rekomendasinya itu Mentan. Walaupun mereka bilang produksinya surplus 13 juta ton, harganya naik. Harganya naik, banyak yang marah, mau demo segala macam. Kemudian Mentan bilang, minta diimpor deh. Berapa? 100.000 ton. Bikin surat dong, jangan nanti tiba-tiba enggak ngaku," katanya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengusaha Pakan Ingatkan Harga Jagung Masih Tinggi

Pengusaha makanan ternak mengingatkan harga jagung untuk pakan saat ini masih tinggi meski tidak ada kendala suplai dan sudah mulai memasuki masa panen.

"Kalau di Jawa Timur, masih sekitar Rp 4.800 per kilogram. Belum sampai Rp 3.000-an," kata Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Sudirman, seperti mengutip Antara, Kamis (21/2/2019).

Sudirman menjelaskan harga kisaran jagung pakan Rp 4.800 per kilogram (kg) masih termasuk tinggi, karena dalam kondisi normal jelang masa panen, harga jagung yang sampai ke tingkat pabrik pakan bisa Rp 3.500 per kg.

"Kalaupun di tingkat petani, acuannya Rp 3.150 per kilogram. Normal tinggi. Itu harganya sudah mempertimbangkan keuntungan petani dan kewajaran penerimaan pabrik pakan," jelas dia.

Mengenai komoditas jagung yang mulai memasuki masa panen, Sudirman mengatakan ini memang sesuai di mana secara musiman panen terjadi pada Maret-Mei.

Ia justru mengharapkan adanya pasokan jagung yang terjaga hingga akhir tahun, agar tidak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pada periode November-Januari, yang dapat dipenuhi melalui peran Bulog.

"Bulog juga mesti mengisi stoknya, supaya nanti ketika lagi tidak panen, Bulog bisa membantu pabrik pakan," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Sudirman juga mengingatkan kebutuhan jagung untuk pakan ternak meningkat pada 2019 dengan proyeksi mencapai 20 juta ton.

Lebih jauh ia menilai para petani telanjur mendapatkan janji harga tinggi sehingga membuat harga ke tingkat pabrik pakan ikut melonjak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.