Sukses

Pemerintah Siap Beri Sanksi Spekulan yang Permainkan Rupiah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan dalam beberapa pekan terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terkapar pada level 14.800 per dolar AS. Bukan tidak mungkin kondisi saat ini akan dimanfaatkan oleh sebagian oknum untuk mengambil keuntungan (profit taking).

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan ultimatum bahwa kondisi rupiah yang saat ini tengah terdepresiasi jangan dimanfaatkan oleh oknum spekulan. Tindakan tersebut dinilai akan semakin merugikan posisi rupiah di pasar.

Tidak tanggung-tanggung, mantan pejabat Bank Dunia tersebut mengeluarkan ancaman akan memberi sanksi bagi spekulan yang terbukti melakukan kecurangan.

Dalam prosesnya, pemerintah akan menggandeng Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan pengawasan atau monitoring aktivitas-aktivitas mencurigakan yang berpotensi mengandung praktik spekulasi.

"Kalau yang faktornya sentimen, apalagi ditunggangi dengan spekulasi, atau pihak-pihak lain yang mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas korban dari orang lain, maka yang kami lakukan bersama OJK dan BI untuk memonitor dengan detail dan menindak dengan tegas pelaku ekonomi yang melakukan profit taking," kata Menkeu Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Pengawasan dan pemberian sanksi kepada spekulan yang melakukan profit taking bukan baru kali ini dilakukan. Sayangnya, dia tidak merinci sanksi seperti apa yang akan dikenakan bagi oknum yang mempermainkan rupiah tersebut.

"Ini biasa kami lakukan dalam situasi seperti ini. Nanti kami lihat (hukumannya)," ujarnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dibanding Lira dan Peso, Rupiah Jauh Lebih Kuat dari Gempuran Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan dalam beberapa pekan terakhir. Namun pelemahan rupiah ini tidak terlalu dalam jika dibandingkan mata uang di beberapa negara lain.

Dikutip dari data Reuters, dari awal tahun hingga Akhir Agustus atau year to date, rupiah hanya melemah 8,4 persen. Angka tersebut lebih kecil jka dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Untuk periode yang sama, rupe India mengalami 10,4 persen dan Rubel Rusia tertekan hingga 15,1 persen. Tak hanya negara tersebut, mata uang rand Afrika Selatan melemah hingga 16,7 persen.

Sedangkan untuk mata uang real Brasil mengalami tekanan yang cukup dalam mencapai 20,4 persen. Untuk Lira Turki pelemahannya hingga 42,9 persen dan peso Argentina mencapai 51,1 persen. 

Sedangkan khusus sepanjang Agustus 2018, rupiah hanya melemah 1,6 persen. Jauh di bawah peso yang tercatat 26 persen dan lira yang mencapai 25 persen.

Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah ini bukan karena faktor dari dalam negeri tetapi lebih terserah karena faktor eksternal.

"Aksi jual lira Turki dan peso Argentina sangat berperan pada depresiasi drastis rupiah," jelas dia.

Saat ini memang Turki dan Argentina tengah masih dalam fase ketidakpastian ekonomi. Hal tersebut membuat investor melepas aset-aset beresiko seperti mata uang di negara berkembang termasuk rupiah.

Namun memang, pelemahan rupiah tidak terlalu besar karena kondisi ekonomi makro cukup stabil. Bahkan BI sebelummnya telah melakukan aksi antisipasi dengan menaikkan suku bunga acuan selama beberapa kali.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan bahwa seharusnya pelemahan rupiah ini tidak perlu ditakutkan karena stabilitas ekonomi dan keuangan bisa terjaga dengan baik.

"Likuiditas terjaga baik, non performing loan (NPL) di perbankan Indonesia bahkan menurun dibandingkan 2015 dari 3,2 persen menjadi 2,7 persen." kata Mirza.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini