Sukses

Rokok Kena PPN 10 Persen, Ini Kata Ekonom

Ekonom menilai, penerapan PPN 10 persen di setiap rantai industri rokok dapat ubah skema dari PPN Final jadi PPN normal.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen ke konsumen dinilai keliru. Lantaran hal itu menjadikan penerimaan negara dari pajak justru tak optimal.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, dengan menerapkan PPN 10 persen ke konsumen melalui pedagang atau di setiap rantai industri rokok berarti mengubah skema dari PPN final menjadi PPN normal. Hal ini dinilai mempersulit pemerintah dalam pengawasan pajak.

"(PPN final) Langsung ditambahkan per batang itu Rp 500 tambah Rp 50 berarti Rp 550.  Itu lebih gampang pengawasannya berapa produk yang dikeluarkan pabrik langsung kena PPN. Kalaupun ada  pengusaha yang curang ternyata harga jual bukan Rp 500 tapi jual Rp 1.000 padahal PPN 50 tinggal pengawasan dari Bea Cukai dan Pajak lebih mudah," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (21/12/2016).

Dia mengatakan, apabila pemerintah menerapkan PPN normal akan sulit pengawasannya lantaran masyoritas distribusi barang bersifat informal.

"Dari pada per layer ke konsumen, setiap konsumen beli kena 10 persen. Pertanyaaannya distribusi barang kita mayoritas sektor informal," tambah dia.

Dia menilai, rencana pemerintah ini juga dirasa ganjil. Lantaran rokok merupakan produk jadi. Rokok, lanjut dia, tidak mengalami mengalami pertambahan nilai dari keluar pabrik sampai ke konsumen. "Tapi kalau rokok mau ditambah apa lagi produsen ke konsumen tetap bentuknya rokok," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini