Sukses

Impor Oktober Naik, Paling Tinggi Telepon Seluler dari China

Berdasarkan data BPS, nilai impor ponsel pada September 2016 mencapai US$ 6,53 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kenaikan nilai impor Indonesia ‎di Oktober 2016 sebesar 1,55 persen atau US$ 11,47 miliar. Peningkatan kinerja impor ini salah satunya terkerek dari impor telepon seluler (ponsel) yang mencapai 197,90 persen.

Kepala BPS, Suhariyanto, mengungkapkan kenaikan impor di Oktober ini dibanding bulan sebelumnya sebesar 1,55 persen karena peningkatan nilai impor non-migas 4,27 persen dari US$ 9,53 miliar menjadi US$ 9,94 miliar. Sementara impor migas di periode tersebut turun 13,13 persen.

"Kenaikan impor terbesar non-migas dikontribusi mesin dan peralatan listrik sebesar 80,9 persen di Oktober ini dari September 2016. Paling banyak impor hape (handphone)," ujar Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Selasa (15/11/2016).

Berdasarkan data BPS, nilai impor ponsel pada September 2016 mencapai US$ 6,53 juta. Kemudian melonjak signifikan sebesar 197,90 persen pada Oktober ini dengan realisasi impor ponsel US$ 19,46 juta. Sementara dibanding bulan kesepuluh 2015 yang senilai US$ 106,9 juta, realisasi impor di Oktober 2016 anjlok 81,80 persen.

Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo, kinerja impor mengalami kenaikan di Oktober seiring peningkatan kebutuhan, terutama untuk barang konsumsi. Meski harganya turun, tapi volume impor menanjak.

"Berarti kita butuh banyak barang konsumsi, apalagi hape dari China. Harganya lagi murah banget, selfie gampang. Ya sudah itu yang bikin impor naik," tutur Sasmito.

Lebih jauh ia menjelaskan ponsel atau hape sebagian digunakan untuk barang konsumsi dan sebagian lagi barang modal. Ponsel ini, kata Sasmito, banyak dipakai untuk kegiatan bisnis, sehingga termasuk barang modal.

"Selain ponsel, gandum, daging sapi, kita masih sulit swasembada. Mau tidak mau ya impor dan kebutuhan naik terus. Tapi ‎ini jadi kesempatan juga buat produsen dalam negeri, untuk buat substitusi barang impor yang memang bisa dibikin di sini. Saya yakin banyak pelaku usaha yang mengantisipasi," terang Sasmito. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.