Sukses

Jalan Panjang Menuju Pembangunan PLTU Terbesar di ASEAN

Pengerjaan proyek yang digadang-gadang menjadi PLTU terbesar se-Asia Tenggara ini seharusnya memakan waktu 4 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah, akhirnya kembali berjalan. Penandatanganan pemenuhan pembiayaan (financial closing) antara Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan beberapa sindikasi perbankan komersial internasional kepada PT Bhimasena Power Indonesia (BPI).

PLTU Batang dikerjakan oleh PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) yang merupakan konsorsium Electric Power Development.Ltd (J-Power), PT Adaro Power (AP), dan Itochu Corporation. Proyek dengan nilai investasi US$ 4,2 miliar ini mendapatkan pembiayaan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) serta sindikasi perbankan internasional lainnya.

Presiden BPI Mohammad Effendi mengaku, penyedia dana dalam hal ini JBIC memberikan persyaratan yang ketat terkait dengan pinjaman. Dia mengatakan, JBIC menginginkan kepastian jika proyek tersebut jalan tanpa adanya gangguan.

"Batang itu kan awalnya masalahnya tanah. Begitu tanah selesai itu, tidak langsung dapat pinjaman, kenapa? Orang Jepang memang sangat teliti satu dia harus tahuuangnya kembali. Ke dua, dia harus yakin bahwa tidak ada gangguan selama kita jalan, " jelas dia di Jakarta, seperti ditulis, Jumat (10/6/2016).

Setelah masalah pembiayaan dan lahan selesai, BPI dapat segera melaksanakan pembangunan PLTU Batang. Dia mengatakan, pembangunan dapat dilakukan secara paralel. "Selama (menunggu) manufaktur alat. Kan civil disiapkan. Civil itu apa, dari lahan, ada konstruksi piling, setelah piling besi dirakit semua," tambah dia.

Pengerjaan proyek yang digadang-gadang menjadi PLTU terbesar se-Asia Tenggara ini seharusnya memakan waktu 4 tahun. Namun, atas permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) proyek ini akan dipercepat pembangunannya.

"Sebetulnya kita punya kontrak kepada kontraktor 48 bulan, itu 4 tahun. Mulai 6 Juni harusnya selesai juga Juni 2020. Ini yang diminta Pak Presiden ya kerja 3 shift kita lihat. 2019 harus ada," ungkap dia.

Dia mengatakan, ‎setelah beroperasi, listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PT PLN (Persero). Untuk tarifnya, sesuai dengan kontrak perjanjian jual beli power purchase agrement (PPA) dengan jangka waktu 25 tahun.

‎"(Tarif) Pada ada waktu ditender 5,7 sen (per Kwh). Tapi dalam komponen itu ada batu bara. Pada saat batu bara turun ya turun jadi 5 sen. Caranya PLN membeli ada komponen yang merupakan komponen investasi, A dan B. Semua investasi yang dikeluarkan harus dibayar balik. Ada komponen bahan bakar. Apa yang kita beli, dibayar PLN. Yang dibeli ya harga pasar," tutup dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.