Sukses

Drama Pelarangan Ojek Online

Kemenhub mendapat kecaman setelah melarang beroperasinya ojek online dan layanan kendaraan online lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang beroperasinya ojek online dan layanan kendaraan online lainnya menuai kecaman.

Kebijakan yang diteken Menteri Perhubungan Ignatius Jonan tersebut dianggap konyol dan terburu-buru. Karena Go-Jek dan angkutan sejenisnya juga telah terbukti banyak membantu urusan sehari-hari warga perkotaan yang terkungkung macet.

Kehadiran Go-Jek dan angkutan sejenis juga dianggap sebagai solusi di tengah buruknya angkutan umum dan berhasil membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan pendapatan rakyat kelas bawah.

Gelombang penolakan larangan ojek online terus berhembus. Diprotes banyak orang, Menteri Jonan langsung menggelar konferensi pers pada Jumat pagi (18/12/2015) untuk mengklarifikasi kebijakan itu. Di depan awak media, Jonan membatalkan larangan operasi ojek online yang sudah diputuskannya.

Namun, tidak sampai di situ. Keputusan Jonan ternyata juga membuat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) geram. Menteri Jonan pun dipanggil ke Istana untuk mengklarifikasi keputusannya.

Mau tahu bagaimana cerita pembatalan larangan layanan kendaraan online? Berikut ulasannya:

Larangan ojek online



Kabar pelarangan pengoperasian ojek online ataupun layanan kendaraan online sejenis lainnya beredar pada Kamis, 17 Desember 2015.

Kebijakan tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang diteken Jonan itu ditujukan ke Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia.

Keputusan tersebut diambil karena kehadiran layanan ojek online dianggap tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) dan peraturan perundang-undangan turunannya.

"(Serta) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang," tulis Direktur Jenderal Perhubungan Darat  (Ditjen Hubdat) Kemenhub dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/12/2015) malam.

Kemudahan pemesanan dan murahnya tarif pada masa promo sekitar 35 persen dari angkutan umum, ini dinilai dapat menimbulkan gesekan dengan moda transportasi lain.

Tak hanya itu, banyaknya masalah yang timbul sesama ojek, contoh Go-Jek, Grabbike dengan moda transportasi lain yang menyangkut masalah kesenjangan pendapatan, keamanan dan keselamatan masyarakat berlalu lintas.

Dengan terkoordinasinya Go-Jek atau Grabbike berarti menyalahi aturan lalu lintas dalam pemanfaatan sepeda motor.

Petisi, protes Netizen hingga komentar Jokowi



Kebijakan Menteri Jonan ditolak mentah-mentah. Pasalnya, moda transportasi jenis ini dianggap sangat membantu masyarakat. Gelombang protes bermunculan, termasuk di media sosial.

Sebuah petisi terhadap penolakan akan pelarangan pun muncul di change.org. Dalam petisi yang diusung Fitra Frico itu dijelaskan jika ojek berbasis online merupakan kebutuhan di kota besar yang berkembang. Apabila alasannya tidak memenuhi syarat sebagai operator angkutan hukum harusnya ojek tradisional juga dilarang.

"Karena sejak dahulu mereka tidak memenuhi syarat sebagai angkutan umum," tulisnya dalam petisi tersebut.

Petisi tersebut meminta pemerintah mengkaji pelarangan itu. Pasalnya, ojek berbasis online dianggap memberikan banyak manfaat salah satunya mengurangi kemacetan.

Hingga berita diturunkan, petisi yang meminta Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meninjau ulang larangan pemerintah terhadap layanan ojek dan taksi berbasis online itu sudah didukung oleh 15.811 orang.

Tak hanya itu, tagar #SaveGojek menjadi trending topic nomor satu di Indonesia. Para netizen di Twitter bersuara terkait pelarangan tersebut. Jelas, para netizen menyayangkan keputusan pemerintah.

Misalnya, pemilik akun @tarakarina245 berkicau, "Padahal ga ada drivernya yg ugal ugalan, selalu mengantar penumpangnya dgn penuh semangat mau sejauh apapun #SaveGojek."

Kemudian, akun @haykalkamil menulis, "Puluhan thn Ojek pangkalan beroperasi tp ga ada apa-apa, knp skrg Ojek online jd masalah?Online membuat semua lbh mudah & terdata #SaveGojek."

Menanggapi larangan tersebut, Presiden Jokowi pun angkat bicara. Melalui akun twitter resminya, Presiden menuturkan bahwa ia akan segera memanggil Ignatius Jonan selaku Menteri Perhubungan pada siang hari ini.

"Ojek dibutuhkan rakyat. Jangan karena aturan rakyat jadi susah. Harusnya ditata-Jkw" tulis Presiden Joko Widodo di akun Twitter miliknya.

Selain Presiden Jokowi, mantan Wakil Presiden Indonesia di era SBY, Boediono juga ikut angkat suara.

"Pak Jonan, beri Gojek dll waktu untuk menata. Jangan dilarang. Ini suara orang tua. Salam"

Macan ompong

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, apa yang dilakukan Kemenhub memang benar adanya, karena memang secara regulasi sepeda motor tidak memenuhi spesifikasi teknis sebagai angkutan umum manusia, dan tidak pula memenuhi standar keselamatan (unsafety).

Dalam konteks ini, larangan Kemenhub bisa diapresiasi. Namun demikian, secara sosiologis, Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian YLKI menganggap bahwa larangan ini dikhawatirkan hanya akan menjadi macan ompong belaka. Mengapa?

"Larangan ini sudah sangat terlambat, karena kini ojek sudah tumbuh subur, bak cendawan di musim hujan. Bukan hanya ojek pangkalan, tetapi justru yang menjadi fenomena adalah ojek yang berbasis aplikasi," kata Tulus.

Dipastikan sekalipun dilarang karena melanggar hukum, lanjut Tulus, sanksi dan penegakan hukumnya pasti akan sangat lemah. Faktanya keberadaan ojek justru banyak di-backup oleh oknum aparat, baik polisi, dishub, dan tentara. Keberadaan ojek justru dipelihara oleh oknum-oknum yang bersangkutan itu.

"Tumbuh suburnya sepeda motor dan ojeK, adalah karena kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang layak dan terjangkau. Walaupun, ketika sepeda motor sudah menjadi wabah, dampaknya justru turut mematikan angkutan umum resmi," katanya.

Tulus berpendapat bahwa Kemenhub tidak bisa serta-merta melarang keberadaan ojek, jikalau pemerintah belum mampu menyediakan akses angkutan umum. Sementara angkutan umum yang ada pun tidak aman dan selamat juga, seperti kasus metro mini, dan lain-lain.

Reguk untung

Di tengah gejolak protes Gojek, dua saham emiten transportasi terutama darat yaitu PT Blue Bird Tbk (BIRD) dan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) melonjak signifikan.

Analis PT First Asia Capital, David Sutyanto menuturkan kenaikan harga saham BIRD dan TAXI tersebut dipicu sentimen larangan Go-Jek dan layanan kendaraan online sejenis lainnya.

Ia menilai, secara tidak langsung kehadiran layanan kendaraan online tersebut telah menggerus pangsa pasar Blue Bird dan taksi Express.

"Kalau ada larangan tersebut jadi kembali ke semula dengan masyarakat menggunakan taksi. Ini berdampak ke emiten taksi jadi bagus lagi," ujar David, saat dihubungi Liputan6.com.

Dia menuturkan, penguatan harga saham PT Express Transindo Utama Tbk dan PT Blue Bird Tbk tersebut dapat terus menguat bila sentimennya berlanjut.

"Apabila nanti ada penolakan besar dan Kementerian Perhubungan merevisi aturannya maka jadi sentimen negatif," kata David.

Keputusan Menteri Jonan tersebut juga mendapat  sambutan baik dari pengusaha angkutan yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda). Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, memang sudah sepantasnya layanan jasa transpotasi online semacam ini dilarang pemerintah.

"Kita menyambut positif keputusan itu, terutama oleh Pak Jonan (Menteri Perhubungan) khususnya. Beliau sudah melihat perkembangan ilegal transport ini yang sudah tidak terkendali. Apalagi dia berbasiskan aplikasi dan bekerjasama dengan kendaraan-kendaraan pribadi pelat hitam. Ini kan ilegal transport," ujarnya.

Jangan bikin susah rakyat

Ditemui di Istana Bogor, Presiden Jokowi menilai larangan beroperasinya ojek online yang dikeluarkan Kemenhub justru membuat masyarakat semakin susah.

Keberadaan ojek online, seperti Go-Jek dan angkutan online lainnya sangat dibutuhkan masyarakat.

"Ojek dibutuhkan rakyat. Jangan karena aturan, rakyat jadi susah," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat.

Menurut dia, daripada melarang Go-Jek, lebih baik Kemenhub memfokuskan pada pembangunan transportasi massal yang cepat, murah, aman, dan efisien.

"Harus ditata itu dulu, aturannya bisa transisi sampai misalnya transportasi massal kita sudah bagus, transportasi masal kita sudah nyaman,‎" ujar Jokowi. ‎

Menurut dia, bila transportasi massal yang ramah bagi publik telah tercipta, maka pemerintah tinggal menyerahkan kepada masyarakat akan memilih transportasi yang mana.

"Secara alami orang akan memilih ke mana, akan menentukan (transportasi umum) yang akan dipilih," ucap Jokowi.

Belum 24 jam, keputusan dibatalkan

Belum 24 jam aturan dirilis, Menteri Jonan kembali mengizinkan layanan ojek online ataupun layanan kendaraan online sejenis lainnya beroperasi kembali.

Jonan menerangkan, Sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan roda dua sebenarnya tidak dimaksudkan untuk sebagai angkutan publik. Namun realitas di masyarakat menunjukkan adanya kesenjangan yang lebar antara kebutuhan transportasi publik dan kemampuan menyediakan angkutan publik yang layak dan memadai.

Kesenjangan antara kebutuhan transportasi dengan kemampuan menyediakan angkutan publik tersebut kemudian diisi oleh ojek dan beberapa waktu terakhir juga dilayani oleh transportasi berbasis aplikasi seperti Gojek dan lainnya.

"Atas dasar itu, ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak," jelasnya.

Menhub juga menawarkan agar UU LLAJ direvisi jika banyak pihak ngotot ojek tidak dihilangkan. Sebab, kendaraan roda 2 tidak diatur dalam undang-undang untuk dijadikan sebagai transportasi umum.

"Atau ubah UU LLAJ, karena ini sudah dari 2009," ucap Jonan.

Terkait dengan aspek keselamatan di jalan raya yang menjadi perhatian utama pemerintah, dianjurkan untuk berkonsultasi dengan Korlantas Polri.

Go-Jek berterima kasih ke Jokowi


Manajemen Go-Jek berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo karena langsung bereaksi terhadap kebijakan pelarangan operasional Go-Jek dan transportasi umum berbasis online lainnya.

Dalam pernyataannya di akun resmi Go-Jek, CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengatakan Jokowi telah menyelamatkan lebih dari 200 ribu pengemudi Go-Jek.

"Terima kasih Presiden @jokowi atas dukungan Bapak terhadap lebih dari 200 ribu pengemudi GO-JEK dan 8 juta pengguna aplikasi kami," tulis Nadiem dalam akun Twitter @gojekindonesia.

Menurut Nadiem, dengan memanggil Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk meminta penjelasan soal dilarangnya transportasi umum berbasis daring ini, Jokowi telah melindungi ekonomi kerakyatan.

"Bapak @jokowi telah melindungi ekonomi kerakyatan sebagai fondasi kekuatan bangsa Indonesia. Majulah Indonesia!" cuit Nadiem lagi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.