Sukses

Masalah Umur Bikin Pengusaha Sulit Cari Tenaga Kerja

BKPM mendapat keluhan dari pengusaha karena kesulitan mendapat tenaga kerja lantaran usia dibatasi 18 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menerima keluhan dari perusahaan di sektor tekstil soal kekurangan tenaga kerja. Persoalan muncul lantaran batasan usia tenaga kerja dipatok 18 tahun.

Kepala BKPM Franky Sibarani menerangkan dengan patokan tersebut terjadi kesenjangan dengan usia lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dia bilang, banyak luluasn SMA/SMK belum memenuhi usia 18 tahun. Alhasil, perusahaan pun tak bisa merekrut lulusan tersebut.

Sebagai contoh, perusahaan tekstil di Boyolali baru mendapatkan 7.500 tenaga kerja. Padahal total tenaga kerja yang dibutuhkan dua kali lipatnya atau 15.000 orang.

"Jadi mereka menyampaikan bahwa berdasarkan upaya mereka merekrut lulusan SMA dan SMK, ternyata banyak ditemukan lulusan SMA dan SMK yang belum berumur 18 tahun. Kemudian peraturan tersebut juga tidak ada klausul untuk mereka yang telah menikah, jadi mereka yang berumur di bawah 18 tahun dan telah menikah juga akan kesulitan mencari kerja," kata dia dalam keterangan pers di jakarta, Minggu (8/11/2015).

Sementara, berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 yang meratifikasi konvensi International Labour Organization (ILO) disebutkan jika batas minimum pekerja ialah 18 tahun.

"Memang dalam konvensi tersebut, di pasal 3 butir ketiga disebutkan bahwa ada perusahaan dapat mengurus pengecualian untuk mereka yang berumur di atas 16 tahun untuk dapat bekerja selama memenuhi persyaratan tersebut. Namun ini tetap dinilai belum memberikan cukup keleluasaan bagi perusahaan untuk memperkerjakan tenaga kerja di bawah 18 tahun," jelas dia.

Dia bilang, dalam konvensi ILO disebutkan regulasi nasional bisa memperbolehkan usia 16 tahun bekerja setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja berkepentingan. Namun ada beberapa syarat yang dipenuhi seperti kesehatan, keselamatan, dan moral mereka dilindungi sepenuhnya. Tak sekadar itu, mereka juga mesti memperoleh pendidikan atau pelatihan.

"Concern ini yang nantinya akan coba kami mediasikan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini merupakan komitmen kami untuk mendorong investasi sektor padat karya," tandas dia. (Amd/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.