Sukses Bangunkan Lahan Tidur, Produksi Gabah Petani Sidoarjo Capai 8 Ton per Ha

PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) berhasil melakukan pendampingan kepada petani mengolah lahan tidak produktif seluas 6 hektare (ha) di Desa Kedung Rawan, Sidoarjo, Jawa Timur.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Mei 2024, 13:30 WIB
PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) terus berkomitmen menjalin kemitraan dengan petani padi melalui Farmer Engagement Program (FEP). Hingga Februari 2024, luas lahan kemitraan dengan petani mencapai 20 ribu hektare (ha), tersebar di 19 kabupaten di Jawa Timur, Banten, Lampung, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan.

Liputan6.com, Jakarta PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) berhasil melakukan pendampingan kepada petani mengolah lahan tidak produktif seluas 6 hektare (ha) di Desa Kedung Rawan, Sidoarjo, Jawa Timur. Kesuksesan itu terbukti dengan produksi gabah yang mencapai 8 ton per ha pada musim tanam (MT) ketiga.

Selain WPI, program pendampingan tersebut juga didukung oleh PT wilmar Chemical Indonesia yang memproduksi Pupuk Mahkota dan Syngenta yang menyediakan pestisida.

Rice Business Head PT WPI Saronto menjelaskan, dalam program pendampingan yang telah berlangsung sejak 2023, pihaknya berhasil mendampingi petani menghidupkan kembali lahan tidak produktif tersebut. Pada MT ketiga itu petani mampu mencapai produksi gabah hingga 8 ton per ha. "Keberhasilan ini bisa menunjukkan ke petani, kalau dikelola dengan baik hasilnya akan bagus," kata Saronto di sela Panen Padi Swa Kelola di Desa Kedung Rawan, Rabu (8/5) lalu.

Sesuai komitmen awal, pendampingan perusahaan hanya dilakukan hingga tiga kali musim tanam. Setelahnya, lahan akan dikembalikan ke masyarakat untuk dikelola secara mandiri. Meski demikian, WPI akan tetap memberikan pendampingan teknis hingga mereka mampu mengelola sendiri. Perusahaan juga membangun pintu air khusus untuk lahan tersebut di saluran irigasinya. "Kemitraan ini tetap berlanjut karena kami menyerap hasil panen petani," ujar dia.

Lahan Tidak Produktif

Awalnya, lahan tidak produktif tersebut sudah 10 tahun tidak digarap petani karena termasuk ke dalam daerah banjir. Lahan itu kemudian ditawarkan ke Wilmar agar memberikan pendampingan ke petani. Saronto menjelaskan, menghidupkan lahan tidur tidak mudah.

Pada MT satu, pengelolaan lahan dapat dikatakan gagal karena masih lahan banyak gulma yang tumbuh dan menelan biaya cukup besar. Saat panen hasilnya juga hanya 1,6 ton per ha dari target 6 ton per ha.

Belajar dari MT satu, perusahaan mulai menganalisa kembali dan melakukan perbaikan pada pengelolaan lahan. Pada MT dua, selain biaya dapat ditekan, hasil panen melonjak hingga 6 ton per ha.

 

2 dari 3 halaman

Pengelolaan Lahan Tidur

PT Wilmar Padi Indonesia menargetkan kemitraan dengan petani melalui Farmer Engagement Program (FEP) tahun ini meningkat menjadi 10 ribu hektare (ha). Peningkatan itu bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para pejuang pangan tersebut. (Dok Wilmar Padi Indonesia)

Saronto menambahkan, pengelolaan lahan tidur bertujuan untuk mendukung peningkatan produksi pangan melalui lahan yang sudah ada. WPI telah berencana kembali melakukan pendampingan lahan tidak produktif lainnya. Salah satunya ada di Mojokerto seluas 20 ha.

"Kendalanya adalah biayanya besar dan potensi gagal pada MT satu, itu yang menyebabkan lahan tidur banyak yang dibiarkan," tutur Saronto.

Pada kesempatan itu, Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo Abriyani Susilowati mengatakan, kemitraan antara pemerintah, perusahaan dan petani dinilai seperti gayung bersambut karena adanya bantuan bagi kebutuhan petani.

Saat ini semakin banyak petani berusia lanjut sehingga tenaganya berkurang. Sementara, kebutuhan pangan terus meningkat yang dibarengi dengan luas lahan yang berkurang.

"Kami menyambut baik kerjasama ini, dengan harapan dapat membantu petani dan mendapatkan hasil yang lebih baik," kata Abriyani.

 

3 dari 3 halaman

Produksi Pangan

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut. (Dok. Wilmar)

Pihaknya berharap, peningkatan produksi pangan di Sidoarjo dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sendiri, karena selama ini wilayah tersebut belum dikenal sebagai lumbung pangan. Kenaikan harga beras juga akan berdampak terhadap inflasi.

Ketua Kelompok Tani Suko Tani Imam Baihaqi mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi karena mendapat pendampingan dari perusahaan dan dinas pertanian daerah dalam menghidupkan lahan tidak produktif. Petani juga tidak perlu keluar modal karena sarana produksi telah disediakan perusahaan. Mereka juga berkomitmen untuk meneruskan metode yang diajarkan dalam pendampingan tersebut.

"Jaman sekarang petani harus maju agar tidak dipandang sebelah mata," ujar Baihaqi.

Selain itu, petani juga dapat menjual hasil panennya ke WPI, sehingga tidak perlu lagi tergantung tengkulak. Mereka juga akan mengajak petani lainnya untuk bergabung dalam program tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya