Raksasa Logistik Tunda Operasi Imbas Serangan Houthi di Laut Merah

Sejumlah perusahaan pelayaran besar dan pengangkut minyak telah menghentikan layanan mereka di Laut Merah.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Des 2023, 21:00 WIB
Foto dari udara pada 26 April 2020, HMM Algeciras berlabuh di Pelabuhan Qingdao di Qingdao, Provinsi Shandong, China. Kapal kontainer terbesar di dunia dengan kapasitas 24.000 unit ekuivalen dua puluh kaki itu memulai pelayaran perdananya dari Pelabuhan Qingdao pada Minggu (26/4). (Xinhua/Li Ziheng)

Liputan6.com, Jakarta Serangan militan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah mulai menimbulkan dampak pada perdagangan global.

Masalah itu memperbesar kemungkinan terjadinya gangguan dan kenaikan harga untuk pengiriman barang dan bahan bakar global.

Sejumlah perusahaan pelayaran besar dan pengangkut minyak telah menghentikan layanan mereka di Laut Merah.

Melansir CNBC International, Selasa (19/12/2023) MSC, Maersk, Hapag Lloyd, CMA CGM, Yang Ming Marine Transport dan Evergreen semuanya mengatakan bahwa mereka akan segera mengalihkan semua perjalanan yang dijadwalkan untuk menjamin keselamatan pelaut dan kapal mereka.

Secara kolektif, kapal-kapal laut ini mewakili sekitar 60 persen perdagangan global.

Evergreen juga mengatakan untuk sementara waktu akan berhenti menerima kargo tujuan Israel, dan menangguhkan layanan pengirimannya ke negara tersebut.

Ada juga Orient Overseas Container Line (OOCL), yang merupakan bagian dari COSCO Shipping Group milik Tiongkok, berhenti menerima kargo dari Israel, karena masalah operasional.

Pada hari Senin (18/12), raksasa minyak BP juga mengatakan pihaknya juga akan menghentikan aktivitas pelayaran di Laut Merah ketika kelompok militan Houthi yang terus melanjutkan serangan mereka.

"Keselamatan dan keamanan karyawan kami dan mereka yang bekerja atas nama kami adalah prioritas BP. Mengingat memburuknya situasi keamanan pengiriman di Laut Merah, BP memutuskan untuk menghentikan sementara semua transit melalui Laut Merah," kata perusahaan itu dalam keterangannya.

"Kami akan terus meninjau jeda pencegahan ini, tergantung pada keadaan yang berkembang di wilayah ini," jelasnya.

Kelompok kapal tanker minyak Frontline juga mengatakan pihaknya menghindari Laut Merah.

 

2 dari 3 halaman

Biaya Angkutan Lebih Mahal

Kapal kargo Ever Given ditemani kapal tunda saat melaju di Terusan Suez, Mesir, Senin (29/3/2021). Ratusan kapal sedang menunggu untuk melewati kanal yang menghubungkan Mediterania ke Laut Merah. (Suez Canal Authority via AP)

Tak hanya menghambat logistik, serangan Houthi juga mendorong biaya angkutan laut menjadi lebih mahal.

Biaya di Pantai Timur naik 5 persen menjadi USD 2,497 per kontainer berukuran 40 kaki, menurut Freightos.

Biaya ini bisa menjadi lebih mahal karena perusahaan-perusahaan besar menghindari Terusan Suez, yang mengalir ke Laut Merah, dan memilih berkeliling Afrika untuk sampai ke Samudera Hindia.

Proses tersebut juga akan menambah waktu hingga 14 hari pada rute pengiriman, sehingga menimbulkan biaya bahan bakar yang lebih tinggi.

Selain itu, karena kapal membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke tujuannya, solusi ini menimbulkan persepsi kekurangan kapasitas kapal.

Keterlambatan pengiriman kontainer dan komoditas tidak bisa dihindari.

3 dari 3 halaman

Kontainer Wakili Sepertiga Pengiriman Global

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebagai informasi, pengiriman kontainer mewakili hampir sepertiga dari seluruh pengiriman global, dengan perkiraan nilai barang yang diangkut mencapai USD 1 triliun, menurut Michael Aldwell, wakil presiden eksekutif logistik laut di Kuehne+Nagel.

"Sekitar 19.000 kapal berlayar melalui Terusan Suez setiap tahunnya," kata Aldwell.

"Perpanjangan waktu yang dihabiskan di perairan diperkirakan akan menyerap 20 persen kapasitas armada global, sehingga berpotensi menyebabkan tertundanya ketersediaan sumber daya pelayaran.

Diperkirakan juga akan terjadi penundaan dalam pengembalian kontainer kosong ke Asia, yang hanya akan menambah kesengsaraan rantai pasokan," tambahnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya