Muatan Gula Impor di Tanjungperak Mulai Dibongkar

Meski PT RNI belum membayar pajak dan PPN untuk sekitar 23 ribu ton gula impor, Bea Cukai Tanjungperak, Surabaya, Jatim, mengizinkan pembongkaran muatan dari Kapal Laut Panagia Tinuo.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Mei 2003, 06:11 WIB
Liputan6.com, Surabaya: Meski PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) belum membayar pajak dan PPN senilai Rp 23,8 miliar untuk sekitar 23 ribu ton gula impor, pihak Bea dan Cukai Tanjungperak, Surabaya, Jawa Timur, tetap memberi toleransi untuk melaksanakan bongkar muatan dari Kapal Laut Panagia Tinuo asal Thailand. Alasannya, gula impor tersebut untuk menutup kelangkaan gula di wilayah Jatim. Kapal itu sendiri sejak 1 Mei silam terkatung-katung di perairan Gresik karena belum boleh merapat akhirnya membuang sauh di Dermaga Jamrud, Pelabuhan Tanjungperak, Surabaya [baca: Bea Impor Ribuan Ton Gula Belum Diselesaikan ].

Berdasarkan pemantauan SCTV di Pelabuhan Tanjungperak, Kamis (8/5), pembongkaran gula impor asal Thailand di atas kapal Panagia Tinuo memang telah dilakukan. Pembongkaran tersebut sempat tertunda selama dua jam akibat hujan. Rencananya, pembongkaran terhadap 23 ribu ton gula pasir tersebut memakan waktu sekitar lima hari. Namun, Bea Cukai setempat hanya mengizinkan pembongkaran gula sekitar 19.600 ton dari 23 ribu ton yang ada. Pasalnya, PT Rajawali--sebagai pengimpor--baru mengantongi bil of leading atau dokumen pembelian gula untuk sekitar 19.600 ton. Sedangkan sisanya masih diurus.

Masih soal gula pasir, Kepala Badan Urusan Logistik Widjanarko Puspoyo menyatakan, masuknya sekitar 350 ribu gula impor pada musim giling--Mei hingga Juni 2003--dinilai tak akan membuat harga gula lokal anjlok. Pasalnya, sejauh ini Bulog telah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk distribusi gula ketika musim giling berlangsung. Seperti diketahui, pada periode Februari hingga April 2003, PT Perkebunan Nasional IX, X, XI, PT RNI serta Bulog--pengimpor resmi--telah melakukan tender pengadaan gula impor untuk mengatasi kelangkaan gula.

Kendati begitu, Widjanarko berharap masuknya gula impor tersebut tak melewati Mei. Sebab, pada saat itu akan ada produksi 68 ribu ton gula dan pada bulan berikutnya 150 ribu ton. Namun, dari total 600 ribu ton gula impor yang ditender baru masuk sekitar 250 ribu ton. Jika gula impor yang masuk terlambat itu tiba, dikhawatirkan akan memicu anjloknya harga gula lokal yang merugikan petani.

Mengenai masalah teknis dan operasional lelang serta tingkat harga, Widjanarko menjelaskan, hingga kini masih belum ditetapkan. Kendati begitu, pengaturan distribusi gula dengan masuknya gula impor di pasaran tetap mendapat perhatian. Soalnya, bila tidak petani tebu kembali menjadi pihak yang tak merasakan manisnya harga gula.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya