Resmi Dibentuk, MKMK akan Bekerja 1 Bulan Tindaklanjuti Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Pembentukan MKMK tersebut untuk menindaklanjuti laporan atas dugaan pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 24 Okt 2023, 14:24 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Pembentukan MKMK tersebut untuk menindaklanjuti laporan atas dugaan pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi. (Liputan6/Putu Merta)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Pembentukan MKMK tersebut untuk menindaklanjuti laporan atas dugaan pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi.

"MK menetapkan Surat Keputusan Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Tahun 2023 tanggal 23 Oktober 2023," ujar Juru Bicara atau Jubir MK Fajar Laksono dalam keterangannya, Selasa (24/10/2023).

Dia menjelaskan, berdasarkan Surat Keputusan (SK), MK telah menunjuk tiga orang yang menjadi anggota MKMK yang akan bekerja selama satu bulan.

"Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, MKMK beranggotakan tiga orang terdiri dari Wahiduddin Adams (unsur Hakim Konstitusi), Jimly Asshiddiqie (unsur Tokoh Masyarakat), dan Bintan R. Saragih (unsur akademisi berlatar belakang bidang hukum)," ucap Fajar.

"MKMK akan bekerja selama 1 bulan, yaitu sejak 24 Oktober 2023 sampai dengan 24 November 2023," sambung dia.

Nantinya, lanjut Fajar, ketiganya akan dilantik menjadi MKMK pada hari ini Selasa (24/10/2023), sekira pukul 14.00 Wib di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

"Pelantikan akan dilakukan Ketua MK, Anwar Usman, dan dihadiri oleh Hakim Konstitusi serta para pejabat di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK," kata dia.

Usai pelantikan MKMK, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan nantinya akan melantik pegawai yang ditugaskan sebagai Sekretariat MKMK.

Lalu, untuk tugas utama Sekretariat MK memberikan dukungan untuk kelancaran tugas MKMK. Nantinya, Sekretariat MKMK akan diketuai oleh dirinya sendiri.

"Pembentukan MKMK merupakan amanat Pasal 27A ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang menyatakan, 'Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi'," papar Fajar.

"Menindaklanjuti ketentuan tersebut, pada 3 Februari 2023, MK telah menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (PMK 1/2023). MKMK berjumlah tiga orang yang terdiri dari 1 orang Hakim Konstitusi; 1orang tokoh masyarakat; dan 1 orang akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum," jelas dia.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber : Merdeka.com

 

2 dari 3 halaman

Majelis Kehormatan MK Dibentuk, Periksa Para Hakim soal Putusan Batasan Umur Capres-Cawapres

Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), sekitar 47.000 personel keamanan gabungan akan disiagakan di Ibu Kota DKI Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengatakan, ada beberapa laporan yang masuk terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Hakim.

Laporan ini ada usai putusan batasan usia capres-cawapres dalam gugatan Undang-Undang Pemilu.

"Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa akhir-akhir ini pemberitaan mengenai putusan MK sudah mengarah ke mana-mana atau lewat beberapa hari dan sudah ada beberapa laporan yang masuk," kata Anwar Usman kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Senin 23 Oktober 2023.

Hakim MK Enny Nurbaningsih mengatakan, pihaknya pun sepakat membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Adapun itu akan diisi oleh Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams yang bersifat Ad Hoc.

"Jadi seluruh laporan yang sudah masuk ini ada 7, sudah kami klasifikasi. Untuk itu karena Hakim MK, 9 Hakim itu tidak bisa memutus, apalagi berkaitan dengan persoalan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim," ucap Anwar Usman.

"Maka kami telah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), untuk menyegerakan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK," sambungnya.

Enny menegaskan, jika pihaknya telah bersepakat untuk menyerahkan sepenuhnya kepada MKMK.

"Jadi kami sudah bersepakat untuk menyerahkan sepenuhnya ini kepada MKMK. Biarlah MKMK yang bekerja, sehingga kami hakim konstitusi akan konsentrasi kepada perkara yang harus kami tangani sebagaimana kewenangan dari Mahkamah Konstitusi," tegasnya.

"Kami serahkan sepenuhnya kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan terkait dugaan yang dimaksudkan tersebut," pungkasnya.

 

3 dari 3 halaman

MPR Soroti Putusan MK

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan hasil putusan sidang penetapan batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memutuskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Diketahui, putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman itu akhirnya membuka peluang Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi bakal cawapres di Pilpres 2024

“Perkara kontroversial yang lebih nampak aspek politiknya ketimbang aspek hukum konstitusi,” kata Basarah dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).

Basarah menilai, apabila dicermati secara detail putusan tersebut, maka terdapat persoalan mendasar dalam putusan MK tersebut.

Menurutnya, terhadap amar putusan tersebut, ada 4 Hakim Konstitusi yang menyatakan Dissenting Opinion (pendapat berbeda) dengan menyatakan “menolak permohonan tersebut”, terdiri dari Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo.

Selain itu, terdapat 2 Hakim Konstitusi yang oleh putusan disebut memiliki concurring opinion (alasan berbeda), yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.

“Namun, apabila dicermati lagi pendapat 2 hakim konstitusi tersebut, maka sejatinya kedua hakim konstitusi tersebut menyampaikan Dissenting Opinion, sebab kedua hakim konstitusi tersebut memiliki pendapat berbeda soal amar putusan,” kata Basarah.

Infografis MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Proporsional Terbuka. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya