Kasus Lukas Enembe, KPK Sita 1 Unit Toyota Fortuner

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit Toyota Fortuner dari saksi yang pernah diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastuktur di Pemerintah Provinsi Papua.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Feb 2023, 18:29 WIB
Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe saat digiring masuk mobil tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menjalani pemeriksaan perdana pasca penahanan, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/1/2023). Lukas Enembe akan ditahan selama 20 hari pertama hingga 30 Januari 2023 dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit Toyota Fortuner dari saksi yang pernah diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastuktur di Pemerintah Provinsi Papua.

Kasus ini menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka.

"Tim penyidik melakukan penyitaan 1 unit mobil jenis Toyota Fortuner dari salah satu saksi yang diduga memiliki hubungan langsung dengan perkara ini," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/2/2023).

Namun dia tak bersedia membeberkan identitas saksi tersebut. Ali hanya memastikan pihaknya terus mengumpulkan alat bukti guna melengkapi berkas penyidikan penyidikan Lukas Enembe dan tersangka lainnya dalam kasus ini.

"Kami terus lakukan pengumpulan alat bukti, termasuk penelusuran aset dalam dugaan korupsi perkara dimaksud," kata Ali.

Diketahui, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.

Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar. Bahkan, KPK menduga korupsi yang dilakukan Lukas Enembe mencapai Rp1 triliun.

 

2 dari 2 halaman

Kasus Bermula

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya