KPK Selisik Negosiasi DPRD dan Jajaran Khofifah Terkait Pencairan Dana Hibah Rp7,8 T

KPK telah menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simandjuntak sebagai tersangka suap pengurusan dana hibah Provinsi Jatim.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 27 Des 2022, 20:25 WIB
Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan barang bukti penangkapan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur 2019-2024, Sahat Tua P. Simandjuntak bersama tiga orang lainnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/12/2022). KPK menyita barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, dolar Singapura dan dolar Amerika dengan nilai seluruhnya Rp1 miliar. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menyelisik proses negosiasi antara legislator DPRD Jawa Timur (Jatim) dengan jajaran eksekutif di Pemerintah Provinsi Jatim terkait pemulusan pencairan dana hibah Rp7,8 triliun. Dalam kasus ini KPK menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simanjuntak.

"Apakah dalam proses perencanaan itu ada negosiasi dan lain sebagainya, itu yang perlu dicermati," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).

Alex menjelaskan dalam proses penganggaran pasti melibatkan pihak eksekutif dan legislatif. Menurut dia, pihak eksekutif Jatim dalam hal ini Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan jajaran pasti dilibatkan dalam memuluskan pencairan dana hibah.

"Dalam proses perencanaan penganggaran itu kan melibatkan eksekutif dan legislatif, itu dia kan, itu lumrah, UU menentukan seperti itu APBD pasti kan gubernur, bupati, wali kota dengan DPRD kan seperti itu," kata Alex.

Sebelumnya, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti baru kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemrov Jatim).

Bukti baru ditemukan usai tim penyidik menggeledah ruang kerja Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa, ruang kerja Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak, ruang Sektretaris Daerah Adhy Karyono, Gedung Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim.

 

 

2 dari 3 halaman

KPK Bawa 3 Koper dari Ruang Kerja Khofifah Cs

Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur 2019-2024, Sahat Tua P. Simandjuntak (kiri) sesaat sebelum rilis penetapan tersangka dan penahanan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (15/12/2022). KPK menetapkan Sahat Tua P. Simandjuntak bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah di Jawa Timur. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dalam penggeledahan yang dilakukan Rabu, 21 Desember 2022, tim penyidik menemukan beberapa dokumen yang akan dijadikan barang bukti dalam perkara ini.

"Dari kegiatan penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen penyusunan anggaran APBD dan juga bukti elektronik yang diduga memiliki kaitan erat dengan perkara," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (22/12/2022).

Ali mengatakan barang-barang tersebut akan ditelaah lebih lanjut oleh tim penyidik. "Analisa dan penyitaan segera akan dilakukan untuk mendukung proses pembuktian perkara ini," kata Ali.

Diketahui, tim penyidik membawa tiga koper usai menggeledah ruang kerja Khofifah, Emil Dardak, dan Adhy Karyono. Tiga koper itu dibawa tim penyidik dengan menggunakan tiga mobil MPV.

KPK menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P Simandjuntak (STPS) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah provinsi Jatim.

Selain Sahat, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas) Abdul Hamid, dan Koordinator Lapangan Pokmas bernama Ilham Wahyudi alias Eeng.

KPK menyebut, untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim.

Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan. Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.

 

3 dari 3 halaman

Peran Sahat Tua

KPK memeriksa ruang kantor Gubernur Jatim Khofifah dan juga wagub Emil Dardak. (Istimewa)

Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.

Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.

Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.

Realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada Rabu (13/12/2022) dimana Abdul Hamid melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu Bank di Sampang dan kemudian menyerahkannya pada Eeng untuk dibawa ke Surabaya.

Eeng pun menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut pada Rusdi sebagai orang kepercayaan Sahat di salah satu mal di Surabaya. Setelah uang diterima, Sahat memerintahkan Rusdi menukar uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk pecahan mata uang SGD dan USD.

Rusdi kemudian menyerahkan uang tersebut pada Sahat di salah satu ruangan yang ada di gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan Abdul Hamid akan diberikan pada Jumat (16/12/2022). Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas, Sahat telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar.

Atas perbuatannya, Abdul Hamid dan Eeng sebagai penyusp disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Sahat dan Rusdi sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya