Momen Natal, Migran di Perbatasan Amerika Serikat-Meksiko Hadapi Suhu Dingin

Ratusan migran bersiap untuk berkemah dalam cuaca dingin di perbatasan utara Meksiko selama Natal.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Des 2022, 07:26 WIB
Imigran mengantre makanan di dalam tempat penampungan di Tijuana, Meksiko 6 April 2019. Rombongan migran Amerika Tengah mencapai kota perbatasan antara Meksiko dan AS tersebut untuk mencari suaka akibat kekerasan, pembunuhan dan kemiskinan yang mengancam

Liputan6.com, Meksiko City - Ratusan migran bersiap untuk berkemah dalam cuaca dingin di perbatasan utara Meksiko selama Natal.

Mereka berharap pembatasan migran oleh Amerika akan dicabut cepat sementara mereka bertahan dari serangan badai musim dingin yang melanda Amerika Serikat.

Setelah Mahkamah Agung Amerika pekan ini memutuskan untuk menangguhkan sementara pembatasan yang dikenal sebagai Title 42, banyak migran menghadapi akhir pekan Natal dalam apa yang disebut layanan cuaca Meksiko sebagai "misa udara Arktik".

Suhu di kota-kota perbatasan Matamoros dan Reynosa, di mana ribuan orang berkemah di luar atau di tempat penampungan seadanya, diperkirakan sekitar titik beku pada Sabtu (24/12) dan hanya sedikit membaik pada Minggu (25/12).

Lebih jauh ke barat di Ciudad Juarez, tempat ratusan migran berbaris untuk mencari suaka di perbatasan dengan El Paso, Texas, suhu diperkirakan turun hingga minus enam derajat Celcius. Banyak dari mereka yang selama ini tidur di jalanan, dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (25/12/2022).

Pejabat-pejabat dalam beberapa hari ini telah menyediakan lebih banyak ruang di tempat penampungan, tetapi beberapa migran waspada.

Title 42 memungkinkan Amerika mengusir migran kembali ke Meksiko atau negara tertentu tanpa kesempatan untuk meminta suaka. Kebijakan yang ditangguhkan mahkamah agung itu seharusnya berakhir 21 Desember. Tanpa kejelasan kapan akan selesai, beberapa pejabat khawatir kota mereka akan kewalahan jika lebih banyak migran datang.

2 dari 3 halaman

AS Peringatkan Warganya Soal Deportasi Migran di Republik Dominika

Imigran Haiti berbaris untuk sarapan di sebuah perkemahan yang digunakan untuk menampung sekelompok besar migran Haiti di Sierra Morena di provinsi Villa Clara Kuba, Kamis (26/5/2022). Sebuah kapal yang membawa lebih dari 800 warga Haiti yang berusaha mencapai Amerika Serikat malah berakhir di pantai Kuba tengah. (AP Photo/Ramon Espinosa)

Pejabat Amerika Serikat (AS) di Republik Dominika memperingatkan orang Amerika darker-skinned (berkulit lebih gelap) bahwa mereka berisiko terdampak dalam tindakan keras negara itu terhadap migran Haiti, dikutip dari The Guardian, Rabu (23/11/2022).

Menurut kedutaan AS di Santo Domingo, Republik Dominika menunjukkan bahwa pihak berwenang di sana 'menggunakan penampilan' seseorang sebagai kriteria untuk menahan mereka yang diduga berada di negara tersebut secara ilegal.

Republik Dominika mengatakan telah mendeportasi 43.900 migran, sebagian besar warga Haiti, antara Juli dan Oktober dalam operasi yang menurutnya diperlukan untuk keamanan nasional di tengah meningkatnya kerusuhan, kejahatan geng, dan blokade bahan bakar di pulau Hispaniola.

'Pengusiran' tersebut termasuk ratusan anak yang dikirim ke Haiti tanpa orang tua mereka, menurut UNICEF.

Beberapa negara dan lembaga hak asasi manusia mengutuk program penangkapan massal dan deportasi, kritik pemerintah Republik Dominika menanggapi "sangat ditolak".

Peringatan kedutaan AS datang dalam buletin tentang "penegakan migrasi Dominika yang sedang berlangsung" yang dikeluarkan pada akhir pekan.

“Agen migrasi Dominika telah melakukan operasi luas yang bertujuan menahan orang-orang yang diyakini sebagai migran tidak berdokumen, terutama orang keturunan Haiti,” katanya.

“Dalam beberapa kasus, pihak berwenang tidak menghormati status hukum atau kebangsaan orang-orang ini di Republik Dominika. Tindakan ini dapat meningkatkan interaksi warga AS dengan otoritas Dominika, terutama bagi warga berkulit gelap dan keturunan Afrika.”

Selanjutnya, menjelaskan laporan tentang warga yang ditahan "tanpa kemampuan untuk menolak penahanan mereka, dan tanpa akses ke fasilitas makanan atau kamar kecil, kadang-kadang selama berhari-hari".

3 dari 3 halaman

Republik Dominika Sindir Balik AS

Seorang migran Haiti yang membawa seorang anak laki-laki bersiap untuk memulai penyeberangan Celah Darien dari Kolombia ke Panama Sabtu, (15/10/2022). Perjalanan Kelompok Imigran tersebut berharap mencapai Amerika Srikat (AS).(Fernando Vergara/AP)

Kendati demikian, pendekatan yang diambil oleh pejabat Amerika tidak mencakup seruan untuk mengakhiri program deportasi, tidak seperti yang telah dilakukan oleh instansi lain, termasuk Volker Türk, komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia.

AS mempertahankan programnya sendiri untuk pengusiran migran Haiti, yang juga banyak dikritik.

Mempertahankan posisinya, Republik Dominika menanggapi "Tidak ada bukti pelanggaran hak asasi manusia sistemik seperti yang dikatakan dalam buletin kedutaan AS."

Kementerian hubungan luar negerinya mengatakan dalam sebuah pernyataan: “Pemerintah Dominika tidak pernah membayangkan akan ada sindiran keras yang dibuat tentang negara kita, apalagi dari sekutu (AS) yang telah dikenai tuduhan xenofobia dan perlakuan rasis terhadap para migran, termasuk sebagian dari populasinya sendiri.”

Infografis Amerika Serikat dan China Terancam Perang Dingin? (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya