Menkumham Tak Yakin Hakim MK Segan Adili Gugatan RKUHP karena Takut Dipecat DPR

Paripurna DPR RI telah mengesahkan RKUHP menjadi UU. Menkumham Yasonna meminta pihak-pihak yang keberatan dengan pengesahan produk hukum tersebut mengajukan gugatan uji materi ke MK.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 06 Des 2022, 19:44 WIB
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat memberikan pandangan pemerintah kepada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa (6/12/2022). DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-Undang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly memastikan, tidak perlu ada yang diragukan soal kredibilitas hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat mengadili dan memutuskan setiap gugatan, termasuk soal RKUHP yang telah disahkan menjadi UU.

Hal tersebut disampaikan Yasonna saat menjawab tudingan masyarakat tentang Hakim MK yang diduga akan dipecat jika membatalkan produk beleid yang sudah disahkan DPR, seperti yang menimpa Aswanto.

"Itu (tudingan) kan suudzonnya, masa sekelas mereka-mereka (hakim MK) kita ragukan lagi?," ujar Yasonna saat ditemui di Istana Negara Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Yasonna mengamini disahkannya RKUHP menjadi UU akan menuai perdebatan. Namun keputusan tersebut tetap harus diambil. Sebab jika tidak diselesaikan, maka Indonesia tidak akan pernah memiliki produk hukumnya sendiri.

"Ini perdebatannya ini dari Institution for Criminal Justice saja sudah menyampaikan ini sudah waktunya, banyak yang desak kami kalau kita tunggu lagi, batal lagi tidak akan pernah selesai," katanya.

Politikus PDIP ini menegaskan, Indonesia tidak akan menggunakan produk hukum Belanda secara terus menerus. Malahan, menurut dia, pengesahan RKUHP hari ini seharusnya bisa dilakukan sejak 30 tahun lalu jika tidak menuai perdebatan berkelanjutan.

"Harusnya 30 tahun lalu kita selesaikan, tapi ya perdebatan panjang, kehati-hatian terus sampai selesai, jadi no issue lah," ucap Yasonna.

Dia memastikan, Rancangan KUHP yang sudah disahkan oleh DPR di Senayan kini tinggal menunggu salinannya dikirimkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditandatangani.

Selanjutnya pemerintah akan melakukan sosialisasi terhadap pedoman baru hukum pidana di Indonesia ini. Sosialisasi melalui berbagai cara akan dilakukan, mulai dari masuk ke dunia pendidikan hingga ke kelompok masyarakat.

2 dari 2 halaman

Penolak RKUHP Dipersilakan Gugat ke MK

Aktivis dari gabungan elemen masyarakat berunjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa(6/12/2022). Mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, MenkumHAM Yasonna Laoly mengklaim pihaknya bersama Parlemen sudah mengakomodir seluruh elemen masyarakat yang menilai RKUHP bermasalah. Menurut dia, pengesahan hari ini adalah keputusan yang harus diambil dan bila ada yang berseberangan, dipersilakan menempuh jalur hukum.

"Bahwa ada yang pada akhirnya beda persepsi, iya. Tidak mungkinlah kita semua bisa menyetujui 100 persen. Belum ada Undang-Undang yang seperti itu. Kalau pada akhirnya nanti ada yang merasa tidak pas dan bahkan menyatakan bertentangan dengan konstitusi, silakan saja judicial review (JR)," ujar Yasonna saat ditemui di Istana Negara Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Yasonna memastikan, RKUHP yang sudah disahkan oleh Parlemen di Senayan kini tinggal menunggu salinannya dikirimkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditandatangani.

Selanjutnya pemerintah akan melakukan sosialisasi terhadap pedoman baru hukum pidana di Indonesia ini. Melalui berbagai cara nantinya akan dilakukan, mulai dari masuk ke dunia pendidikan hingga ke kelompok masyarakat.

"Ada 3 tahun untuk sosialisasi KUHP ini. Saya kira kita akan bentuk tim dari seluruh tim yang ada, dari kementerian, tim pakar kita yang ikut membahas dan ini akan dikirim ke daerah-daerah. Karena ini baru dan betul buatan anak bangsa," ujar Yasonna.

Yasonna bersyukur akhirnya Indonesia memiliki kitab pedoman hukum pidananya sendiri. Sebab, selama ini saat mencari panduan pidana, Indonesia masih menggunakan produk yang dibikin oleh pihak Belanda yang disesuaikan.

"Kita mengikuti perkembangan zaman, bahwa ada perbedaan pendapat silakan saja. Kita masyarakat yang sangat heterogen, banyak pandangan, tetapi kita putuskan bahwa harus kita sahkan," tegas dia.

Infografis Draft Final RKUHP Ancam Penghina Presiden dan Wapres 3,5 Tahun Bui. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya