Anak Kiai Jombang Divonis 7 Tahun Penjara Kasus Pencabulan Santri, Istri: Zalim

MSAT secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 285 KUHP Jo pasal 65 KUHP tentang Pemerkosaan dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 18 Nov 2022, 09:04 WIB
Sidang putusan kasus kekerasan seksual anak kiai Jombang MSAT. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya memvonis anak kiai Jombang, Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) atau Bechi dengan hukuman tujuh tahun penjara.

ketua majelis hakim Sutrisno menyatakan, terdakwa kasus pencabulan di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang ini secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 285 KUHP Jo pasal 65 KUHP tentang Pemerkosaan dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

"Menjatuhkan hukuman terhadap Subchi alias Mas Bechi dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Memerintahkan penahanan dikurangi masa hukuman sejak ditahan," ujar Surtrisno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (17/11/2022).

Vonis tersebut jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dimana sebelumnya jaksa menuntut Mas Bechi dengan hukuman 16 tahun.

Istri MSAT, Erlian Rinda atau Durrotun Mahsunnah (Sunnah), yang ikut menyaksikan sidang putusan mengaku kecewa dengan putusan tersebut.

"Zalim,” teriak Sunnah setelah mendengarkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Sutrisno.

Sementara ibu terdakwa Shofwatul Ummah, tampak tegang saat majelis hakim membacakan amar putusannya. Dia terlihat menunjuk-nunjuk ke arah hakim. Ia pun terpancing berteriak.

“Lidahnya, lidahnya, lidahnya,” teriak perempuan paruh baya itu.

Kuasa hukum MSAT, Gede Pasek Suardika atau akrab disapa GPS mengaku masih punya waktu tujuh hari lagi untuk merespon vonis tujuh tahun dari majelis hakim.

"Nanti lah, masih ada waktu tujuh hari lagi, nanti kita komunikasikan dengan terdakwa," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Saksi Fakta

Moch Subchi Azal Tzani (MSAT) alias Mas Bechi, terdakwa perkara pencabulan santriwati menghadiri sidang offline perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Selain itu, lanjut GPS, hukum yang harus dipelajari pada perkara ini adalah tidak perlu ada saksi fakta. Cukup hanya dengan satu orang mengaku lalu, satu orang ini bercerita kepada orang lain, kemudian orang lain itu dikumpulkan untuk menjadi saksi seolah peristiwa itu benar. Itu lah saksi yang tadi disebutkan.

"Ada sedikitnya 25 lebih saksi fakta tidak dipakai. Ini saya kira yang menarik dari secara ilmu hukum dan ini juga cara yang efektif bagi siapa pun untuk menjerat siapa pun," ucapnya.

"Cukup satu orang mengaku, lalu dia bercerita kepada lima orang atau enam orang dan kerjasama dengan penyidik maka sudah selesai. Ini perkaranya seperti itu," imbuh GPS.

Infografis: Deretan kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan Tahun 2011 (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya