Tarik Ulur Jadi Tidaknya Autopsi Korban Tragedi Kanjuruhan

Irjen Dedi menyatakan, pihaknya masih akan menunggu sampai kepastian lebih lanjut, terkait kesediaan keluarga korban untuk dilakukannya autopsi.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 20 Okt 2022, 22:05 WIB
Bunga, syal Arema dan coretan di tembok tanda duka cita memenuhi pintu keluar tribun 13 Stadion Kanjuruhan Malang. Pintu yang terlambat dibuka ditambah kekacauan akibat gas air mata membuat banyak suporter meninggal dunia (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Madiun - Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, dua keluarga korban tragedi Kanjuruhan, belum bersedia dilakukannya ekshumasi atau penggalian kubur untuk dilakukannya autopsi.

"Kemarin, TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta) bersama penyidik sudah berkomunikasi dengan pihak keluarga. Sampai tadi malam, pihak keluarga belum bersedia untuk dilaksanakan ekshumasi," ujarnya di Mapolda Jatim, Kamis (20/10/2022).

Irjen Dedi menyatakan, pihaknya masih akan menunggu sampai kepastian lebih lanjut, terkait kesediaan keluarga korban untuk dilakukannya autopsi.

Sementara kemungkinan adanya keluarga korban lainnya yang bersedia dilakukan autopsi, Dedi menyatakan masih mengkomunikasikannya.

"Masih dikomunikasikan dulu sama TGIPF dan penyidik. Kita masih melihat dan mendengarkan dulu apakah ada (keluarga lain yang bersedia diautopsi). Tapi sekali lagi tidak berandai-andai, menunggu proses lebih lanjut," ucapnya.

Diketahui, autopsi setidaknya dilakukan terhadap dua korban tragedi Kanjuruhan, yang merupakan hasil rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta.

Autopsi dibutuhkan untuk memastikan penyebab kematian korban dalam tragedi yang menewaskan 133 korban tersebut.

2 dari 2 halaman

Tanggapan Keluarga Korban

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di RS Saiful Anwar Malang menjenguk korban tragedi Stadion Kanjuruhan Malang (Doc. Liputan6/Zainul Arifin))

Sebelumnya, pihak keluarga dua korban tragedi Kanjuruhan siap melanjutkan rencana autopsi bila pemerintah memberikan jaminan keamanan. Mereka sebelumnya membatalkan rencana autopsi karena merasa ada intimidasi halus secara psikis oleh kepolisian.

Devi Athok Yulfitri, warga Desa Krebet Senggrong, Bululawang, Malang, kehilangan dua putrinya yakni Natasya Deby Ramadhani, 16 tahun, dan Nayla Deby Anggraeni, 13 tahun, yang meninggal dalam tragedi Kanjuruhan.

 Devi menyatakan bersedia ekshumasi dan autopsi jenasah dua putrinya dengan menandatangai surat pernyataan pada 10 Oktober. Setelah itu keluarga khawatir karena ada intimidasi agar proses autopsi dihentikan. Sehingga ada pernyataan pembatalan pada 17 Oktober kemarin.

“Keluarga akan berunding lagi. Polri harus menjamin keamanan kami dan memastikan tak ada anggota datang ke rumah kami lagi,” kata Devi Athok di rumahnya, Rabu, 19 Oktober 2022.

Ia didampingi tim kuasa hukumnya menerima kedatangan Deputi V Kemenko Polhukam, Irjen Pol Armed Wijaya di rumah duka. Dalam pertemuan itu juga disampaikan sejumlah hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebab secara prinsip pihak keluarga tidak masalah ada autopsi.

Imam Hidayat, Tim Kuasa Hukum keluarga korban, mengatakan keluarga ingin ada jaminan keamanan. Tidak boleh ada satu pun personel polisi baik berseragam dinas maupun preman yang datang ke rumah korban agar tak menimbulkan dampak psikis.

“Kalau mau patroli keamanan lalu lalang di jalan silakan saja itu tugas mereka. Jangan masuk ke rumah karena itu sama seperti intimidasi tidak secara kasat,” kata Imam.

Keluarga semula khawatir autopsi hanya dilakukan oleh tim kedokteran kepolisian (Dokpol) saja. Namun kemudian dipastikan melibatkan 6 dokter juga dari ahli forensik perguruan tinggi dan dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI).

Infografis Daftar 130 Nama Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Trieyasni)
Kapolda Jawa Timur Irjen Toni Harmanto menjenguk keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di Malang. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya