Jokowi Sebut Terkendalinya Inflasi Indonesia karena Harga BBM Tidak Naik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut tingkat inflasi Indonesia ada di angka 4,94 persen masih terkendali.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 18 Agu 2022, 13:56 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan sejumlah hal penting mengenai upaya pengendalian inflasi dalam Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2020 pada Kamis (22/10/2020). (Biro Pers Sekretariat Presiden/Lukas)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut tingkat inflasi Indonesia ada di angka 4,94 persen masih terkendali. Menurut kepala negara, angka tersebut relatif lebih kecil ketimbang negara-negara lain yang sudah masuk di atas angka 6 persen, seperti Uni Eropa dari 7,9 persen ke 8,9 persen. Kemudian Amerika dari 9,1 persen dan kini berada di angka 8 persen.

Jokowi menyebut angka inflasi di Indonesia lebih kecil lantaran harga bahan bakar minyak seperti, pertamax, pertalit, solar, LPG, dan listrik tidak naik. Padahal, harga yang dikonsumsi saat ini bukanlah harga sebenarnya.

"Itu bukan harga yang sebenarnya. Bukan harga keekonomian. Itu harga yang disubsidi oleh pemerintah," kata Jokowi pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Jokowi menyebut, besarnya hitung-hitungan negara di tahun ini mensubsidinya Rp 502 triliun. Meski begitu, Jokowi mengakui jika angka itu sangat besar.

"Angkanya gede sekali ini yang harus kita tahu untuk apa untuk menahan, agar inflasinya tidak tinggi," jelas Presiden.

Namun Jokowi memastikan, jika tidak akan selamanya negara sanggup mensubsidi kebutuhan masyarakat. Sampai sejauh mana kesanggupannya, nantinya akan diatur oleh menteri keuangan.

"Tapi apakah terus-menerus APBN akan kuat? Nanti dihitung oleh menkeu," Jokowi Menutup.

2 dari 2 halaman

Waspadai Inflasi, Jokowi Minta Jajarannya Bekerja di Atas Normal

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pemerintah pusat menyalurkan berbagai skema program perlindungan sosial dan bersifat cash transfer dalam Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2020 pada Kamis (22/10/2020). (Biro Pers Sekretariat Presiden/Lukas)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengigatkan, betapa pentingnya cara kerja yang tidak biasa kepada jajaran kabinetnya. Menurut dia, situasi dunia yang penuh ancaman akibat badai pandemi dan perang Ukraina dan Rusia menjadi alasan mengapa Indonesia tidak dalam posisi aman.

"Sudah berkali-kali saya sampaikan bahwa situasi yang kita hadapi ini ada situasi yang tidak mudah, dunia menghadapi situasi yang sangat sulit. Semua negara menghadapi situasi yang sangat-sangat sulit, kita tidak boleh bekerja standar nggak bisa lagi karena keadaannya tidak normal," kata Jokowi pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Jokowi melarang jajaran di kabinetnya, termasuk para kepala daerah, kepala badan dan instansi lain untuk bekerja sesuai rutinitas. Dia ingin, jajarannya membuang standar baku atau pakem yang biasa digunakan mereka sebelum adanya krisis.

"Nggak bisa para menteri, gubernur, bupati, wali kota nggak bisa lagi kita bekerja melihat makronya saja, enggak akan jalan percaya saya. Makro dilihat mikro dilihat, lebih lagi harus detail juga dilihat lewat angka-angka dan data-data," tegas Jokowi.

Jokowi ingin, para kepala daerah bekerjasama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) untuk menanyakan apa saja harga komoditas yang tengah melonjak dan menyebabkan inflasi dan disambugkan dengan daerah lain yang memiliki stok berlebih.

"Andai beras bisa dan bawang merah tadi bisa bisa cek daerah mana yang memiliki pasokan melimpah, lalu disambungkan ini harus disambungkan karena negara ini negara besar sekali 514 kabupaten/kota 37 provinsi ini negara besar," Jokowi menandasi.

Sebagai informasi, saat ini tingkat inflasi Indonesia ada di angka 4,94%. Menurut kepala negara, angka tersebut relatif lebih kecil ketimbang negara-nagara lain yang sudah masuk di atas angka 6%, sepertiUni Eropa dari 7,9% ke 8,9%. Kemudian Amerika dari 9,1% dan kini berada di angka 8%.

Angka-angka itu menjadi suatu momok dan bukan sebuah hal mudah bagi negara-negara dengan tingkat inflasi tinggi untuk menurunkan di kisaran 3%.

Infografis Laporan Khusus Narkoba (liputan6.com/desi)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya