Waduh, Kim Jong-un Akan Kirim 100 Ribu Pasukan Bantu Rusia?

Media pemerintah Rusia menyebut Korea Utara siap bantu Rusia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 09 Agu 2022, 12:29 WIB
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyampaikan pidatonya pada upacara untuk menandai peringatan ke-69 tahun penandatanganan gencatan senjata yang mengakhiri pertempuran dalam Perang Korea di Pyongyang, Korea Utara, 27 Juli 2022. Peringatan 69 tahun berakhirnya Perang Korea 1950-1953 jatuh pada 27 Juli 2022. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Liputan6.com, Moskow - Kabar dari media pemerintah Rusia menyebut rezim Kim Jong Un akan mengirim 100 ribu pasukan untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina. Narasumber di media Rusia ikut membahanakan klaim tersebut. 

Menurut laporan New York Post, Senin (8/8/2022), pengamat militer Rusia tersebut juga memuji "pengalaman" Korea Utara dalam hal perang.

"Ada laporan-laporan bahwa 100 ribu sukarelawan Korea Utara bersiap datang dan ikut serta dalam konfliknya," ujar pengaman pertahanan Igor Korotchenko di stasiun Russian Channel One.

"Jika Korea Utara mengekspresikan keinginan untuk memenuhi tugas internasional dengan bertarung melawan fasis Ukraina, kita harus mengizinkan mereka," ujarnya.

NY Post menyebut klaim bantuan Korea Utara muncul setelah beberapa satelit Rusia menunjukkan adanya "pasukan sukarela". Namun, analis intelijen Barat menyebut hal itu hanya menunjukkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin sebetulnya kekurangan orang.

Bahkan, pemimpin intelijen Inggris Richard Moore berkata kebanyakan pasukan yang dikirim Putin adalah orang-orang desa, bukan warga Moskow atau St. Petersburg.

"Asesmen kita adalah pihak Rusia akan semakin kesulitan untuk memasok tenaga manusia, material, selama beberapa pekan ke depan," ujar pemimpin MI6 itu.

"Mereka bukanlah anak-anak kelas menengah dari St. Petersburg atau Moskow," lanjut Moore. "Mereka adalah orang-orang miskin dari bagian-bagian pedesaan Rusia, mereka dari kota kerah biru di Siberia, mereka banyak dari etnis minoritas."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Sejumlah Negara Manfaatkan Perang Rusia dan Ukraina untuk Keuntungan Ekonomi

Presiden Rusia Vladimir Putin. Dok: Instagram Kedutaan Besar Rusia di Jakarta @rusemb_indonesia

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan fakta menarik. Ternyata ada sebagian negara yang denga sengaja memanfaatkan situasi perang Rusia dan Ukraina  dan konflik China dengan Taiwan untuk kepentingan ekonomi.

"Terkait konflik Ukraina sama Rusia, ada beberapa negara yang memanfaatkan ekonomi dari kondisi itu. Ada," ujar Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers Ekonomi Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat di Kantor BKPM Jakarta, Senin (8/8/2022). 

Tak berbeda jauh dengan konflik geopolitik terbaru yaitu antara China dan Taiwan. ada beberapa negara juga menggunakan kesempatan konflik tersebut untuk keuntungan ekonomi. Konflik antara China dan Taiwan dimulai saat Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan.

Bahlil menerangkan, perang sendiri tidak sepenuhnya menghentikan aktivitas ekonomi. Mengingat, perang justru akan menimbulkan potensi ekonomi baru yang dapat dimanfaatkan oleh sejumlah negara.

"Ingat ada satu cerita di dunia sekarang, perang itu bukan berarti ekonomi tidak jalan. Bahkan, ada sebagian yang mencari manfaat (ekonomi) positif," tandasnya.

3 dari 4 halaman

Sekjen NATO Ungkap Bahaya Jika Rusia Menang di Ukraina

Reaksi Natali Sevriukova di samping rumahnya menyusul serangan roket di kota Kyiv, Ukraina, 25 Februari 2022. Tepat pada hari ini, Kamis, 24 Maret 2022, invasi Rusia ke Ukraina sudah terhitung genap satu bulan penuh. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengungkap bahaya jika invasi Rusia berhasil di Ukraina. Kemenangan Rusia bisa meningkatkan selera Rusia untuk terus melakukan kekerasan terhadap negara-negara lain.

Dilansir VOA Indonesia, Jumat (5/8), Jens Stoltenberg mengatakan NATO memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung Ukraina dan rakyat Ukraina yang telah menjadi sasaran perang agresi. 

“Kita melihat tindakan perang, serangan terhadap warga sipil dan penghancuran yang tidak terlihat sejak Perang Dunia II,” kata Stoltenberg, menurut pernyataannya yang dilansir NATO. “Kita tidak dapat acuh tak acuh terhadap hal ini.”

Stoltenberg mengatakan dunia akan menjadi tempat yang lebih berbahaya jika Presiden Rusia Vladimir Putin mendapatkan apa yang ia inginkan melalui penggunaan kekuatan militer. “Jika Rusia menang perang ini, ia akan mendapatkan pengukuhan bahwa kekerasan membuahkan hasil. Kemudian negara-negara tetangga lainnya mungkin menjadi sasaran berikutnya,” ujarnya.

Militer Ukraina, Kamis (4/8) mengatakan pasukan Rusia telah menggempur banyak daerah di Ukraina, termasuk di sekitar Kharkiv, Slovyansk dan Chernihiv.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan pasukan Ukraina menggunakan rudal dan serangan artileri terhadap “kubu-kubu militer Rusia, klaster personel, pangkalan pendukung logistik dan gudang amunisi.” Menurut pernyataan kementerian itu, serangan-serangan semacam itu kemungkinan besar berdampak tinggi terhadap upaya Rusia untuk menambah pasokan dan mendukung pasukannya.

4 dari 4 halaman

Pernyataan G7

Petugas penyelamat Ukraina membawa seorang wanita tua di bawah jembatan yang hancur di Irpin, dekat Kyiv, Ukraina, Jumat, 1 April 2022. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, kini perang yang berkecamuk memasuki hari ke-37. (AP Photo /Efrem Lukatsky)

Sementara, menteri-menteri luar negeri dari negara-negara anggota kelompok G7 mengeluarkan pernyataan hari Rabu (3/8) yang mengatakan mereka sedang mencari cara untuk “mencegah Rusia mengambil keuntungan dari perang agresinya dan untuk membatasi kemampuan Rusia melancarkan perang.”

Seraya menyebut upaya-upaya untuk secara bertahap mengakhiri penggunaan energi Rusia, para menteri mengatakan mereka akan mencari langkah-langkah untuk mengurangi jumlah uang yang diperoleh Rusia dari ekspor energinya, sambil berupaya menstabilkan pasar energi global dan mencegah dampak ekonomi merugikan terhadap negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

“Kami tetap berkomitmen untuk mempertimbangkan serangkaian pendekatan, termasuk opsi-opsi untuk melarang secara komprehensif semua layanan yang memungkinkan pengangkutan minyak mentah dan produk-produk minyak Rusia melalui laut secara global, kecuali minyak itu dibeli pada harga atau di bawah harga yang akan disepakati dalam konsultasi dengan mitra-mitra internasional,” kata pernyataan itu.

Di New York, Sekjen PBB Antonio Guterres, Rabu (3/8) mengatakan kepada wartawan bahwa organisasi itu kini sedang mencari cara-cara untuk meredakan krisis energi global yang disebabkan oleh perang. 

Infografis Ragam Tanggapan Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya