Penerapan UU Cipta Kerja Disebut Bisa Mengubah Landscape Ekonomi Indonesia

Berlakunya UU Cipta Kerja itu tak lepas dari peran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 04 Jul 2022, 19:19 WIB
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyebut penerapan Undang-undang atau UU Cipta Kerja menjadi penting untuk indonesia. Salah satunya mengenai perannya terhadap kegiatan ekonomi di dalam negeri.

Suahasil memandang, berlakunya UU Cipta Kerja itu tak lepas dari peran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ini jadi satu amanat Mahkamah Konstitusi untuk menyempurnakan aturan tersebut.

"Substansi dari undang-undang Cipta kerja itu benar-benar kalau kita laksanakan dengan konsekuen mengubah landscape perekonomian Indonesia di berbagai macam sektor," katanya dalam sosialisasi UU 13/2022 tentang perubahan kedua UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Senin (4/7/2022).

Ia memandang, salah satunya adalah mengubah cara kerja birokrasi berhubungan dengan masyarakar. Sekaligus memperbaiki cara kerja birokrasi di internalnya sendiri.

"Pada ujungnya, pada gilirannya kita harapkan mengubah persepsi dunia, saya bukan hanya bilang persepsi orang Indonesia, dunia mengenai doing bisnis di Indonesia dalam arti luas," terang Suahasil.

Ia menyebut, melakukan bisnis di Indonesia tak sebatas transaksional antar pelaku. Lebih dari itu, ia menyebut kegiatan bisnis yang melibatkan partisipasi publik.

Partisipasi publik ini, menurutnya sudah menjadi hal wajib yang juga diatur dalam UU PPP. Maksudnya, mengarah pada partisipasi publik yang berarti sesuai dengan substansi undang-undang tersebut.

"Secara esensi besarnya di dalam undang-undang 13/2022 tersebut dirumuskan yang namanya partisipasi publik itu haruslah bersifat nya itu meaningfull participation," katanya.

 

2 dari 3 halaman

Tiga Poin

Massa dari PA 212 menuju Patung Kuda, Jakarta, untuk mengikuti aksi menolak UU Cipta Kerja, Selasa (13/10/2020). Selain PA 212, massa gabungan mahasiswa dan pelajar turut aksi mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang dinilai merugikan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Lebih lanjut, Suahasil menyebut ada 3 poin penting dalam meaningfull participation yang disebutnya tadi. Ini menopang keberhasilan dari substansi yang diatur UU PPP dan UU Cipta Kerja.

Pertama, masyarakat memiliki hak untuk didengarkan. Ia menguraikan sebagai penunjang poin pertama ini, ada hak menyuarakan pendapat masyarakat. Baru selanjutnya, berhak didengarkan pendapatnya.

Kedua, masyarakat memiliki hak untuk dipertimbangkan pendapatnya. Ini sebagai kelanjutam dari hak didengarkan pendapatnya.

Dalam hal ini, terkait implementasi aturan, masyarakat secara melekat memiliki kedua hak tersebut.

Serta, ketiga, adanya hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapat yang diajukan. Artinya, publik perlu mengetahui kejelasan keputusan yang diambil.

"tetap yang mengambil keputusan memiliki hak untuk menetapkan mengambil keputusan tetapi tiga hak yang tadi adalah hak yang harus kita jalankan yang harus kita akomodasi kan sehingga tercipta mining full participation," papar Suahasil.

 

3 dari 3 halaman

Revisi Demi UU Cipta Kerja

Fraksi Partai Demokrat Marwan C.A memberikan pendapat akhir partainya kepada Ketua DPR Puan Maharani disaksikan Wakil Pimpinan DPR Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, dan Rachmad Gobel saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Diberitakan sebelumnya, Lahirnya UU Nomor 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bermula dari putusan Mahkamah Konstitusi atas peninjauan kembali (judicial review) terhadap UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU ini merupakan hasil revisi kedua dari UU Nomor 12 tahun 2011.

Kala itu, MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Sehingga MK memerintahkan pembentuk undang-undang melakukan perbaikan dalam tenggang waktu maksimal dua tahun sejak putusan dibacakan atau hingga 25 November 2023 mendatang.

"Undang-undang ini atas putusan dari Mahkamah Konstitusi yang saat itu menelaah UU Cipta Kerja kita. UU ini perlu disempurnakan prosesnya," kata Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, Jakarta, Senin (4/7).

Suahasil mengatakan pemerintah tidak hanya melakukan penyempurnaan terhadap proses pembentukan undang-undang. Melainkan menyempurnakan juga substansinya.

Bagi pemerintah UU Cipta Kerja sangat penting karena jika diimplementasikan dengan benar, maka akan mengubah sendi-sendi kehidupan bernegara. Terutama yang hubungannya langsung dengan pemerintah.

Infografis 6 Pasal Sorotan UU Cipta Kerja (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya