Pemerintah Siapkan Aturan Pembelian Pertalite dan Solar, Bakal Dibatasi?

Pemerintah saat ini sedang merumuskan aturan terkait penunjukan teknis pembelian bahan bakar minyak bersubsidi jenis Pertalite dan Solar agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Mei 2022, 13:15 WIB
Pengendara motor antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kelapa Dua, Jakarta , Kamis (14/4/2022). Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga Pertalite dan solar. Hal ini menjadi langkah pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah menggodok aturan terkait penunjukan teknis pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Langkah pembuatan  atuan pembelian Pertalite dan Solar ini agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan, regulasi itu akan mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.

"Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis Solar karena Solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan Solar nonsubsidi," ujarnya dikutip dari Antara, Senin (30/5/2022).

Saat ini harga Solar bersubsidi di angka Rp 5.100 per liter, jauh lebih tinggi dibanding solar nonsubsidi yang hampir Rp 13.000 per liter.

Djoko mengungkapkan perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung terkhusus gasoline, sehingga harga Pertamax di dalam negeri terkerek naik menjadi Rp12.500 per liter.

Sementara itu, pemerintah juga tidak menaikkan harga Pertalite yang membuat selisih harga BBM jenis penugasan ini juga serupa antara Solar dan Bensin. Hal itu lantas membuat konsumen beralih dari membeli Pertamax ke Pertalite.

Situasi itu yang membuat beban keuangan Pertamina semakin berat karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian.

"Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh Perpres yang baru tersebut," kata Djoko.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Solar adalah prioritas pertama yang akan pemerintah atur karena BBM jenis ini digunakan tidak hanya oleh kendaraan bermotor, tetapi industri-industri pertambangan dan perkebunan, hingga kapal-kapal besar. Adapun Pertalite hanya terjadi pergeseran konsumen yang membuat volume penyalurannya bertambah.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Lebih Tepat Sasaran

Petugas mengisi BBM pada sebuah mobil di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (1/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan bahwa parlemen telah bertemu dengan PT Pertamina (Persero) dan BPH Migas membicarakan terkait aturan pembelian BBM bersubsidi.

Dalam pertemuan itu, ungkap Mulyanto, Pertamina mengharapkan agar aturan pembelian bisa ditata supaya penyaluran BBM subsidi dan penugasan bisa lebih tepat sasaran.

"Ketika harga Solar yang tidak disubsidi semakin meningkat, artinya disparitas semakin tinggi, ini semakin rawan, sehingga solar harus diatur. Kemudian ketika menyusul Pertamax ikut naik terjadi hal yang serupa ada gap yang tinggi antara Pertalite dan Pertamax," ujar politisi PKS tersebut.

Pemerintah kini tengah merumuskan konsumen yang berhak menerima BBM bersubsidi. Sekarang secara umum yang berhak menerima BBM bersubsidi adalah usaha kecil, usaha mikro, petani kecil lahannya di bawah dua hektare, kendaraan umum.

Dalam berbagai forum, lanjut Mulyanto, ia cenderung mengusulkan agar pemerintah memperketat pembelian Pertalite, di mana mobil mewah maupun mobil dinas tidak diperbolehkan menggunakan Pertalite termasuk juga Solar.

"Kami arahkan agar pembelian lebih tepat sasaran kepada yang membutuhkan. Jadi, itu urgensinya," pungkas Mulyanto.

3 dari 4 halaman

Pertamina Ajak Konsumen Mampu Tinggalkan Pertalite

Pengendara motor mengisi BBM di SPBU, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Kendati demikian, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menegaskan, saat ini pihaknya masih menyediakan dan menyalurkan BBM jenis Premium dan pertalite. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah bersama PT Pertamina (Persero) tengah menggodok aturan teknis soal pembelian BBM penugasan jenis Pertalite. Pembelian jenis BBM dengan kadar oktan (RON) 90 tersebut rencananya bakal dibatasi sesuai dengan kriteria konsumen yang berhak.

Pemerintah sudah menggelontorkan dana tak sedikit untuk mensubsidi BBM Pertalite. Bahkan, pemerintah telah mengantongi tambahan belanja untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 71,8 triliun. Alokasi dana itu didapat sesuai kesepakatan bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada Kamis 19 Mei 2022.

Dana tersebut salah satunya diberikan kepada Pertalite selaku Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) agar harganya masih tertahan di angka Rp 7.650 per liter, jauh di bawah harga keekonomian yang mencapai Rp 12.556 per liter.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, lantas meminta kesadaran konsumen membeli BBM sesuai dengan jenis kendaraannya. Sehingga tidak bergantung terhadap Pertalite hanya karena lebih ramah kantong.

"Istilahnya negara sudah memberikan subsidi yang sedemikian besar. Apalagi Pertalite sudah jadi JBKP. Saya harap juga sudah bisa tepat sasaran," kata Irto kepada Liputan6.com, Sabtu (28/5/2022).

"Karena itu subsidi, ayo kita jaga bareng-bareng. Karena subsidi harusnya sesuai dengan kriteria masyarakat yang berhak dapat," imbuh dia.

Namun begitu, Irto menyatakan, Pertamina saat ini belum membatasi pembelian BBM jenis Pertalite untuk golongan tertentu saja. Sebab, aturan teknisnya saat ini masih berada di tangan pemerintah dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

"Tidak ada. Saat ini belum ada pembatasan seperti itu," tegas Irto. Hal ini menjawab informasi yang beredar di masyarakat bahwa untuk membeli Pertalite harus menunjukkan kartu identitas dan jumlahnya dibatasi.

"Pembatasan BBM khususnya Pertalite sih tidak ada. Kalau memang ada dilaporkan saja dimana SPBU-nya, berapa nomor SPBU-nya, kita bisa cek nanti," tandas dia.

4 dari 4 halaman

Pemerintah Tambah Subsidi Energi Rp 74,9 Triliun di 2022

Mesin pengisian ulang bahan bakar minyak di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah telah mendapatkan persetujuan dari DPR untuk menambah alokasi subsidi dan kompensasi untuk 2022.

“Untuk tahun ini kita akan membayarkan tambahan subsidi Rp 74,9 triliun yaitu untuk BBM dan LPG Rp 71,8 triliun, dan untuk listrik Rp 3,1 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi Pers APBN KiTa Mei, Senin (23/5/2022).

Kemudian, Pemerintah juga mendapat persetujuan DPR untuk kompensasi Rp 216,1 triliun. Rinciannya untuk menambah kompensasi BBM tahun ini senilai Rp 194,7 triliun maupun kompensasi tahun lalu Rp 83,8 triliun yang akan segera dibayarkan.

Selanjutnya, untuk listrik tambahan tahun ini sebanyak Rp 21,4 triliun tahun, dan kompensasi tahun lalu Rp 24,6 triliun. Menkeu berharap Pemerintah bisa mulai membayar kompensasi tersebut.

“Untuk itu, kita mulai membayarkan Rp 275 triliun (total tambahan alokasi tahun 2022), tagihannya kemungkinan sebesar Rp 324 triliun (total tambahan kompensasi), artinya Rp 49 triliun akan kita carry over ke 2023,” ujarnya.

Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan pada Kamis 19 Mei 2022 pihaknya datang ke DPR untuk meminta tambahan alokasi subsidi, yang mana di dalam APBN sudah digelontorkan Pemerintah.

“Untuk LPG dan BBM itu sudah naik 50 persen subsidinya apple to apple dari tahun lalu hanya 23,2 persen. Listrik masih lebih rendah yaitu 11,6 persen, pupuk masih lebih rendah 1,8 persen, subsidi lainnya yakni non energi adalah 0,1 persen,” ujarnya.

  

Infografis Pemicu Munculnya Isyarat Kenaikan Tarif Listrik dan Pertalite (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya