Arti, Sejarah, Serta Fungsi Ogoh-Ogoh dalam Peringatan Hari Raya Nyepi

Berikut ini arti, sejarah serta fungsi ogoh-ogh dalam peringatan Hari Raya Nyepi.

oleh Camelia diperbarui 03 Mar 2022, 12:04 WIB
Patung ogoh-ogoh diarak saat pawai pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 yang dihadiri Presiden Jokowi di Bali (23/6). Acara ini dilaksanakan di depan Monumen Bajra Sandi, Lapangan Puputan Niti Mandala. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Hari Raya Nyepi tahun ini akan jatuh pada tanggal 3 Maret 2022. Hari Raya Nyepi sendiri adalah Tahun Baru Hindu berdasarkan kalender Saka. Nyepi sendiri Berasal dari kata sunyi, senyap, dan tidak ada kegiatan. 

Hari Raya Nyepi sangat lekat dengan keberadaan ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh adalah boneka raksasa yang merupakan manifestasi Bhutakala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhutakala adalah kekuatan Bhu atau alam semesta dan Kala (waktu) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, ogoh-ogoh sendiri diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. 

Sejarah tradisi ogoh-ogoh sendiri dimulai pada tahun 1983. Tahun tersebut merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali, pasalnya pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali.

Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional. Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar. Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Definisi Ogoh-Ogoh

Anak-anak mengarak Ogoh-Ogoh selama atraksi Karnaval Seni Budaya Lintas Agama di kawasan Jalan Pemuda Semarang, Minggu (25/3). Lima ogoh-ogoh yang didatangkan dari Bali ikut memeriahkan acara ini. (Liputan6.com/Gholib)

Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. 

Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan biasanya dalam wujud Rakshasa. Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti naga, gajah, Widyadari, bahkan Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi tahun 1986, Ogoh-ogoh didefinisikan sebagai ondel-ondel yang beraneka ragam dengan bentuk yang menyeramkan.

Cendekiawan Hindu dharma mengambil kesimpulan bahwa proses perayaan ogoh-ogoh melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta, dan waktu yang maha dasyat, kekuatan itu dapat dibagi dua, pertama kekuatan bhuana agung, yang artinya kekuatan alam raya, dan kedua adalah kekuatan bhuana alit yang berarti kekuatan dalam diri manusia. Kedua kekuatan ini dapat digunakan untuk menghancurkan atau membuat dunia bertambah indah.

Sebelum memulai pawai ogoh-ogoh para peserta upacara atau pawai biasanya melakukan minum-minuman keras tradisional yang dikenal dengan nama arak. Pada umumnya ogoh-ogoh diarak menuju suatu tempat yang diberi nama sema (tempat persemayaman umat Hindu sebelum dibakar dan pada saat pembakaran mayat) kemudian ogoh-ogoh yang sudah diarak mengelilingi desa tersebut dibakar. Karena tidak ada hubungannya dengan hari raya Nyepi, maka jelaslah ogoh-ogoh itu tidak mutlak ada dalam upacara tersebut. Namun benda itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara.

3 dari 4 halaman

Fungsi Ogoh-Ogoh

Pawai Ogoh-ogoh di Surabaya diiringi Reog Ponorogo dan Barongsai (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Fungsi Ogoh-ogoh sendiri yaitu sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi. 

Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. 

Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

4 dari 4 halaman

Infografis Nyepi di Bali tanpa Internet

Infografis Nyepi di Bali tanpa Internet

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya