Mata Uang Lira Anjlok, Harga Pangan di Turki Naik Gara-gara Erdogan

Mata uang Turki, Lira jatuh ke rekor terendah terhadap dolar.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Nov 2021, 10:45 WIB
Orang-orang menunggu di luar agen penukaran mata uang dekat alun-alun Taksim ketika lira Turki terperosok ke level terendah sepanjang sejarah di Istanbul, Senin (25/10/2021). Lira melemah imbas pengusiran duta besar AS dan sembilan negara Barat lainnya oleh Presiden Tayyip Erdogan. (Ozan KOSE/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Mata uang Turki, Lira jatuh ke rekor terendah terhadap dolar dengan nilai mencapai USD 13.44 per 1 Lira, pada pada Selasa (24/11).

Pemicunya, setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membela pemotongan suku bunga kontroversial bank sentralnya di tengah meningkatnya inflasi dua digit. 

"Begitu mengejutkan posisi lira berada, tetapi itu adalah cerminan dari pengaturan kebijakan moneter yang gila yang saat ini beroperasi di Turki," sebut Tim Ash, Ahli Strategi Pasar Senior Negara Berkembang di Bluebay Asset Management, dikutip dari CNBC International, Rabu (24/11/2021).

1 Lira diperdagangkan pada USD 12,72 USD pada Selasa sore waktu setempat. Kemudian turun sekitar 15 persen pada hari itu pada satu titik, menurut Reuters.

Erdogan membela pemotongan suku bunga bank sentral negaranya. Dia menyebut langkah itu sebagai bagian dari "perang ekonomi kemerdekaan," menolak seruan dari investor dan analis untuk mengubah arah.

Inflasi di Turki sekarang mendekati 20 persen, yang berarti harga barang-barang kebutuhan pokok bagi warga Turki – yang berpenduduk sekitar 85 juta – telah melonjak dan gaji mata uang lokal mereka sangat terdevaluasi.

2 dari 2 halaman

Lira Melemah Sejak Awal 2018

Orang-orang berbelanja di Spice Bazaar yang bersejarah di distrik Eminonu di Istanbul, Turki (13/7/2019). Spice Bazaar adalah salah satu bazaar terbesar di kota tersebut. (AFP Photo/Ozam Kose)

Mata uang Turki telah mengalami penurunan sejak awal 2018, karena berbagai hal. Seperti ketegangan geopolitik dengan Barat, defisit transaksi berjalan, menyusutnya cadangan mata uang, dan utang yang meningkat— ditambah lagi, penolakan menaikkan suku bunga untuk meredakan inflasi.

Presiden Erdogan telah lama menggambarkan suku bunga sebagai "musuh", dan bersikeras bahwa menaikkan suku bunga sebenarnya memperburuk inflasi, bukan sebaliknya.

Adapun kekhawatiran dari investor soal kurangnya independensi bank sentral Turki, yang kebijakan moneternya dipandang sebagian besar dikendalikan oleh Erdogan.

"Kami melihat eksperimen ekonomi yang salah tentang apa yang terjadi ketika bank sentral tidak memiliki kebijakan moneter secara efektif," kata Tim Ash.

Penurunan tajam terbaru dimulai Kamis lalu ketika bank sentral Turki memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin menjadi 15 persen. 

Menurut lembaga pemeringkat Fitch, pada Agustus 2021, 57 persen dari utang pemerintah pusat Turki terkait dengan mata uang asing atau dalam denominasi, yang berarti membayar utang itu memperburuk kondisi karena lira terus turun nilainya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya