Sederet Upaya GMF AeroAsia Pertahankan Kinerja saat Pandemi COVID-19

Direktur Utama GMF AeroAsia, Andi Fahrurrozi mengatakan, Perseroan berencana melakukan reorganisasi untuk tujuan efisiensi

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 20 Agu 2021, 17:53 WIB
Teknisi melakukan perawatan pesawat di hanggar terbesar di dunia milik PT Garuda Maintenance Facility di area Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (28/9). Pembangunan hanggar ini menelan biaya puluhan juta dolar AS.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMFI) atau GMF AeroAsia tengah melakukan upaya efisiensi. Lantaran kinerja perusahaan juga terimbas pandemi COVID-19.

Direktur Utama GMF AeroAsia, Andi Fahrurrozi mengatakan, Perseroan berencana melakukan reorganisasi untuk tujuan efisiensi. Serta penghematan dengan lakukan restrukturisasi fasilitas pendanaan. Sehingga tekanan pada cashflow Perseroan dapat berkurang.

“Pertama kita menurunkan biaya material dan subkontrak. Jadi kita negosiasi dengan banyak vendor untuk amandemen kontrak menyesuaikan dengan situasi saat ini. Sehingga biaya subkontrak bisa berkurang dengan maksimal,” ujar dia dalam konferensi pers usai RUPS, Jumat (20/8/2021).

“Untuk material, kita bekerjasama dengan beberapa customer untuk pengadaan material sehingga tidak menjadi beban tambahan untuk Perseroan, tapi kita bisa beli material dengan selektif, efektif, dan efisien tanpa mengurangi kualitas,” dia menambahkan.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Strategi Bertahan

Bengkel pesawat atau hanggar terbesar di dunia milik PT Garuda Maintenance Facility yang berada di area Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (28/9). Pembangunan hanggar ini menelan biaya puluhan juta dolar AS.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam rangka mempertahankan kelangsungan bisnis Perseroan, Andi mengatakan saat ini GMFI masuk dalam Defense Industry. Perseroan saat ini telah mengantongi beberapa  kerja sama, di antaranya dengan Kementerian Pertahanan dan dengan TNI Angkatan Udara (AU).

"Jadi ada yang mendapatkan kontrak langsung dari Kementerian Pertahanan dan ada yang kontrak dengan matra dalam hal ini dengan TNI Angkatan Udara,” ujar dia.

Ia menambahkan, pesawat TNI Angkatan Udara yang didapatkan dari kontrak melalui Kementerian Pertahanan pada 2021 adalah modifikasi untuk delapan pesawat Hercules C 130 yang pesawat pertamanya akan masuk pada Desember 2021. Adapun nilai dari kontrak tersebut sebesar USD 80 juta atau sekitar Rp 1,16 triliun (kurs Rp 14.479 per USD).

"Itu kontribusinya sangat besar untuk GMF,” imbuh Andi.

Andi menuturkam pihaknya mendapatkan maintenande dengan TNI AU untuk beberapa engine CFM56-3C1. "Kemudian support untuk komponen service dan juga untuk material untuk mendukung overhoul dari pesawat pesawat 737 milik TNI AU,” kata Andi.

3 dari 3 halaman

Kontrak dari Setneg

Pesawat terparkir di depan bengkel pesawat atau hanggar terbesar di dunia milik PT Garuda Maintenance Facility di area Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (28/9). Pembangunan hanggar ini menelan biaya puluhan juta dolar AS.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, Perseroan juga mendapatkan kontrak dari Sekretariat Negara (Setneg) untuk perawatan pesawat kepresidenan. Perseroan juga memiliki beberapa kerja sama untuk bisnis non-aviasi.

“Kita ada beberapa proyek dengan PLN, terutama dengan anak perusahaan PLN yaitu PJB. Kami mendapatkan overhaul untuk generatornya dan proyek ini sangat signifikan dan besar. Salah satu yang besar adalah di PJB Cirata yang saat ini sedang berjalan,” tutur Andi.

Selain PLN, anak usaha maskapai penerbangan Garuda Indonesia ini  juga mendapat kontrak dari Pertamina Group untuk turbin dan generator.

“Selain itu kami juga masuk ke beberapa pembangkit swasta untuk mendapatkan proyek non-aviasi ini,” pungkas Andi.

Perseroan mengalami kerugian sebesar USD 328,8 juta sekitar Rp 4,7 triliun pada tahun lalu. Kerugian ini melebar dibandingkan akhir 2019 yang rugi sebesar USD 54 juta atau sekitar Rp 777 miliar.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya