PPKM Mikro Berlaku 9 Februari 2021, Bagaimana Dampaknya terhadap Emiten Properti?

Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau (PPKM) berbasis mikro mulai berlaku 9 Februari 2021. Lalu bagaimana dampaknya terhadap emiten properti?

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Feb 2021, 08:16 WIB
Suasana pusat perbelanjaan yang relatif sepi pengunjung di Mal Grand Indonesia, Jakarta, Selasa (17/3/2020). Seiring meluasnya virus corona Covid-19 di Indonesia, pengunjung pusat perbelanjaan atau mal langsung turun drastis dengan penurunan fluktuatif sekitar 10-15%. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau (PPKM) berbasis mikro atau PPKM Mikro mulai diterapkan 9 Februari 2021. Aturan itu ditujukan kepada kepala daerah di Jawa hingga Bali.

Hal itu diatur Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021. Akan tetapi, ada sejumlah aturan yang dinilai melonggarkan PPKM sebelumnya.

Hal itu seperti kebijakan work from home dan work from office. Selain itu, aturan jam operasional mal dan tempat makan juga mendapatkan revisi. Jam operasional mal dan pusat perbelanjaan boleh dibuka hingga pukul 21.00 waktu setempat dengan penerapan protokol kesehatan lebih ketat.

Lalu bagaimana dampaknya terhadap kinerja emiten properti terutama yang mengelola mal?

Analis Sucor Sekuritas, Joey Faustian menuturkan, PPKM mikro tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap emiten properti terutama pengelola mal. Hal ini mengingat tidak terlalu banyak pendapatan yang diterima seiring mulai kuartal III 2020 telah memberikan diskon sekitar 50 persen kepada tenant.

“Tidak ada perubahan signifikan, karena diskon diberikan tetap 50 persen. Pengelola mal ingin kurangi diskon karena trafik sudah naik,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (9/2/2021).

Joey menuturkan, penerapan PPKM berdampak terhadap emiten pengelola mal yang sumber pendapatan banyak dari mal seperti PT Summarecon Agung Tbk dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON).

“Revenue dari kontribusi mal sekitar 28 persen itu di Pakuwon Jati, sedangkan Summarecon Agung sekitar 25 persen. Kalau Ciputra Development dan Bumi Serpong Damai sekitar 10-13 persen,” kata dia.

Meski demikian, ada perpanjangan jam operasional mal dan pusat perbelanjaan menjadi pukul 21.00 WIB, menurut Joey dapat menajdi sentimen positif bagi emiten.

 

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dengan  melihat kondisi tersebut, Joey lebih memilih PT Ciputra Development Tbk dan PT Bumi Serpong Damai Tbk. Apalagi dua emiten tersebut memiliki penjualan rumah tapak di bawah Rp 2 miliar cukup banyak sehingga dapat menopang kinerja perusahaan.

“60 hingga 70 persen penjualan rumah di bawah Rp 2 miliar. Sedangkan Summarecon Agung dan Pakuwon Jati tidak banyak. Tapi kalau Corona sudah selesai, Summarecon Agung dan Pakuwon jadi pilihan,” ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya