Masih Akibat Covid-19, Produsen Mesin Pesawat Rolls Royce akan Tutup Pabrik Selama Dua Pekan

Pembatasan perjalanan menyebabkan perusahaan Rolls Royce merugi sehingga memaksa mereka untuk melakukan efisiensi.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Feb 2021, 13:30 WIB
Rolls-Royce mulai uji pesawat listrik tercepat di dunia (Car and Bike)

Liputan6.com, Jakarta Dampak pandemi Covid-19 belum usai, pembatasan mobilitas melalui transportasi udara ikut menghantam bisnis Rolls Royce. Produsen mesin pesawat ini berencana menutup pabriknya selama dua minggu demi menekan kerugian perusahaan.

Dikutip dari BBC, Senin (8/2/2020), semakin sedikitnya pesawat yang terbang di tengah pandemi menyebabkan perusahaan yang berbasis di Westminster Inggris ini kekurangan pelanggan. Termasuk pesawat yang membutuhkan jasa perbaikan mesin juga ikut mengalami penurunan.

Pendapatan mereka diperoleh berdasarkan hitungan jam untuk setiap penggunan mesin buatan Rolls Royce.

Namun pembatasan perjalanan menyebabkan perusahaan justru merugi sehingga memaksa mereka untuk melakukan efisiensi hingga 2 miliar Poundsterling atau Rp 38 triliun untuk tahun ini.

 

Load More

Saksikan Video Ini

2 dari 2 halaman

Lobi Serikat Pekerja

Ilustrasi mesin Rolls-Royce di pesawat Airbus (Wikipedia)

Namun rencana penutupan pabrik ini masih menunggu hasil diskusi antara perusahaan dengan serikat pekerja.

"Sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai dengan serikat pekerja musim panas lalu, kami pada prinsipnya setuju untuk mengadakan negosiasi tentang peningkayan produktivitas dan efisiensi 10 persen di seluruh operasi Dirgantar Sipil kami di Inggris," pernyataan Rolls Royce dalam sebuah keterangan.

"Kami sekarang telah memulai diskusi yang kompleks dan konstruktif dengan serikat pekerja tentang bagaimana hal ini dapat dicapai." tambahnya.

Meski belum ada tanggal pastinya, namun perusahaan akan membagikan gaji pemangkasan pegawai tersebut di tahun ini.

Selain itu, penutupan sementara kali ini akan menjadi yang pertama kalinya bagi perusahaan sejak perusahaan diprivatisasi ulang pada tahun 1980-an.

Reporter: Abdul Azis Said 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya