Pemerintah Ingin Bangun Kebijakan Ekonomi Digital yang Tak Mengekang

Jika pemerintah terlalu kaku dengan sebuah regulasi, maka itu berpotensi menyebabkan pertumbuhan ekonomi digital jadi tidak berjalan baik.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 15 Des 2020, 11:49 WIB
Suasana seminar Gojek Wirausaha #GerakanOnlineNusantara "UMKM Kreatif dan Mandiri Kreasi Anak Bangsa", Jakarta, Selasa (27/8/2019). Gojek melatih 550 UMKM yang berada dalam naungan enam kementerian/lembaga supaya bisa naik kelas dan punya peran aktif di ekonomi digital. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan dan UMKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rudy Salahuddin, menyatakan bahwa pemerintah tengah menyusun lanskap ekonomi digital pasca masa pandemi Covid-19.

Transformasi digital yang banyak dilakukan masyarakat dan pelaku usaha saat ini merupakan suatu peluang besar. Dan pemerintah ingin membentuk kebijakan ekonomi digital yang bersifat tak mengekang.

"Ini harus dibungkus dengan regulasi yang tidak mengekang, tapi sifatnya hanya jadi pedoman atau pagar sehingga ekosistem ekonomi digital dapat tumbuh sehat," ujar Rudy dalam sesi webinar, Selasa (15/12/2020).

Rudy mengatakan, jika pemerintah terlalu kaku dengan sebuah regulasi, maka itu berpotensi menyebabkan pertumbuhannya jadi tidak berjalan baik.

"Misal level of playing field tidak terjadi kalau kita terlalu mengatur offline dengan online dan sebagainya. Kolaborasi harusnya dihidupkan, sehingga dengan kolaborasi online dan offline atau luar negeri dengan dalam negeri, jadi ekosistem baik yang akhirnya jadi jalan keluar untuk ekosistem ekonomi digital kita," imbuhnya.

Lebih lanjut, Rudy juga mengutip hasil studi milik Google, Temasek dan Bain, dimana pada 2020 ini Indonesia jadi negara dengan nilai transaksi ekonomi digital tertinggi di Asia Tenggara, sebesar USD 44 miliar.

Disebutkannya, bahkan pada 2025 Indonesia diprediksi mampu mencapai angka transaksi ekonomi digital hingga USD 124 miliar.

Studi dari Google, Temasek dan Bain juga memaparkan, jumlah konsumen baru pasca pandemi Covid-19 yang memanfaatkan ekonomi digital bakal meningkat 37 persen. Dimana 93 persen dari jumlah tersebut menyatakan tetap akan memanfaatkan ekonomi digital meski wabah pandemi telah usai.

"Ini perlu kita siasati bersama, dengan mungkin nanti membuat aplikasi atau ekosistem ekonomi digital menjadi lebih baik lagi, lebih nyaman lagi. Jadi aspek pemanfaatan ini yang harus kita dorong bersama," pungkas Rudy.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

BI Beberkan 5 Alasan Pentingnya Pengembangan Ekonomi Digital di Indonesia

Model mencoba QR Code melalui dompet digital Go-Pay saat peluncuran kerja sama strategis pemberdayaan ekonomi umat berbasis digital di Jakarta (16/7/2019). Gojek, Go-Pay, dan NU Care-LazisNU menjalin kerja sama untuk pembayaran zakat, infaq, dan sedekah secara nontunai. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga otoritas moneter sekaligus regulator di bidang sistem pembayaran, menyambut baik berbagai upaya untuk mendukung ekonomi digital di Indonesia.

Direktur Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI, Bandoe Widiarto menyebutkan setidaknya ada lima hal yang menjadikan pentingnya ekonomi digital untuk dikembangkan di Indonesia. Pertama, yakni merujuk pada tren digitalisasi utamanya selama pandemi covid-19.

“Jadi semua kegiatan ekonomi itu dimulai dari rumah. Mulai dari belanja dari rumah, belajar dari rumah, bekerja dari rumah, ini mengakibatkan keberadaan digitalisasi sangat penting,” ujar Bandoe dalam webinar #BangunResolusi Talks: Digitalisasi Keuangan Dalam Meningkatkan Perekonomian, Kamis (3/12/2020).

Kedua, lanjut dia, BI melihat bahwa potensi ekonomi digital di Indonesia juga sangat besar dan merembet pada digitalisasi perbankan. Termasuk berkembangnya fintech dan layanan transaksi keuangan digital lainnya.

“Ini menunjukkan bahwa potensi indonesia sungguh sangat besar untuk dikembangkan,” kata Bandoe.

Dari sisi pemerintah, Bandoe menilai pemerintah cukup serius dalam pengembangan digitalisasi. Hal ini tercermin dari besarnya anggaran yang dialokasikan untuk Palapa Ring dan program pengembangan internet lainnya.

“Kita melihat juga dari sisi pemerintah ada anggaran cukup besar akan ada Palapa ring, kemudian ada program-program untuk pengembangan internet. Ini merupakan peluang peluang yang sangat besar untuk dikembangkan,” kata dia.

Selanjutnya, Bandoe mencatat inklusi keuangan di Indonesia telah mencapai 76 persen di tahun 2019, dan ada rencana untuk dinaikkan menjadi 90 persen di 2024.

“Inilah sebenarnya peluang-peluang yang yang menjadikan ekonomi digital untuk bisa dikembangkan di Indonesia. Ini adalah catatan-catatan penting mengenai ekonomi digital,” kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya