Menaker: Jam Kerja dalam UU Cipta Kerja Sama Persis UU Ketenagakerjaan

Banyak hal yang disepakati bahwa beberapa pasal terkait ketenagakerjaan dalam UU 13/2003 tetap dipertahankan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 14 Okt 2020, 20:38 WIB
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020). Rapat tersebut membahas mengenai perlindungan Pemerintah terhadap ketahanan struktur ketenagakerjaan saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyangkal tudingan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja bakal mengeksploitasi waktu para pekerja. Dia menjelaskan, aturan baru tersebut tidak mengubah porsi jam kerja seperti yang tertera di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni 40 jam per pekan.

Ketentuan ini pun berlaku sama bagi seluruh pekerja formal, baik yang bekerja 5 hari atau 6 hari dalam sepekan.

"Waktu kerja itu tetep diatur sebagaimana Undang-Undang 13/2003. Isinya itu 7 jam sehari, dan atau 40 jam untuk 6 hari kerja dalam satu minggu," jelasnya saat berbincang dalam podcast YouTube milik Deddy Corbuzier, Rabu (14/10/2020).

"Jadi kalau 6 hari kerja itu jam kerjanya 7 jam. Nah, 8 jam sehari dan atau 40 jam seminggu untuk yang 5 hari kerja dalam satu minggu," dia menambahkan.

Dengan begitu, Ida menegaskan, para pekerja tetap bisa mencari nafkah dalam 5 hari setiap pekannya. Setelah melalui proses panjang, ia menyebutkan, banyak hal yang disepakati bahwa beberapa pasal terkait ketenagakerjaan dalam UU 13/2003 tetap dipertahankan.

"Dan memang bacanya gini. Undang-Undang 13/2003 ini kan tentang Ketenagakerjaan. Kemudian ada UU Cipta Kerja. Ketentuan yang ada di UU 13 sepanjang tidak dihapus, sepanjang tidak diatur ulang di UU Cipta Kerja, maka ketentuannya tetap berlaku. Termasuk tentang waktu kerja ini," tuturnya.

"Tetap libur bisa 5/2 atau 6/1 dalam seminggu, tergantung kesepakatan bersama antara penerima kerja dan pemberi kerja," pungkas Ida.

Load More

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Isi Lengkap UU Cipta Kerja 812 Halaman yang Diserahkan ke Jokowi

Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

DPR RI hari ini telah menyerahkan Undang-Undang/UU Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna beberapa waktu lalu.

Usai disahkan di sidang paripurna, DPR RI melakukan sedikit revisi minor sebelum diserahkan ke Presiden Jokowi dan ditandatangani menjadi Undang-Undang.

Draf final UU itu diserahkan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar kepada Menteri Sekretariat Negara Pratikno, Rabu (14/10/2020). 

Pada saat pengesahan, draf UU Cipta Kerja yang diberikan anggota Baleg sejumlah 905 halaman. Kemudian, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyebut draf final sebelum diubah format memiliki 1.035 halaman. Draf yang paling final setelah diubah format kertas menjadi legal paper berkurang menjadi 812 halaman.

Dalam draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman ini, terdapat beberapa perubahan dari naskah sebelumnya yang setebal 1.035 halaman. Salah satunya terkait pembayaran pesangon, seperti yang tercantum di Pasal 156 halaman 355 UU Cipta Kerja.

Pada halaman tersebut, dituliskan bahwa ketentuan Pasal 156 diubah dari naskah UU Cipta Kerja sebelumnya yang setebal 1.035 halaman. Perubahan pertama terjadi di Pasal 156 ayat (1).

Lalu apa saja yang berubah dalam UU Cipta Kerja yang terdiri dari 15 bab, 11 klaster dan 186 pasal?

Simak isi lengkapnya di sini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya